Lima orang yang diduga terlibat jaringan sindikat perdagangan ginjal internasional ditangkap Keimigrasian Ponorogo. Mereka diringkus saat mengurus paspor.
Penjualan Ginjal ke Kamboja Digagalkan Imigrasi Ponorogo
Kadiv Keimigrasian Kanwil Kemenkumham Jatim Hendro Tri Prasetyo mengatakan, kelima orang yang ditangkap itu memiliki peran berbeda. Dua orang dipastikan calon korban yang akan menjual ginjalnya. Sementara tiga orang lainnya adalah sindikat penjualan organ internasional.
"Lima orang yang diamankan, dua di antaranya diduga sebagai korban yang akan menjual ginjalnya, sedangkan tiga lainnya diduga punya peran masing-masing dalam sindikat yang menyalurkan korban."
Kadiv Keimigrasian Kanwil Kemenkumham Jatim Hendro Tri Prasetyo saat menggelar konferensi pers di Ponorogo, Rabu (5/7).
Penangkapan kelima orang itu berawal dari proses wawancara dalam rangka penerbitan paspor di Kantor Imigrasi Ponorogo pada Selasa (4/ 7) lalu. Saat itu, sekitar pukul 09.30 WIB, dua orang berinisial MM asal Buduran, Sidoarjo, dan SH asal Tangerang Selatan diwawancarai petugas Imigrasi.
"Saat proses wawancara, keduanya mengaku membutuhkan paspor untuk liburan ke Malaysia," ujar Hendro. Namun, keduanya menunjukkan gelagat yang mencurigakan. Mereka tidak memberikan keterangan yang meyakinkan petugas. Pada kesempatan pertama di pagi hari, keduanya tidak bisa menunjukkan berkas-berkas yang diminta petugas. Pada sore hari sekitar pukul 15.00 WIB, keduanya kembali lagi ke Kantor Imigrasi Ponorogo dengan harapan petugas lengah. "Dalam proses wawancara, petugas kami menyatakan ada indikasi keduanya menjadi pekerja migran nonprosedural," terangnya.
Hingga pada akhirnya, keduanya mengaku akan mendonorkan ginjal ke Kamboja. Mereka mengaku diantarkan tiga orang penyalur. "Ketiga orang tersebut ternyata menunggu di sekitar Kantor Imigrasi Ponorogo," jelas Hendro.
Petugas pun menindaklanjuti dengan memburu ketiga orang tersebut di sekitar Taman Jeruksing, Jalan Juanda, Ponorogo.
"Petugas lalu mengamankan dua orang yang diduga sebagai penyalur yaitu inisial WI, warga Bogor, dan inisial AT, warga Jakarta. Keduanya diamankan bersama satu orang saksi dengan inisial IS warga Mojokerto," terang Hendro.
Kepala Kantor Imigrasi Ponorogo Yanto menyebutkan bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan petugas, WI berperan sebagai perekrut. Sementara AT membantu proses permohonan paspor dan menyiapkan akomodasi.
"Setiap orang yang memberikan ginjalnya dijanjikan imbalan hingga Rp150 juta," terang Yanto.
Bahkan, dalam kasus ini, WI sempat berangkat ke Kamboja untuk menjual ginjalnya. "Berdasarkan keterangannya, WI sempat berada di sebuah Laboratorium di Phnom Penh namun gagal diambil ginjalnya karena ada masalah kesehatan," urai Yanto.
Nah, setelah pulang dari Kamboja, WI direkrut dan dipekerjakan sindikat perdagangan ginjal yang ada di Bekasi.
"WI mengaku juga sudah pernah datang di basecamp di Bekasi," terangnya.
Pihak Imigrasi Ponorogo lalu bersinergi dengan Polres Ponorogo untuk penyelidikan dan penyidikan lebih lanjut.
"Kami siap membantu penyidik kepolisian untuk mengusut tuntas kasus ini," tegas Yanto.
Selain itu, pihaknya juga melakukan pemeriksaan lanjutan kepada MM dan SH yang memberikan data yang tidak sah atau keterangan yang tidak benar dalam memperoleh dokumen perjalanan RI (paspor). Mereka diduga melanggar Pasal 126 huruf c UU 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. "Dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun dan pidana paling banyak Rp500 juta," tutupnya.
Hamim, salah seorang tersangka TPPO Penjualan Ginjal ke Kamboja, mengaku menjadi pendonor sebelum mengoordinir orang-orang yang ingin menjual ginjalnya.