LSM adukan pemberedelan majalah Lentera ke Komnas HAM
Merdeka.com - Lembaga Masyarakat Sipil dan Individu mengadukan pemberedelan majalah Lentera berjudul 'Salatiga Kota Merah' oleh aparat Kepolisian kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Majalah Lentera dibuat oleh lembaga pers mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah.
Ketua Aliansi Jurnalis Independen Indonesia Suwarjono mengatakan, majalah Lentera hanya memuat karya jurnalistik tentang peristiwa Gerakan 30 September 1965. Mereka sudah melakukan penelitian terhadap instansi pemerintahan di Salatiga.
"Mahasiswa melakukan penelusuran tentang Wali Kota Salatiga Bakri Wahab yang diduga anggota PKI, serta penangkapan Komandan Korem 73/Makuratama Salatiga. Selain itu, mahasiswa juga mengupas pembantaian anggota PKI di Salatiga dengan melakukan reportase di Lapangan Skeep Tengaran, Kebun Karet di Tuntang dan Beringin, serta di Gunung Buthak di Susukan," kata Suwarjono di hadapan perwakilan Komnas HAM, Koordinator Sub Komisi Media Ansori Sinungan di Ruang Pengaduan Komnas HAM, Jakarta, Kamis (22/10).
-
Siapa yang menyampaikan laporan tentang peristiwa 1965? Mahfud mengatakan Gubernur Rusdy menyampaikan terkait peristiwa 1965 di Sulteng.
-
Apa yang terjadi di Gerakan 30 September? Gerakan 30 September langsung ditumpas habis sehari usai mereka menculik dan menghabisi para Jenderal Angkatan Darat.
-
Kapan G30S/PKI terjadi? 'Jumlah pasukan yang ikut gerakan ini sangat kecil. Kodam Jaya punya 60.000 prajurit, 20 kali lebih banyak dari pasukan yang ikut G30S.
-
Kapan PKM pertama kali? Program PKM pertama kali digelar pada 2001.
-
Mengapa mahasiswa demo di tahun 1965? Para mahasiswa yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) itu tidak puas dengan kebijakan pemerintahan Orde Lama. Mereka terus melakukan demonstrasi dan meminta Presiden Sukarno bertindak tegas terhadap PKI dan menteri-menteri yang tidak becus bekerja.
-
Siapa yang memimpin gerakan G30S/PKI? Brigjen Soepardjo menjadi salah satu tokoh kunci dalam gerakan tersebut bersama DN Aidit, Sjam Kamaruzaman, dan Letnan Kolonel Untung Sjamsuri.
Atas penerbitan tersebut, kata dia, Pemimpin Umum LPM Lentera Arista Ayu Nanda, Pemred LPM Lentera Bima Satri dan Bendahara LPM Lentera Septi Dwi Astuti diperiksa Polres Salatiga. Mereka diinterogasi tanpa sepengetahuan pihak Rektorat Kampus Universitas Kristen Satya Wacana.
Lanjut dia, para mahasiswa yang memuat majalah Lentera tersebut tak dikenakan sanksi oleh kampus Universitas Kristen Satya Wacana. Pihaknya meminta majalah Lentera yang berjudul 'Salatiga Kota Merah' ditarik kembali dari peredaran.
"Mereka (Mahasiswa) ini bertujuan belajar menerbitkan media cetak. Kami meminta Komnas HAM untuk menyelidiki dan melindungi mahasiswa yang dikabarkan diancam," kata dia.
Di kesempatan yang sama, Koordinator Sub Komisi Media Komnas HAM Ansori Sinungan mengatakan, pihaknya akan bertemu Rektor Universitas Kristen Satya Wacana dalam penyelidikan awal kasus majalah Lentera ini. Pihaknya juga sudah mencatat laporan yang sudah diadukan dan menyampaikannya pada Komisioner Komnas HAM.
"Penarikan majalah itu mungkin pihak kepolisian karena adanya desakan masyarakat, kalau penarikan itu sudah sesuai kaidah pers maka tak pantas dilarang," ujar Ansori.
Baca juga:
Polisi bantah intimidasi mahasiswa karena Lentera tulis sejarah PKI
Komnas HAM akan investigasi Majalah Lentera yang bahas PKI
'Gestapu pemberontakan setengah hati'
Membongkar kebohongan 'sama rasa sama rata' para pemimpin komunis
Kalau tahun 1965 PKI menang, ini yang bakal terjadi di Indonesia (mdk/hhw)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sejumlah pers diberedel pada masa Orde Baru karena mengkritik pemerintah.
Baca SelengkapnyaGugatan perdata lima eks staf khusus Gubernur Sulawesi Selatan terhadap dua media dan jurnalis di Makassar sebesar Rp700 miliar ditolak hakim PN Makassar.
Baca SelengkapnyaBanyak spekulasi tentang keterlibatan CIA dan dinas rahasia AS dalam peristiwa G30S/PKI. Bagaimana sebenarnya?
Baca SelengkapnyaBuya Hamka merupakan seorang ulama, aktivis politik, dan sastrawan.
Baca SelengkapnyaBuku diterbitkan bertepatan gerakan melawan lupa 17 tahun aksi Kamisan terhadap 13 korban aktivis 97-98
Baca Selengkapnya1 Oktober 1965, pukul 03.00 WIB, belasan truk dan bus meninggalkan Lubang Buaya. Mereka meluncur ke Pusat Kota Jakarta untuk menculik tujuh Jenderal TNI.
Baca SelengkapnyaFilm Vina: Sebelum 7 Hari dianggap membuat gaduh yang bisa mengganggu proses hukum.
Baca SelengkapnyaNinik menegaskan mandat penyelesaian karya jurnalistik itu seharunya ada di Dewan Pers.
Baca SelengkapnyaKetua AJI Jakarta, Afwan Purwanto mengatakan kasus kali ini merupakan kasus kekerasan terhadap jurnalis yang terus berulang menjelang tahun politik 2024.
Baca Selengkapnya