Wamenkeu: Perubahan Iklim Tak Lepas dari Peranan Sektor Keuangan
Pemerintah menargetkan net zero emission (NZE) atau emisi nol bersih pada tahun 2060 mendatang.
Pemerintah menargetkan net zero emission (NZE) atau emisi nol bersih pada tahun 2060 mendatang.
Wamenkeu: Perubahan Iklim Tak Lepas dari Peranan Sektor Keuangan
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara menyebut, sektor keuangan memiliki peranan penting dalam upaya menekan emisi karbon untuk mengatasi perubahan iklim. Pemerintah menargetkan net zero emission (NZE) atau emisi nol bersih pada tahun 2060 mendatang.
Merdeka.com
"Peran dari sektor keuangan luar biasa besar. Tidak akan mungkin tanpa partisipasi sektor keuangan," kata Suahasil di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Senin (11/12).
Suahasil menyampaikan, peran penting sektor keuangan dalam mengatasi perubahan iklim tercermin dari kolaborasi antara perusahaan bersama pemerintah dalam hal pembiayaan. Mengingat, keuangan APBN yang terbatas untuk membiayai berbagai program mitigasi perubahan iklim."Artinya kita kerja sama. Kita combine uang APBN yang uang rakyat, kita kombinasikan dengan dunia usaha, sektor keuangan, dengan dukungan internasional," jelas Suahasil.
Selain kolaborasi bersama perusahaan sektor keuangan, pemerintah secara khusus juga menyiapkan anggaran untuk mengatasi perubahan iklim melalui APBN. Bahkan, pemerintah memberikan laporan khusus terkait penggunaan APBN untuk pembiayaan program perubahan iklim.
"Ternyata APBN sudah memiliki anggaran untuk menangani perubahan iklim. Sekarang secara rutin anggaran itu kita keluarkan dalam suatu laporan yang disebut budget tagging on cilemate change. Bisa cari di BKF," pungkas Suahasil.
Merdeka.com
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai persoalan perubahan iklim merupakan masalah serius.
Menurutnya, Indonesia bisa kehilangan potensi ekonomi Rp 112,2 triliun atau 0,5 persen dari GDP pada 2023 akibat krisis perubahan iklim.
"Pada 2030, Indonesia bisa kehilangan potensi ekonomi akibat krisis perubahan iklim sebesar 0,6 sampai 3,45 persen dari GDP," kata Sri Mulyani dalam HSBC Summit 2022 di Jakarta, Rabu (14/9).
Sri Mulyani mengatakan, tanda-tanda terjadinya krisis perubahan iklim bisa dilihat dari kenaikan emisi gas sebesar 4,3 persen dari 2010-2018. Selanjutnya, kian maraknya kerusakan ekosistem lingkungan.
"Kemudian, suhu udara yang naik 0,03 derajat celcius tiap tahun serta tinggi permukaan laut yang naik 0,8-1,2 cm," imbuhnya.
Pemerintah, kata Sri Mulyani, berkomitmen untuk mengurangi emisi lewat kesepakatan Paris Agreement yaitu menurunkan 29 persen emisi C02 upaya sendiri. Sedangkan, penurunan 41 persen CO2 dengan bantuan internasional pada 2030.