Kronologi Upaya Suap Hakim MA untuk Bebaskan Ronald Tannur
Penyidik melakukan pengembangan setelah menangkap tiga hakim dari Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan adanya upaya suap dalam pengurusan perkara kasasi Ronald Tannur di Mahkamah Agung (MA). Tujuannya adalah agar hakim tidak membatalkan putusan bebas yang diberikan kepada terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dan tetap menjatuhkan vonis yang sama.
Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, menyampaikan bahwa penyidik melakukan pengembangan setelah menangkap tiga hakim dari Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang memberikan vonis bebas kepada Ronald Tannur.
"Pada hari Kamis, tanggal 24 Oktober 2024 sekitar jam 22.00 WIT, tim penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus telah melakukan penangkapan terhadap ZR, mantan pejabat tinggi Mahkamah Agung, yaitu yang bersangkutan pernah menjabat sebagai Kepala Badan Diklat Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung," ungkap Qohar di Kejagung, Jakarta Selatan, pada Jumat (25/10).
Dia menambahkan bahwa mantan petinggi MA, Zarof Ricar (ZR), diduga kuat terlibat dalam tindak pidana korupsi, dengan melakukan kolusi bersama Lisa Rahmat (LR), yang merupakan pengacara Ronald Tannur, untuk menyuap hakim MA pada tingkat kasasi.
"Pemufakatan jahat ini dilakukan untuk melakukan suap terkait dengan perkara tersebut, yang saat ini sedang dalam tahap kasasi, dan kemarin sudah divonis. Ronald Tannur dinyatakan bebas oleh Pengadilan Negeri dan kemudian mengajukan kasasi," jelasnya.
Awalnya, Lisa Rahmat meminta Zarof Ricar untuk mengatur agar hakim agung di MA tetap menyatakan Ronald Tannur tidak bersalah.
"LR menyampaikan kepada ZR, akan menyiapkan uang atau dana sebesar Rp5 miliar untuk hakim agung, dan untuk ZR akan diberikan fee sebesar Rp1 miliar atas jasanya," tambahnya.
Kirimkan uang sebesar Rp5 miliar
Pada bulan Oktober 2024, Lisa Rahmat menginformasikan kepada Zarof Ricar bahwa ia akan menyerahkan uang sebesar Rp5 miliar sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat.
"Uang tersebut sesuai catatan LR, di dalam catatan ya, LR akan diperuntukkan atau diberikan kepada ZR adalah untuk hakim agung atas nama S, atas nama A, dan, atas nama S lagi, yang menangani kasasi Ronal Tannur," ungkapnya.
Qohar menjelaskan bahwa Zarof Ricar awalnya menolak uang Rp5 miliar tersebut karena dianggap terlalu besar. Untuk mengatasi hal tersebut, ia menyarankan Lisa Rahmat untuk menukarkan uang tersebut menjadi mata uang asing di salah satu money changer yang berada di kawasan Blok M, Jakarta Selatan.
"Setelah LR menukarkan uang rupiah dalam bentuk uang asing, lalu LR datang ke rumah ZR di Senayan, Jakarta Selatan, untuk menyerahkan kepada ZR dalam bentuk uang asing yang jumlahnya seperti yang saya katakan tadi, yaitu Rp 5 miliar, ini kalau dikonversi menjadi mata uang rupiah," ujarnya.
Zarof Ricar menyimpan uang suap yang diterimanya dari Lisa Rahmat di brankas yang terletak di ruang kerja rumahnya di Senayan, Jakarta.
"Uang tersebut masih berada dalam amplop saat penggeledahan, masih di kediaman ZR. Oleh karena itu, dalam mengusut kasus ini, saya telah menyampaikan bahwa terdapat pemufakatan jahat untuk menyuap hakim agar perkara tersebut dapat bebas," tegas Qohar.