Sidang Terakhir PK, Kubu Saka Tatal Yakin Novum Dikabulkan Hakim
Kuasa hukum berharap bahwa proses yang sudah dilalui selama persidangan bisa membuahkan hasil yang baik.
Sidang peninjauan kembali (PK) Saka Tatal sudah memasuki tahap akhir. Tim kuasa hukum optimistis Majelis Hakim mengabulkan novum atau bukti baru yang diajukan.
Diketahui, sidang PK Saka Tatal diselenggarakan di Pengadilan Negeri (PN) Cirebon, Kamis (1/8). Tim majelis hakim yang memimpin jalannya sidang adalah Rizqa Yunia, Galuh Rahma Esti, dan Yustisia Permatasari.
Saka adalah terpidana dalam kasus pembunuhan Vina dan Rizky pada tahun 2016. Ia sudah menjalani masa tahanan selama delapan tahun. Dalam kasus ini, terdapat tujuh orang lainnya yang masih mendekam di penjara setelah divonis seumur hidup.
Salah satu tim kuasa hukum Saka Tatal, Imas Heri Primasari meyakini bahwa novum yang diajukan sangat kuat. Keterangan para saksi ahli yang dihadirkan memberikan kesesuaian dengan novum.
“Kemudian saksi ahli juga menjelaskan tentang kekhilafan hakim dan novum juga," kata dia sebelum sidang berlangsung.
"Memang analisa kita dengan foto novum itu indikasinya adalah kecelakaan, tidak ada yang namanya pemerkosaan dan pembunuhan," tambahnya.
Usai sidang, Tim kuasa hukum lainnya, Farhat Abbas menegaskan keterangan saksi dan ahli bisa membuktikan adanya kekeliruan dalam putusan hakim memberikan vonis bersalah kepada Saka Tatal.
Ia berharap bahwa proses yang sudah dilalui selama persidangan bisa membuahkan hasil yang baik.
"Sampai ahli terakhir menyatakan bahwa ini ada kekhilafan yang nyata. Mudah mudahan hakim di Mahkamah Agung dapat mendengarkan apa yang kami utarakan dalam persidangan kali ini," ujar Farhat.
“Ini bukan untuk mengalihkan dari perkara pembunuhan dan pemerkosaan menuju kecelakaan tapi mengembalikan ke posisi yang sebenarnya. Semoga Saka Tatal mendapat direhabilitasi dan kita dimenangkan lagi," ucap dia.
Sementara itu, Ahli Hukum Pidana, Mudzakir menyampaikan kesaksiannya dalam sidang sebagai saksi ahli, bahwa PK adalah hak seorang narapidana yang sudah diatur dalam perundangan. Upaya hukum itu tidak boleh dihalangi.
"Terpidana memiliki hak hukum untuk mengajukan permohonan PK jika merasa bahwa proses hukum atau putusan terdapat kekeliruan,” jelas dia.
Jika dalam PK majelis hakim memutuskan adanya kekeliruan, maka hukuman terpidana bisa diringankan hingga bisa dibebaskan. Sebaliknya, jika dalam sidang PK tidak terbukti adanya kekeliruan, maka hakim tidak boleh menjatuhkan hukuman yang memberatkan kepada pemohon.
"Novum itu bisa sampai kepada meringankan hukuman saja atau sampai pada membebaskan. Ini tergantung pada pemeriksaan pada tingkat peninjauan kembali," imbuh dia.
Dalam kesempatan itu, ia menjelaskan adanya perbedaan pasal 340 KUHP dan pasal 338 meski keduanya berniat menghilangkan nyawa. Menurut dia, 340 diperuntukan bagi pelaku yang sudah merencanakan dalam menjalankan aksinya. Sedangkan pasal 338, pelaku pembunuhan melakukan aksinya secara spontan.