Partai Gelora Pisah dengan KIM Plus di Pilkada Solo: Kami Tidak Dihargai
Partai Gelora menyatakan mundur dari KIM Plus yang mengusung pasangan calon wali kota dan wakil wali kota Respati Ardi-Astrid.
Partai Gelora menyatakan mundur dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus yang mengusung pasangan calon (paslon) wali kota dan wakil wali kota Respati Ardi-Astrid Widayani di Pilkada Solo 2024. Pernyataan tersebut disampaikan Ketua DPD Partai Gelora Solo Sumarno, didampingi sejumlah pengurus, di salah satu rumah makan di Banyuanyar, Selasa (22/10) malam.
"Kami di sini menanggapi benar adanya bahwa DPD Partai Gelora Surakarta mencabut dukungan dari paslon 02 Respati-Astrid dengan sejumlah alasan," ujar Sumarno.
"Kami tidak dihargai, karena jujur Gelora sulit berkoordinasi dengan pasangan calon," imbuhnya menegaskan.
Lanjut Sumarno, walaupun Partai Gelora bukan partai parlemen, tetapi tidak diperankan aktif dalam kampanye. Menurutnya, justru relawan lah yang selama ini berperan aktif dan dilibatkan.
"Mereka tidak komit dengan apa yang disepakati awal. Tidak solid dan kita sebagai partai tersekat dengan tim sukses dari calon pasangan," ungkapnya.
Dikatakan Sumarno, keputusan untuk mundur dari koalisi telah dikonsultasikan dengan pimpinan daerah maupun pusat. Dan pihaknya telah diberikan kebebasan untuk menentukan sikap.
"Kami awalnya bergabung karena semangat yang sama dengan KIM di pusat. Namun, seiring berjalannya waktu, kami merasa semakin tidak dihargai. Kami hanya dianggap sebagai penggembira, bahkan semakin hari kami tidak dilibatkan dalam kegiatan apapun," urainya.
Sumarno mengaku telah secara bulat menentukan sikap tersebut. Pihaknya tidak akan mau jika diminta untuk kembali ke koalisi pendukung Respati-Astrid.
"Tekad kami sudah bulat, tidak akan kembali. Sekarang kami masih akan menunggu. Kalau ada partai lain yang memberikan tawaran bergabung, kami akan lihat dulu visi misinya seperti apa," tandasnya.
Sumarno menegaskan, meskipun Partai Gelora bukan partai besar dan tidak memiliki kursi di DPRD Solo, bukan berarti mereka tidak memiliki harga diri.
"Kami sadar posisi kami, tapi ketika relawan yang lebih banyak berperan aktif sementara kami diabaikan, rasanya tidak pantas kami terus bertahan," pungkasnya.