Tak Ada Penyesalan dari 3 Anak Pembunuh dan Pemerkosa Siswi SMP di Kuburan China Palembang
Mereka akan menjalani beragam treatment selama proses rehabilitasi.
Tiga dari empat tersangka pembunuhan dan perkosaan siswi SMP, AA (13), tengah menjalani rehabilitasi di Unit Pelaksana Teknis Dinas Panti Sosial Rehabilitas Anak Berhadapan dengan Hukum (UPTD PSRABH) Dharmapala Sumsel. Mereka akan menjalani beragam treatment selama proses rehabilitasi.
Kepala UPTD PSRABH Dharmapala Sumsel Dian Arief mengatakan, sejak tiba beberapa hari lalu, ketiga tersangka, MZ (13), MS (12), dan AS (12), dalam keadaan sehat. Mereka tampak tidak menunjukkan sikap menyesal dan frustrasi meski telah berbuat kejahatan yang terbilang sadis.
"Nafsu makan normal, mereka tidak menunjukkan orang stres dan frustasi. Sepertinya tidak (menyesal), kondisinya seperti anak-anak pada umumnya," ungkap Kepala UPTD PSRABH Dharmapala Sumsel Dian Arief, Selasa (10/9).
Sejak tiba di sana, ketiga tersangka dilakukan pembinaan fisik, mental keagamaan, disiplin, hingga keterampilan perbengkelan motor dan las. Treatment itu bertujuan mengarahkan mereka untuk berbuat yang bersifat positif.
"Kami ajari mereka salat, ngaji, salawatan, terus olahraganya juga ada untuk fisik. Terus keterampilan juga ada ke perbengkelan motor dan las," kata Dian.
Dian menyebut ketiga tersangka berada di PSRABH Dharmapala Sumsel selama proses hukum berjalan. Selanjutnya mereka diserahkan kembali sesuai perundang-undangan.
"Kita siap membina mereka sampai putusan hakim, begitu juga ketika diputuskan tetap berada di sini," kata Dian.
Kabid Humas Polda Sumsel Kombes Sunarto memastikan penyidik bekerja profesional dan proporsional menangani kasus ini. Untuk tiga tersangka yang berusia di bawah 14 tahun, tetap berstatus tersangka dan proses hukum berjalan sesuai perundang-undangan yang berlaku.
"Berkas perkara kami kebut untuk sesegera mungkin kami limpahkan ke jaksa penuntut umum," kata Sunarto.
Bantah Kesampingkan Hukum
Sunarto membantah keputusan menitipkan ketiga tersangka di PSRABH Dharmapala Sumsel adalah bentuk mengesampingkan hukum.
ia menegaskan, penyidik memedomani Pasal 32 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang disebutkan penahanan terhadap anak tidak boleh dilakukan dalam hal memperoleh jaminan dari orangtua atau lembaga bahwa anak tidak melarikan diri, menghilangkan barang bukti atau merusak barang bukti, termasuk tidak akan mengulangi tindak pidana.
Dalam Pasal 69 UU yang sama, disebutkan terhadap anak yang berkonflik hukum yang belum berusia 14 tahun hanya dapat dikenai tindakan, bukan pemidanaan.
Tindakan meliputi pengembalian kepada orangtua, penyerahan kepada seseorang, perawatan di rumah sakit jiwa, dan perawatan di Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS), kewajiban mengikuti pendidikan formal dan atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta.
"Apa yang dilakukan penyidik sesuai koridor, sesuai aturan hukum dan undang-undang yang berlaku," kata Sunarto.