Perjuangan Atlet Renang Papua Berlatih di Laut Demi Medali Emas Peparnas
Agnes, salah satu atlet yang sukses mempersembahkan satu emas untuk Provinsi Papua melalui nomor 100 meter gaya dada putri S10.
Tak seperti perenang daerah lainnya, dua atlet asal Papua, De Jhon Waromi dan Agnes M Yowei berlatih di atas deburan ombak laut perkampungan Argapura Laut, Distrik Jayapura Utara, Kota Jayapura, Provinsi Papua demi meraih prestasi di ajang 4 tahunan Pekan Paralimpiade Nasional (Peparnas) 2024.
Ombak laut menjadi kawan setia dua atlet para renang yang menempa mereka menjadi perenang tangguh. Pada akhirnya keduanya sukses mempersembahkan medali emas untuk kontingen Papua di Peparnas XVII Solo 2024.
Agnes, misalnya, sukses mempersembahkan satu emas untuk Provinsi Papua melalui nomor 100 meter gaya dada putri S10. Ia mengukir waktu 1 menit 40,33 detik, meninggalkan para pesaingnya, Ummu Kalsum dari Sulawesi Selatan yang meraih perak, dan Naziyah dari Jawa Timur yang mendapatkan perunggu.
Sedangkan rekannya, Jhon menyabet emas di nomor 100 meter gaya dada putra S12 ini dengan catatan waktu 1 menit 12,91 detik. Jhon mengalahkan Nanang Suardi kontingen Jawa Barat (perak) dan rekannya Supri Warsono (Jawa Tengah) yang meraih perunggu.
Berbeda dengan atlet lainnya, mereka memang tak berlatih di kolam renang. Sejak kecil mereka mengawali perkenalan dengan renang lewat laut Argapura. Bagi anak-anak yang lahir di kampung laut ini, berenang menjadi aktivitas sehari-hari.
Apalagi kompleks perkampungan Argapura Laut ini dibangun dengan kayu-kayu pondasi menopang rumah warga yang berada di atas laut.
"Awalnya, saya memang hanya berenang untuk bermain saja. Kebetulan rumah saya di dekat laut. Dari sana, saya lalu dilatih renang. Tapi, latihannya tidak menggunakan kolam di darat, tetapi renang di laut," ujar De Jhon Waromi, saat ditemui saat konferensi pers di The Royal Surakarta Heritage, Rabu (9/10).
Jhon yang lahir di Serui mengaku kebiasaan berlatih renang di laut seperti ini memberikan tantangan yang berbeda dibandingkan berenang di kolam renang biasa. Terkadang mereka harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk membelah arus laut dengan berenang.
"Kata pelatih, dengan berlatih di laut, fisik saya bisa menjadi lebih kuat. Memang ada perbedaannya. Berenang di laut itu lebih sulit, sebab berenang di kolam tidak ada arusnya, sedangkan di laut ada arus ombaknya,” ungkapnya.
Kerja keras Jhon ini membuahkan hasil. Siswa SMAN 2 Jayapura ini sukses meraih emas ini dibarengi dengan pecahnya rekor nasional Peparnas pada nomor 100 meter gaya dada putra S12 di Peparnas XVII.
Dia memecahkan rekor yang diukir Menaser Numberi pada Peparnas XVI Papua 2021 dengan catatan waktu 1 menit 20,18 detik.
Di sisi lain, Jhon menyematkan ajang ASEAN Para Games 2025 menjadi harapan besar dalam daftar impiannya. Lewat ajang multicabang olahraga di level ASEAN ini, peraih tiga medali emas di Peparnas XVI Papua itu ingin mengharumkan nama bangsa di mata dunia.
"Dengan keberhasilan memecahkan rekor di Peparnas ini, saya berharap ke depannya bisa mendapatkan panggilan pelatnas. Saya sangat ingin membela Indonesia di ASEAN Para Games 2025. Saya ingin mempersembahkan medali emas,” jelas dia.
Hinaan jadi Kebanggaan
Tak hanya Jhon, Agnes M Yowei juga tumbuh menjadi atlet para renang yang tangguh berkat ombak di perkampungan Argapura Laut. Kebiasaan renang yang akrab bagi warga setempat inilah yang membawa perempuan kelahiran Jayapura itu menekuninya menjadi hobi.
Namun, jalan yang ditempuh Agnes harus menemui banyak hambatan. Sejak mengalami kecelakaan yang menimpa kakinya, dia sering kali menerima banyak cacian, hinaan, hingga cemoohan dari teman-temannya.
“Yang membuat saya sedih adalah saat teman menghina dan selalu mengganggu di sekolah. Itu yang bikin tidak terima. Kenapa saya ini bisa cacat? Kenapa Tuhan kasih saya cacat? Dulunya saya normal, kenapa saat sudah besar dan sekolah baru Tuhan kasih cacat,” ungkap Agnes.
Cercaan ini meninggalkan luka yang mendalam bagi Agnes. Dia kerap kali meratapi nasibnya. Kehidupannya berubah setelah mendapat kesempatan bergabung dengan National Paralympic Committee Indonesia (NPCI) Papua. Ini menjadi titik balik bagi nasib Agnes.
Di tempat inilah Agnes dipertemukan dengan sesama atlet penyandang disabilitas, terutama ketika berpartisipasi pada ajang Pekan Paralimpiade Pelajar Nasional (Peparpenas) tahun 2015 di Bandung.
"Saat bertemu dengan teman-teman NPCI dari daerah-daerah lainnya. Ternyata mereka ada yang punya kekurangan lebih dari saya. Kenapa mereka bisa bangkit, sedangkan saya tidak bisa,” ujar Agnes.
"Dari situ saya baru belajar menerima diri sendiri. Itu yang menjadi motivasi saya agar bisa bangkit,” imbuhnya.
Semangat yang dibawa atlet-atlet lain menular kepadanya. Apalagi, perempuan berusia 19 tahun ini merasa dihargai.
"Setelah di Bandung, bertemu dengan teman-teman yang lain. Di sini, semuanya saling menghargai. Sejak saat itulah saya baru bisa menerima diri," kata peraih tiga medali emas di Peparnas 2021 ini.
Renang kini telah menjadi kehidupan dan harapan baru bagi Agnes untuk membela negara. Dia sempat bercita-cita prajurit Korps Wanita Angkatan Darat (KOWAD) saat kecil. Namun, ia sadar bahwa Tuhan telah memberi jalan lain.
"Setelah diajak masuk NPCI, Mama saya bilang ‘Agnes, katanya kamu ingin membela negara. Tapi kan kau tidak bisa jadi KOWAD. Mungkin dari kau ikut renang ini, kau bisa ikut membela negara’,” ujar Agnes menirukan kalimat ibunya.
Setelah berhasil membawa satu emas dari Peparnas XVII Solo 2024, Agnes kini mengincar satu tempat pada Pelatihan Nasional (Pelatnas) NPC Indonesia. Harapannya, ia bisa mewakili Indonesia untuk berjuang di ajang ASEAN Para Games.
"Target saya tentu ingin masuk Pelatnas pada ASEAN Para Games 2025 di Thailand. Saya ingin membawa nama baik Indonesia. Saya sangat ingin membawa medali emas untuk Indonesia," pungkasnya.