Pemilu di Bima Diwarnai Kerusuhan Hingga Kotak Suara Dibakar, Ini Penjelasan KPU
Kerusuhan terjadi di Bima, sejumlah kotak suara dibakar
Pemilu di Bima Diwarnai Kerusuhan Hingga Kotak Suara Dibakar, Ini Penjelasan KPU
Pemilihan anggota legislatif di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) diwarnai kerusuhan. Sjeumlah kotak suara dirusak dan dibakar. Pangkal persoalan karena dua warga tidak terima dengan perolehan suara.
"Saat ini situasinya sudah reda sejak Rabu malam pukul 23.30 WITA, berkat kesigapan aparat Polri dan TNI dan Bawaslu dan KPU kabupaten kerja sama untuk amankan situasi. Seluruh logistik pemilu yang masih aman sudah dipindahkan ke KPU Kabupaten Bima," kata Ketua KPU NTB Muhammad Khuwailid, Jumat (16/2).
Dari laporan yang diterima, terdapat sejumlah kotak suara yang berisi surat suara yang dirusak dan dibakar.
Sementara, untuk pelakunya sebanyak dua orang dan saat ini sudah diamankan Polres Kabupaten Bima.
"Apakah dengan terbakarnya surat suara tidak bisa dihitung atau ada akibat-akibat lain, nanti akan kita pelajari lebih lanjut dalam pleno untuk kami menentukan sikap selanjutnya," ucap Khuwailid. Dikutip dari Antara.
Imbas dari kejadian itu, KPU NTB masih mengkaji kemungkinan digelar pemungutan suara ulang (PSU) di sejumlah tempat pemungutan suara (TPS) di Kecamatan Parado.
"PSU bisa saja tapi kita harus dapatkan hasil atau gambaran secara utuh dulu, tentu kita lihat prosesnya," tuturnya.
Pelaksanaan PSU diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Salah satu syaratnya apabila terjadi bencana alam atau kerusuhan, sehingga penghitungan suara tidak dapat dilakukan.
"Kalau hasilnya tidak bisa dihitung dan secara regulasi sesuai UU Nomor 7 tentang Pemilu maka pilihannya itu akan melakukan PSU atau melakukan pemilu susulan atau lanjutan. Nanti kita akan lihat dulu fakta yang terjadi di lapangan," terangnya.
Khuwailid menjelaskan kasus yang terjadi di Kecamatan Parado, ini sebetulnya akibat ada tim calon legislatif yang kalah saat proses penghitungan suara dan tidak menerima, kemudian melakukan perusakan dan pembakaran kotak suara.
"Informasi yang kita dapatkan meminta dilakukan penambahan suara kepada KPPS, tapi keinginan itu tidak bisa dilaksanakan sehingga menimbulkan emosi dan yang berujung pada pembakaran terhadap beberapa kotak suara," ujar Khuwailid.
Menurutnya, eskalasi pertama kali berasal dari Desa Parado Wane yang kemudian bergeser dan meluas ke Desa Parado Rato dan Panca dan Mere.