KPU Jelaskan Tingginya Golput di Pilkada Bali
Angka partisipasi pemilih hanya tercapai 71,92 persen dari target 75 persen.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Bali, I Dewa Agung Gede Lidartawan merespons angka partisipasi pemilih dan golongan putih (golput) di Provinsi Bali cukup tinggi.
Dari data yang dirilis oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Bali, tampak angka partisipasi pemilih hanya tercapai 71,92 persen dari target partisipasi minimal yang ditetapkan, yaitu 75 persen.
Kendati demikian, Ketua KPU Lidartawan mengatakan bahwa untuk angka partisipasi Pilkada Serentak di Bali jika dibandingkan sebelumnya di tahun 2018 adalah sama persis.
"Saya sudah pastikan hari ini saya sudah dapat hitung bahwa partisipasi pemilih untuk Provinsi Bali dibandingkan dengan 2018 itu adalah sama persis 71,9 persen. Jadi tidak ada penurunan," katanya usai Rapat Pleno Rekapitulasi, di Jimbaran, Kabupaten Badung, Bali, Minggu (8/12).
"Walaupun sebenarnya kalau sekarang kan de jure ni. Kalau kita lakukan de facto mungkin lebih tinggi, karena kalau de jure itu semuanya, bahkan yang sekarang sedang (warga yang kerja) di kapal pesiar semua yang kerja-kerja di luar termasuk itu termasuk di dalamnya," imbuhnya.
Ia juga menyebutkan, tidak mungkin seluruh warga Bali yang bekerja di luar negeri maupun di luar daerah pulang ke Bali untuk mencoblos di Pilkada 2024.
"Jadi enggak mungkin bisa pulang, mungkin itu salah satu contohlah. Misalnya ada keluarga kita yang di Jakarta pulang kemarin Februari, sekarang enggak bisa pulang lagi karena cutinya sudah habis dan lain sebagainya," ujarnya.
"Nah itulah yang terjadi. Tapi saya pastikan saya akan riset untuk itu, saya tidak mau angka-angka yang mungkin apa asumsi-asumsi, saya akan riset kenapa tidak hadir, saya pastikan itu akan saya berikan (data dan alasnya," tambah Lidartawan.
Ia juga menilai, bahwa yang memilih di Pilgub sebelumnya dan Pilgub 2024 tentu hanya pemilih-pemilih itu saja yang datang mencoblos.
"Waktu Pilgub kemarin dengan sekarang sama. Iya orangnya itu-itu saja yang memilih. Mungkin ada penambahan (pemilih) ada, yang sudah meninggal juga (ada)," jelasnya.
Menurutnya, kalau mau partisipasi tinggi di Pilkada serentak di Pulau Bali kedepannya tentu harus dicarikan solusi salah satunya dilakukan pendaftaran secara de facto dan jangan secara de jure.
"Kalau kita mau jujur ada dua solusi yang nanti harus kita lakukan. Pertama pendaftaran pemilihnya de facto jangan de jure yang ada di Bali. Atau kalau mau, semuanya memilih lakukan pemungutan suara dengan pos, seluruh masyarakat Bali yang ada di luar yang sedang di kapal pesiar kita data, kita berikan pos mereka memilih baru mereka bisa datang semua," katanya.
Sementara, saat ditanya apakah dalam Pilkada 2024 banyak masyarakat tidak memilih karena apatisme. Ia menilai bahwa soal apatisme itu tidak juga dan menurut hasil survei dirinya di Kabupaten Bangli, Bali, masyarakat tidak memilih karena pasangan calonya tidak disukai oleh masyarakat.
"Saya pikir tidak ada lagi apatisme itu dan mereka punya hak juga untuk tidak menggunakan hak pilihnya. Teman-teman ketahui, hasil survei saya di 2015 di (Kabupaten) Bangli yang tertinggi kenapa tidak hadir pemilih adalah karena calonnya tidak disukai itu sudah saya sudah saya lakukan di 2015. Nggak tahu nih, nanti kita lihat kenapa (masyarakat) enggak ada datang ke TPS," ujarnya.
Seperti diketahui, rinciannya jumlah orang yang menggunakan hak suaranya di tempat pemungutan suara (TPS) di Bali hanya sebanyak 2.364.485 orang dari total 3.287.601 yang terdata dalam daftar pemilih tetap (DPT) dan daftar pemilih khusus (DPK).
Hal tersebut berarti sebanyak 923.116 orang tidak memberikan hak suaranya ketika Pilkada serentak berlangsung di 27 November 2024 yang lalu.