Tak Tahan Dimintai Duit oleh Bupati, Pria Ini Pilih Mundur dari Posisi Kadis PU Kepulauan Meranti
Bupati kerap meminta pencairan dari pemotongan uang persediaan (UP) dan ganti uang (GU).
Kebiasaan buruk Bupati nonaktif Kepulauan Meranti, M Adil dibongkar anak buahnya. Dia disebut kerap meminta uang, sehingga sang bawahan yang tidak tahan dan memilih mundur dari jabatan.
Tak Tahan Dimintai Duit oleh Bupati, Pria Ini Pilih Mundur dari Posisi Kadis PU Kepulauan Meranti
Hal itu merupakan bagian dari kesaksian mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Pemkab Kepulauan Meranti, Mardiansyah dalam sidang perkara dugaan korupsi yang menjerat M Adil. Sidang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Selasa (19/9).
Dalam sidang itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan 10 saksi, di antaramnya: Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Kepulauan Meranti Bambang Suprianto; mantan Kadis PU, Mardiansyah; dan mantan Plt Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Almubarok.
Kepada hakim, Mardiansyah mengatakan, bahwa dia menjabat sebagai Kadis Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kepulauan Meranti sejak September 2021 hingga Oktober 2022.
Dalam kesaksiannya, pada suatu kesempatan dia dipanggil M Adil. Pemanggilan itu terkait pemotongan uang persediaan (UP) dan ganti uang (GU).
"Saat itu saya dipanggil. Bupati (M Adil) minta memotong 10 persen dan setelah cair langsung diserahkan ke Bupati. Januari 2022 ada diserahkan," kata Mardiansyah.
Menurutnya, UP Rp2 miliar yang ada di Dinas PUPR Kepulauan Meranti, dipotong 10 persen untuk diserahkan ke M Adil. Permintaan uang itu tidak hanya sekali.
"UP Rp200 juta dari yang Rp2 miliar itu. Langsung saya serahkan Rp200 juta itu ke Bupati, di rumah dinas. Ada juga permintaan lainnya. Rp50 juta dua kali, ada yang Rp30 juta dan ada Rp20 juta. Yang kecil-kecil lewat ajudan, seperti Rp30 juta dan Rp20 juta. Lewat ajudan juga ada yang Rp100 juta," jelas Mardiansyah.
Mendengar hal itu, jaksa KPK menanyakan total uang yang diserahkan Mardiansyah kepada M Adil secara tatap muka langsung. "Yang langsung (diserahkan ke M Adil), Rp300-an juta," jawabnya.
Dia mengaku selalu didesak M Adil untuk memenuhi permintaan uang itu. Mardiansyah selanjutnya meminta kepada Sekretaris Dinas PUPR Kepulauan Meranti Fajar untuk mengakomodirnya.
"Total sekitar Rp1,6 miliar sampai Rp1,8 miliar. Ini periode sampai Oktober 2022," jelasnya.
Karena tidak sanggup dengan desakan M Adil, akhirnya Mardiansyah mengundurkan diri dari jabatan Kadis PUPR. "Saya mengundurkan diri Oktober 2022. Alasannya, saya tidak sanggup," tuturnya.
Sementara itu saksi lainnya, yakni Sekda Pemkab Kep Meranti Bambang Suprianto menjadi saksi kedua kalinya dalam persidangan itu. Dalam persidangan kali ini, Bambang pernah mendapat laporan dari Alamsyah.
Alamsyah merupakan mantan Plt Kepala BPKAD Kepulauan Meranti. Dia mengaku pernah dipanggil M Adil. "Saat itu Alamsyah menceritakan bahwa dirinya diminta oleh Bupati (M Adil) untuk mengondisikan pemotongan 10 persen dari GU (ganti uang) dan menyampaikan ke Kepala OPD-OPD (Organisasi Perangkat Daerah)," ujarnya di hadapan majelis hakim yang dipimpin Muhammad Arif Nuryanta.
Mendengar hal itu, JPU KPK menanyakan apa arahan dari Bambang ke Alamsyah.
"Saya bilang ke dia (Alamsyah), jangan dilaksanakan, karena tak lazim. Saya larang itu," jawab Bambang.
Keterangan Bambang tersebut dibenarkan Alamsyah yang juga hadir di persidangan. Alamsyah mengatakan, setelah berkoordinasi dengan Bambang, dirinya kembali bertemu dengan M Adil.
"Saya saat itu menemui Bupati dan mengatakan saya tidak berani menyampaikan ke kepala OPD-OPD. Bupati saat itu mengatakan yoweslah (ya sudahlah)," kata Alamsyah yang kini berdinas di BPKAD Provinsi Riau.
Menurut Alamsyah, sebelum Lebaran tahun 2022, dia menemui M Adil. Doa meminta izin kepada M Adil untuk pulang ke Kota Pekanbaru sembari menyerahkan uang Rp20 juta.
"Sebelum Lebaran, Bupati mengatakan kepada saya mohon dibantu pencairan GU. Pas saya mau izin Lebaran ke Pekanbaru, saya bantu Rp20 juta untuk Bupati," ucap Alamsyah.
M Adil dalam perkara ini dijerat dengan tiga dakwaan sekaligus. Pertama, dia didakwa melakukan korupsi bersama-sama dengan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kepulauan Meranti Fitria Nengsih sebesar Rp17.280.222.003. Dia diduga memotong 10 persen setiap pembayaran Uang Persedian (UP) dan Ganti Uang (GU) kepada masing-masing Kepala OPD di lingkungan Pemkab Kepulauan Meranti. Pemotongan UP dan GU itu dilakukan M Adil di APBD Tahun Anggaran 2022 dan 2023. Rinciannya, di tahun 2022 sebesar Rp12.269.222.053 dan tahun 2023 sebesar Rp5.011.000.000.
Dakwaan kedua, M Adil didakwa telah menerima suap dari Fitria Nengsih yang juga Kepala Cabang PT Tanur Muthmainnah Tour, perusahaan travel haji dan umrah. Adil menerima fee sebesar Rp750 juta dari 250 jamaah umrah yang diberangkatkan.
Setiap satu jamaah yang diberangkatkan, Adil mendapatkan fee dari Fitria Nengsih sebesar Rp3 juta. Ratusan jamaah yang diberangkatkan itu merupakan guru mengaji, imam masjid dan pegawai berprestasi, menggunakan APBD Tahun 2022.
Sementara dakwaan ketiga, masih bersama Fitria Nengsih, pada Januari hingga April 2023, memberikan suap uang kepada auditor BPK Perwakilan Riau M Fahmi Aressa. Uang diberikan di Hotel Red Selatpanjang, parkiran mal di Pekanbaru, dan parkiran Hotel Grand Zuri. M Adil melakukan perbuatan berkelanjutan, memberikan uang kepada M Fahmi Aressa selaku auditor BPK perwakilan Riau sebanyak Rp1 miliar.
M Fahmi Aressa merupakan Ketua Tim Auditor BPK yang memeriksa laporan keuangan Pemerintahan Kabupaten Kepulauan Meranti tahun 2022. M Adil ingin agar M Fahmi melakukan pengondisian penilaian laporan keuangan mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).