Kompolnas Sebut Pemerasan Penonton DWP Sudah Direncanakan, Siapa yang Beri Perintah?
Kompolnas menduga kasus pemerasan 18 anggota polisi terhadap 45 Warga Negara (WN) Malaysia saat menonton Djakarta Warehouse Project (DWP) sudah direncanakan.
Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menduga kasus pemerasan 18 anggota polisi terhadap 45 Warga Negara (WN) Malaysia saat menonton Djakarta Warehouse Project (DWP) sudah direncanakan. Hal itu terungkap pada sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) kasus pemerasan DWP yang digelar pada Rabu (1/1) kemarin.
"Jadi sidang kemarin itu menurut saya satu role model yang baik untuk menelusuri sidang-sidang berikutnya. Dan ini kami apresiasi kepada propam. Salah satu yang paling penting begini, itu ditelusuri dari segi perencanaan," kata Komisioner Kompolnas, Choirul Anam di TNCC Mabes Polri, Kamis (2/1).
Konser DWP dan pemerasan itu terjadi pada 13 hingga 15 Desmeber di daerah Kemayoran, Jakarta Pusat. Di sidang KKEP itu juga menelusuri siapa yang otak dari perencanaan itu terjadi hingga pemegang uang Rp2,5 miliar hasil pemerasan.
"Memang bagaimana itu bisa terselenggara termasuk juga siapa yang menggerakkan siapa yang memerintah siapa yang diperintah itu satu," jelas Anam.
"Siapa melakukan apa termasuk juga akhir pertanggungjawaban termasuk kalau dari akhir ini pasca ini ya soal dana itu ditelusuri dananya berapa siapa yang nerima siapa yang nguasai dititipkan ke mana dan sebagainya," tandas Anam.
Dia menambahkan, pada sidang sebelumnya sempat dihadirkan saksi untuk membuat jelas bagaimana pemerasan terhadap 45 WN Malaysia.
"Itu juga kemarin di proses semua. Termasuk juga dikonfrontir, antara saksi yang meringankan dengan saksi yang memberatkan. Dan menurut saya metode itu, mekanisme itu profesional untuk mendapatkan siapa yang memberikan keterangan jujur, siapa yang memberikan keterangan tidak jujur, tidak lengkap, tidak faktual, sehingga majelis bisa meyakinkannya," tutup Anam.
Dua Anggota Polisi Dipecat
Polri telah menggelar sidang etik terhadap Kombes Donald Parlaungan Simanjuntak terkait kasus anak buahnya yang kedapatan memeras penonton konser musik DWP.
Hasilnya, ia bersama dengan Kanit dari Subdit III dilakukan atau diputus Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PDTH) dari institusi Korps Bhayangkara usai terkena mutasi dari jabatannya Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya.
Komisioner Komisi Polisi Nasional (Komplnas) Choirul Anam mengatakan, dalam sidang etik tersebut adanya beberapa catatan. Seperti belasan saksi yang dilakukan pemeriksaan.
"Belasan saksi ini baik yang memberatkan maupun yang meringankan terduga. Dalam konteks pemeriksaan saksi ini jadi lebih mendalam, peristiwanya jadi lebih terang dengan hadirnya saksi yang memberatkan maupun yang meringankan," kata Anam kepada wartawan, Rabu (1/1).
Kemudian, sejumlah bukti dan berbagai argumentasi atas peristiwa yang juga turut didalami majelis sedemikian rupa. Hal ini seperti mulai dari bagaimana alur perencanaan.
Kemudian, bagaimana alur pelaksanaan, maupun alur setelah hari H dan termasuk juga pelaporan aktvitasnya.
"Saya kira dengan adanya mekanisme tersebut, ya saksi yang memberatkan, saksi yang meringankan, yang di-crosscheck cukup mendalam. Ini menjadikan mekanisme sidang tersebut akuntabel. Kami mengapresiasi mekanisme akuntabilitas yang kemarin ada dalam sidang etik tersebut," jelasnya.
Selanjutnya, alur pertanggungjawaban yakni yang menggerakjan, siapa yang menggerakkan, kenapa dilakukan dan sebagainya. Hal itu juga disebutnya diperiksa secara detail hari per hari dan diperiksa.
"Termasuk juga siapa saja yanv terlibat di sana. Ini juga menurut saya penting. Atas dasar pemeriksaan tersebut makanya diputuskan PTDH untuk keduanya, untuk Direktur dan untuk Kanit. Untuk kasubdit belum, masih di-skors hingga Kamis," sebutnya.
"Skors ini memang juga karena saksinya bergantian, belasan itu, untuk terduga Direktur, untuk terduga Kanit, dan untuk terduga Kasubdit. Sehingga, juga cukup makan waku yang lama," tambahnya.