Menteri Siti Nurbaya: Indonesia bekerja nyata jaga lingkungan dunia
Merdeka.com - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Menteri LHK) Siti Nurbaya mengatakan Indonesia turut berperan serta dalam menjaga lingkungan dunia. Menurutnya, komitmen Indonesia ini telah dibuktikan dengan menandatangani Perjanjian Paris tentang Perubahan Iklim pada Upacara Tingkat Tinggi Penandatanganan Perjanjian Paris (high-level Signature Ceremony for the Paris Agreement) yang berlangsung di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat, pada 22 April 2016.
"Menurut laporan dari Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), sebuah badan ilmiah antar-pemerintah di bawah naungan PBB, menyatakan bahwa perubahan iklim telah berdampak nyata terhadap kehidupan manusia dan telah langsung dirasakan oleh berbagai negara di dunia, termasuk negara-negara tropis seperti Indonesia," kata Menteri Siti, Minggu (4/12).
Oleh karena itu, menurutnya, Indonesia sangat berkepentingan agar salah satu mekanisme mencegah perubahan iklim yaitu REDD+ dapat diimplementasikan secara penuh. Sebab, melalui komitmen ini perubahan iklim dapat diantisipasi melalui upaya perlindungan hutan yang berarti juga melindungi keanekaragaman hayatinya.
-
Apa itu Protokol Kyoto? Protokol Kyoto adalah perjanjian internasional yang dibuat untuk meminimalkan emisi polutan beracun, termasuk gas rumah kaca, yang mempengaruhi perubahan iklim.
-
Siapa yang menandatangani nota kesepahaman? Penandatanganan dilakukan oleh Direktur Alsintan Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Muhammad Hatta dan Dekan Fakultas Teknik Pertanian UGM Eni Harmayani.
-
Kapan Protokol Kyoto diterapkan? Perjanjian ini awalnya ditandatangani oleh 55 negara dan secara praktis diterapkan pada tahun 2008.
-
Siapa yang menandatangani perjanjian kerja sama? Pada akhir acara penandatangan Nota Kesepahaman serta Perjanjian Kerjasama ditandatanganisecara langsung oleh Dekan FH UMY dan Ketua PTUN Yogyakarta.
-
Mengapa Protokol Kyoto dibuat? Protokol Kyoto telah diterima oleh lebih dari 190 negara termasuk Uni Eropa (UE).
-
Siapa yang menandatangani Protokol Montreal? Protokol Montreal ditandatangani oleh 46 negara pada tanggal 16 September 1987 dan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1989 setelah diratifikasi oleh 20 negara.
Dia mengatakan, Indonesia menjadi salah satu dari 55 negara pertama yang melakukan ratifikasi karena Indonesia menyadari bahwa sektor kehutanan dan pemanfaatan lahan adalah sektor yang paling signifikan dalam pengendalian perubahan iklim.
"Terutama karena kawasan hutan yang luasnya mencapai 65 persen dari luas wilayah negara Indonesia, juga merupakan tempat yang kaya akan keanekaragaman hayati," katanya.
Lebih lanjut dia mengatakan, pengendalian perubahan iklim di Indonesia memerlukan proses nasional dan internasional yang bersifat sistematis, sinergis dan terintegrasi serta berkelanjutan.
Beberapa kebijakan dan langkah operasional Indonesia yang berdampak langsung pada penurunan emisi diantaranya; melakukan moratorium dan restorasi gambut, pengendalian kebakaran hutan dan lahan, serta pencegahan deforestasi.
"Semua kebijakan dan langkah operasional tersebut memiliki indikator yang jelas sehingga terukur dan bisa dipantau dan diverifikasi," tegas Menteri Siti.
Dia menegaskan, pemerintah Indonesia bekerja nyata mengurangi efek perubahan iklim yang menjadi masalah dunia. Di antaranya melalui berbagai upaya seperti penambahan stok karbon, pembangunan berkelanjutan, pengurangan efek gas rumah kaca, menjaga siklus air, kualitas lingkungan, dan lainnya.
"Penambahan stok karbon melalui kebijakan menjaga Hutan Alam, Hutan Konservasi, Hutan Produksi, Hutan Desa, dan mengelola kemitraan bersama rakyat. Pembangunan berkelanjutan dan pengelolaan hutan lestari," katanya.
Dilakukan penetapan kawasan hutan, arahan ruang pemanfaatan hutan, pengendalian penggunaan kawasan hutan, penyiapan ruang kawasan hutan untuk ketahanan pangan dan energi.
Pengurangan efek gas rumah kaca. Melalui pengelolaan pemakaian TPA, mengurangi pemakaian bahan baku pada industri, meningkatkan kegiatan daur-ulang (3R), substitusi pemakaian energi tak terbarukan menjadi energi terbarukan.
Selain itu melakukan komposting dalam upaya pembentukan unsur Carbon (C) yang lebih stabil, serta meningkatkan mutu pengelolaan sampah.
Menjaga siklus air dengan cara melakukan pengelolaan Daerah Air Sungai, rehabilitasi hutan lindung, pembangunan Gully Plug, Dam Penahan, dan sumur resapan.
Selanjutnya, menjaga kualitas lingkungan. Kerja nyatanya dalam upaya pengendalian pencemaran udara, air, kerusakan pesisir, laut, kerusakan lahan akses terbuka dan kerusakan gambut.
"Hal penting lainnya adalah pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Di antaranya dengan target kerja penurunan hotspot, penurunan luas kebakaran hutan, serta peningkatan SDM pengendalian karhutla," katanya.
(mdk/dan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
ISF 2023 mengungkap bahwa emisi karbon Indonesia 2,3 ton per kapita.
Baca SelengkapnyaDitemani Menteri LHK, Jokowi Bertemu Menteri Iklim dan Lingkungan Norwegia Sore Ini
Baca SelengkapnyaPresiden Prabowo Subianto melakukan pertemuan dengan Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) António Guterres. Sejumlah isu strategis dibahas.
Baca SelengkapnyaJokowi menekankan pentingnya menjaga kelestarian bumi.
Baca SelengkapnyaPutu menyebut untuk level legislatif atau Parlemen se-ASEAN menekankan pada aspek episentrum ekonomi yakni kesejahteraan, masyarakat, dan planet (lingkungan).
Baca SelengkapnyaMenurutnya, diplomasi yang dilakukan Indonesia sangat terampil dengan keteguhan pada prinsip termasuk pada piagam PBB.
Baca SelengkapnyaJokowi juga akan menghadiri presidensi event terkait transformasi food system, KTT G-77, serta melakukan beberapa pertemuan bilateral.
Baca SelengkapnyaIndonesia lebih awal menginisasi beberapa aksi pengendalian perubahan iklim.
Baca SelengkapnyaNorwegia juga memberikan dukungan konkretnya dengan mengkontribusikan USD156 juta.
Baca SelengkapnyaPemerintah menargetkan net zero emission (NZE) atau emisi nol bersih pada tahun 2060 mendatang.
Baca SelengkapnyaPrabowo menekankan pentingnya tindakan kolektif dari anggota G20 untuk mendukung pembangunan berkelanjutan, khususnya dalam mengatasi dampak perubahan iklim.
Baca SelengkapnyaISF 2023 juga menampilkan 14 sesi tematik tentang isu-isu seperti ekonomi sirkular, kerja sama internasional dan lainnya.
Baca Selengkapnya