Sederet Dosa Soeharto kepada Soekarno
7 Maret 1967 MPRS bersidang untuk mencabut mandat Soekarno kemudian melantik Soeharto sebagai pejabat presiden.
Rasanya tak adil seorang proklamator berjasa besar diperlakukan demikian.
Sederet Dosa Soeharto kepada Soekarno
Peralihan kekuasaan dari Presiden Soekarno pada Presiden Soeharto disebut banyak terjadi kejanggalan. Masih banyak misteri yang belum terungkap, termasuk dengan keberadaan Supersemar atau Surat Perintah Sebelas Maret.
Sejumlah kalangan menyebut peralihan kekuasaan itu sebagai kudeta merangkak. Setahap demi setahap, Soeharto mulai menggembosi kekuasaan Soekarno.
Berangkat dari surat perintah 11 Maret 1966, Soeharto mulai bergerak cepat. Keesokan harinya dia membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan didukung MPRS, PKI dinyatakan sebagai partai terlarang.
Lalu Soeharto mulai menangkap anggota kabinet Dwikora yang diduga terlibat PKI. 16 Menteri ditangkap walau tak jelas apa peran mereka dalam gerakan 30 September. Saat itu Soeharto bergerak didukung mahasiswa dan rakyat yang anti-PKI.
Puncaknya, 7 Maret 1967 MPRS bersidang untuk mencabut mandat Soekarno kemudian melantik Soeharto sebagai pejabat presiden. Proses pengambilalihan kekuasaan antar rezim biasa terjadi. Tapi yang menyakitkan, Soeharto kemudian memperlakukan Soekarno sebagai pesakitan. Rasanya tak adil seorang proklamator berjasa besar diperlakukan demikian. Berikut dosa-dosa Soeharto pada Soekarno:1. Menjadikan Soekarno tahanan rumah Soeharto menahan Soekarno di Wisma Yasoo, Jl Gatot Soebroto, Jakarta. Rumah ini dulunya adalah kediaman salah satu istri Soekarno, Ratna Sari Dewi.Di tahanan itu, Soeharto melarang Soekarno menemui tamu. Dia diasingkan dari dunia luar. Belakangan pemerintah Orde Baru juga melarang Soekarno membaca koran , mendengarkan radio dan menonton televisi.Akibat pengasingan ini, Soekarno mulai pikun. Sejumlah saksi menyebutkan Soekarno kerap bicara sendiri. Dia kemudian sakit dan akhirnya meninggal.
2. Tolak lokasi makam Soekarno Soekarno pernah berpesan ingin dimakamkan di kawasan batu Tulis Bogor. Di tengah hamparan sawah, pegunungan dan gemericik air sungai. Tapi Soeharto merasa terlalu berbahaya jika makam Soekarno terlalu dekat dengan Jakarta. Dia memindahkan lokasi penguburan ke Blitar, Jawa Timur. Alasan Soeharto, Soekarno sangat dekat dengan ibunya dulu di Blitar.Protes sejumlah keluarga Soekarno tak didengar Soeharto. Rupanya Orde Baru masih khawatir dengan kharisma pemimpin besar revolusi ini.
3. Biarkan penyakit Soekarno Selama menjadi tahanan politik, kondisi Soekarno semakin memburuk. Dia menderita penyakit ginjal dan rematik. Pemerintah Orde Baru tak pernah memperlakukan Soekarno sebagai mantan pemimpin besar. Mereka memperlakukan Soekarno seperti penjahat politik yang berseberangan dengan penguasa.Tahun 1969, saat Soekarno menghadiri pernikahan Rachmawati, itulah kala pertama dia bisa keluar dari tahanan rumah. Dengan pengawalan ketat Soekarno hadir.Saat itu hampir semua hadirin menangis melihat Soekarno yang tampak lemah, wajahnya bengkak-bengkak dan kondisi fisiknya sangat menurun.
4. Habisi para Soekarnois Orde Baru memandang Soekarnois atau pengagum ajaran Bung Karno sama berbahayanya dengan Partai Komunis Indonesia. Maka saat pembunuhan itu, seringkali para algojo tak ambil pusing apakah target mereka Soekarnois atau komunis.Jika mau melawan, sebenarnya massa pendukung Soekarno masih banyak. Begitu pula tentara loyalis Soekarno.Setidaknya ada angkatan udara, KKO (sekarang marinir), Divisi Siliwangi dan Brawijaya yang loyal padanya. Tapi Soekarno memilih mengalah, walau diperlakukan seperti tawanan. Dia tak ingin ada banjir darah lagi di Indonesia.
5. Jauhkan Soekarno dari orang-orang dekatnya Soeharto melarang semua orang menjenguk Soekarno. Termasuk keluarga dekatnya. Ada pengawal kesayangan Soekarno yang juga akhirnya dipenjara oleh Soeharto.AKBP Mangil Martowidjojo mungkin adalah perwira polisi yang paling disayang Soekarno. Perwira polisi ini adalah Komandan Detasemen Kawal Pribadi (DKP) Bung Karno.Mangil mendampingi Soekarno mulai dari detik proklamasi, hijrah ke Yogyakarta hingga melindungi Soekarno dari ancaman granat dan penembakan.
Tahun 1967, Mangil tak membiarkan konvoi Soekarno dihadang tentara RPKAD. Dia adu gertak dengan perwira RPKAD, sementara anak buahnya kokang senjata melindungi Soekarno.Setelah peristiwa itu, Soeharto kemudian membubarkan DKP. Mangil pun terpaksa meninggalkan Soekarno.