Lahan Perkebunan Diam-Diam Diserobot PT ABT, Warga Menjerit: Kami Butuh Hidup
Jika pada akhirnya perkebunan warga masuk batas patok yang dipasang perusahaan, maka 2.000 kepala keluarga akan terkena dampak.
Warga Desa Pemayungan, Kabupaten Tebo, Jambi merasa lahan perkebunan mereka diserobot. Penyebabnya, perusahaan Alam Bukit Tiga Puluh (PT ABT) yang bergerak di bidang restorasi ekosistem hutan di Jambi memasang patok sebagai batas area wilayah mereka.
Jika pada akhirnya perkebunan warga masuk batas patok yang dipasang perusahaan, maka 2.000 kepala keluarga akan terkena dampak.
"Kami menolak untuk dipasangnya patok tapal batas tersebut yang masuk wilayah Desa Pemayungan. Kami meminta pihak pemerintah jangan menghakimi kami kami ini butuh hidup juga," kata Isla Hamdan, Ketua BPD Desa Pemayungan saat diwawancarai pada Rabu (11/12).
Selama ini, katanya, perusahaan tersebut tidak pernah melakukan sosialisasi pada masyarakat setempat. Tiba-tiba saja, langsung memasang patok di lahan yang selama ini dikelola masyarakat Desa Pemayungan sebagai perkebunan untuk mata pencarian mereka. Total sudah 14.000 hektare area yang dipasang patok termasuk perkebunan masyarakat.
Sempat ada pertemuan antara warga dan perusahaan. Mereka berdalih memiliki surat sah atas lahan tersebut meski tak menunjukkan fisiknya. Juga membawa aparat yang membuat warga cemas.
"Jadi akibat ini masyarakat tidak bisa lagi bertani secara normal dan merasa ketakutan. Ya kalau emang ada suratnya yang jelas kami akan menerima, ini kan belum jelas serta tidak ada sosialisasi kepada masyarakat," ujarnya.
Walhi Minta Dihentikan
Terpisah, Direktur WALHI Jambi Abdullah juga meminta aktivitas pemasangan patok yang dilakukan PT Alam Bukit Tiga Puluh (PT ABT) sebagai perusahaan restorasi ekosistem hutan di Kabupaten Tebo harus dihentikan.
"Itu harus dihentikan karena pemasangan patok tidak melewati proses sosialisasi kepada masyarakat dan tidak ada persetujuan," katanya.
WALHI menambahkan, jika memang kawasan itu milik PT ABT maka penataan sudah seharusnya dilakukan sejak mereka diberikan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem (IUPHHK-RE) dalam Hutan Alam seperti yang termuat dalam Surat Keputusan Kepala Badan Penanaman Modal Dalam Negeri (BPMDN) No. SK.7/1IUPHHK-HA/PMDN/2015 pada tanggal 24 Juli 2015.
"Tapi hal ini tidak dilakukan oleh pihak perusahaan sehingga menimbulkan permasalahan dan konflik terhadap masyarakat. Jadi saya harapkan ini bisa menjadi hak hidup dan hak penghidupan masyarakat. Kami dari WALHI Jambi juga telah membantu untuk masyarakat agar mendapatkan haknya tersebut," ujar Abdullah.
Penjelasan PT ABT
Dikonfirmasi terpisah, PT Alam Bukit Tiga Puluh menegaskan bahwa perusahaan mereka beroperasi sesuai dengan izin yang mana sudah dilengkapi dengan petanya.
"Jadi kami ini bergerak dengan izin dan kami sudah ada lampiran petanya, yang kami lakukan sekarang dan kewajiban kami sebagai perusahaan tapal batas sesuai dengan kerja instruksi kerja dari pemerintah," kata Manajer Komunikasi dan Kemitraan PT ABT Nety Riana Sari saat dikonfirmasi melalui sambung telepon oleh merdeka.com pada Rabu (11/12).
Perihal keluhan warga desa Pemayungan, pihak perusahaan belum bisa menjelaskan secara rinci.
"Kami lagi membuat rilis dan nanti kami akan kirimkan hasilnya," katanya singkat.
Namun dia pastikan, dalam proses pemasangan patok, petugas di lapangan bekerja sesuai dengan instruksi. Termasuk soal keterlibatan aparat penegak hukum.
"Kami kan harus banyak melibatkan banyak pihak ya salah satunya membawa aparat ya aparat. Kita sebagai warga negara Indonesia yang baik dan perusahaan juga tidak memiliki kewenangan di bidang hukum sehingga kita gunakan aparat," kata pihak perusahaan berdalih.