Melihat Lagi Dakwaan Ronald Tannur Buntut Kematian Teman Kencan Dini Sera, Dituntut 12 Tahun Bui Kini Divonis Bebas
Ketua Majelis Hakim Erintuah Damanik membebaskan anak anggota DPR itu karena melihat masih ada upaya Ronald menolong Dini yang sedang sekarat.
Persidangan kasus penganiayaan berujung tewasnya Dini Sera Afriyanti (29) disorot. Bagaimana tidak, terdakwa Gregorius Ronald Tannur divonis bebas oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya pada Rabu (24/7) kemarin.
Ketua Majelis Hakim Erintuah Damanik membebaskan anak anggota DPR itu karena melihat masih ada upaya Ronald menolong Dini yang sedang sekarat. Pertolongan yang dimaksud, membawa korban ke rumah sakit.
Itu sebabnya, hakim menilai putra politikus PKB itu tidak terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan pembunuhan maupun penganiayaan yang menyebabkan tewasnya korban. Mengacu putusan itu pula, hakim meminta jaksa segera membebaskan Ronald dari tahanan.
"Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan sebagaimana dalam dakwaan pertama pasal 338 KUHP atau kedua Pasal 351 ayat (3) KUHP Atau ketiga Pasal 359 KUHP dan 351 ayat (1) KUHP dan membebaskan terdakwa dari segala dakwaan jaksa penuntut umum di atas," kata hakim ketua Erintuah.
Ronald yang duduk di kursi pesakitan langsung meluapkan rasa syukurnya. Bahkan dia sempat menangis.
"Gak papa... yang penting tuhan yang membuktikan," kata Ronald.
Didakwa Pasal Pembunuhan
Sidang perdana kasus tewasnya Dini Sera digelar 19 Maret 2024 lalul. Dalam dakwaan yang dibacakan oleh JPU dari Kejaksaan Negeri Surabaya, M Darwis, Ronald Tannur dijerat dengan pasal berlapis. Yakni, pasal 338 KUHP atau kedua Pasal 351 ayat (3) KUHP Atau ketiga Pasal 359 KUHP dan 351 ayat (1) KUHP.
Pasal 338 KUHP sendiri merupakan pasal tentang pembunuhan. Ancaman pidananya disebut maksimal adalah 15 tahun penjara.
Dalam dakwaan juga dijelaskan detik-detik tewasnya Dini Sera saat bersama Ronald Tannur. Kejadian bermula saat keduanya menghadiri undangan pesta minuman keras di tempat karaoke Black Hole, Surabaya.
Di tempat itu keduanya sempat cekcok saat berada di dalam lift. Dini menampar terdakwa Tannur. Lalu dibalas terdakwa. Tannur juga memukul korban dengan menggunakan botol minuman keras.
"Atas kejadian itu, terdakwa sempat melakukan pengecekan CCTV untuk mengetahui siapa yang memukul lebih dulu. Namun, upaya itu tidak membuahkan hasil karena manajemen mall sudah tutup," tambahnya.
Usai berupaya mengecek CCTV, terdakwa kembali menuju bassement parkiran mobil. Di tempat itu, terdakwa melihat korban terduduk di pinggir mobil sebelah kiri pintu penumpang depan.
Terdakwa lalu bertanya pada korban apakah ia akan ikut pulang. Namun, karena tak juga dijawab, terdakwa lalu memacu mobilnya dengan membelokkan ke sebelah kanan.
Akibatnya, tubuh korban yang sempat jatuh mengikuti arah gerakan mobil pun, terlindas oleh mobil terdakwa. Merasakan sesuatu pada mobilnya, terdakwa sempat berhenti dan turun dari mobil. Namun, karena di belakang mobilnya ada mobil lain yang hendak lewat, ia pun meminggirkan mobilnya kembali.
Di saat yang sama, korban sudah dalam posisi tergeletak tidak berdaya. Beberapa security yang mengetahui hal tersebut lalu meminta terdakwa untuk membawa korban pergi.
Meski awalnya terdakwa mengaku tidak kenal dengan korban, ia lantas menaikkan korban ke atas mobil dan meletakkannya di baris belakang mobilnya. Korban lalu dibawa ke apartemennya. Di tempat ini lah, korban diketahui sudah tidak bernafas.
"Korban sempat dibawa ke Rumah Sakit National Hospital. Bahwa setelah berada di lobby UGD Rumah Sakit National Hospital di cek oleh saksi dokter, korban dinyatakan meninggal dunia," tegasnya.
Dituntut 12 Tahun Penjara
Melihat fakta-fakta yang tersaji di persidangan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ahmad Muzzaki menuntut terdakwa selama 12 tahun penjara.
Ia dituntut tinggi lantaran dianggap terbukti dalam dakwaan pertama yakni pasal 338 KUHP tentang pembunuhan. Dia juga dituntut membayar restitusi pada keluarga korban atau ahli waris senilai Rp 263,6 juta.