'NU dan PKI sama-sama jadi korban, tak ada pembantaian massal'
Merdeka.com - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama meluncurkan buku putih yang berjudul "Benturan NU-PKI: 1948-1965". Dalam buku itu, NU mengambil sikap akan kejadian pemberontakan PKI di Madiun pada 1948 dan pembantaian PKI pada 1965.
Wakil Ketua PBNU As'ad Said Ali mengatakan dua kejadian terhadap Partai Komunis Indonesia (PKI) itu adalah konflik Horizontal. As'ad mengatakan tidak ada kelompok-kelompok tertentu yang menyerang PKI dalam dua kejadian itu.
As'ad mengungkapkan kejadian itu dimulai dari provokasi oleh PKI sendiri. PKI oleh As'ad disebut saat itu juga melakukan teror dan mau tidak mau semua pihak melakukan perlawanan.
-
Kapan pembantaian PKI terjadi? Saat peristiwa pembantaian para anggota PKI yang terjadi pada kurun waktu tahun 1965-1967, Pak Darmadi masih duduk di kelas 4 SD.
-
Siapa yang melakukan penganiayaan? Seorang bocah berusia 8 tahun di Semarang diduga dibakar teman sepermainannya.
-
Siapa yang melakukan intimidasi di PSU Kuala Lumpur? Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengatakan bahwa pelaku intimidasi di PSU Kuala Lumpur dapat dipidana. 'Bisa dibawa ke pidana, tetapi kita lihat tergantung dari otoritas setempat, dan Sentra Gakkumdu (Penegakan Hukum Terpadu) yang ada karena Sentra Gakkumdu lagi fokus pada penanganan pelanggaran pidana yang ada di pengadilan,' kata Bagja di Gedung Bawaslu RI, Jakarta, Rabu (13/3).
-
Siapa pelaku penganiayaan? Viral Remaja Pukuli Bocah Lalu Mengaku sebagai Keponakan Mayor Jendera Sekelompok remaja tmenganiaya dan mencaci bocah di Bandung, Jawa Barat.
-
Siapa yang memimpin PPKI? Sejak kekelahan Jepang atas Sekutu, ia menjadi anggota dari Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) bersama Ahmad Subarjo, Kasman Singodimedjo, dan tokoh-tokoh penting lainnya.
"Buku ini mengungkapkan secara utuh bahwa NU dan segenap umat Islam, serta TNI tidak serta merta menyerang PKI. Kejadian itu dimulai dari provokasi, gerakan dan pemberontakan yang dilakukan oleh PKI sendiri dan itu diikuti dengan teror, ancaman, penyerangan, serta pembantaian sehingga mau tidak mau semua pihak melakukan perlawanan," kata As'ad dalam pembukaan peluncuran buku di Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Senin (9/10).
Lebih lanjut As'ad mengatakan, PKI menjadi musuh bersama karena dinilai agresif, menganggap semua yang berbeda dianggap sebagai lawan. Kumdian menurut As'ad PKI dianggap menciptakan musuhnya sendiri.
"PKI menjadi musuh bersama karena sikapnya yang agresif yang menganggap semua yang berbeda sebagai lawan dan lawan yang diciptakan itu sendiri yang bangkit melawan PKI. Sementara tindakan NU dilakukan dalam rangka menyelamatkan akidah dan melindungi NKRI yang telah diproklamasikan pada 1945," papar As'ad.
Bila masyarakat internasional mengecam terhadap pembantaian PKI. Maka menurut As'ad dalam buku putih NU itu, hal itu disebut sebagai benturan dan bukan konflik.
"Itulah kenapa judulnya benturan. Buku ini menunjukkan tidak ada yang disebut sebagai genosida terhadap PKI oleh kelompok tertentu. Yang terjadi adalah konflik horizontal yang dipicu oleh PKI sendiri terutama ketika terjadi kekacauan dan vakum kekuasaan. Juga tidak ada pelaku tunggal dan korban tunggal. Semua menjadi pelaku dan semua menjadi korban. Buku ini mengungkap data korban dari kalangan NU dalam dua peristiwa itu yang tidak pernah dicatat oleh peneliti barat," ujar As'ad.
As'ad mengatakan dengan munculnya buku ini, NU mengambil sikap tegas atas dua kejadian itu. Dia merasa setiap 30 September banyak kiai merasa terteror kalau NU adalah pembantai PKI. Bagi As'ad baik korban dari PKI dan NU sudah berlangsung rekonsiliasi dan menurutnya tidak ada masalah.
"Kami ingin menunjukkan sikap yang tegas, setiap 30 September warga NU selalu terteror. Kiai selalu bertanya akan hal itu, karena itu, buku ini perlu diterbitkan. Mulanya ini untuk internal NU, agar warga NU sejarahnya," terang As'ad.
Dalam peluncuran buku itu dihadiri oleh Kiki Syahnakri dari Persatuan Purnawiran Angkatan Darat, Abdul Mun'im DZ dari riset penulisan buku, dan KH Kholid Mawardi salah seorang sesepuh NU.
(mdk/ian)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ma'ruf Amin tidak lagi menjadi penengah. Karena, menurutnya tidak ada lagi konflik antara PKB-PBNU.
Baca SelengkapnyaWarga Nahdliyin yang tergabung komunitas Jaringan Nahdliyin Pengawal Khitthah Nahdlatul Ulama (JNPK-NU) prihatin terhadap kisruh PBNU dan PKB.
Baca SelengkapnyaGus Yahya mengakui hubungan PBNU dan PKB memang tidak erat. Alasannya, PBNU menganggap semua kelompok sama.
Baca SelengkapnyaHal ini bertujuan untuk memberikan payung hukum bagi aparat di lapangan untuk melakukan penindakan.
Baca SelengkapnyaPKB tidak khawatir suara warga NU atau Nahdliyin bakal lari ke Mahfud.
Baca SelengkapnyaIman mengatakan, sejarah kelahiran PKB memang lekat dengan Nahdlatul Ulama (NU).
Baca SelengkapnyaMa’ruf Amin mengingatkan seharusnya kedua lembaga tidak boleh saling intervensi.
Baca SelengkapnyaCak Imin juga setuju dengan pernyataan Gus Yahya pengurus PBNU tidak boleh mengatasnamakan organisasi dipimpinnya secara politik.
Baca SelengkapnyaDua organisasi ini dianggap sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia.
Baca SelengkapnyaMenurut Ma’ruf, mendamaikan dua pihak yang berseteru merupakan perintah agama.
Baca SelengkapnyaWapres meminta PKB dan PBNU seharusnya tidak berkonflik karena telah memiliki tugas yang berbeda.
Baca SelengkapnyaCak Imin kemudian mengungkap pesan Ma'ruf Amin untuk PBNU.
Baca Selengkapnya