Alasan Hakim MK Arief Hidayat Beda Pendapat Terkait Putusan Pemilu Coblos Caleg
Merdeka.com - Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyampaikan alasan berbeda pendapat atau dissenting opinion terhadap putusan uji materiil sistem pemilu proporsional terbuka alias mencoblos caleg di Mahkamah Konstitusi (MK).
Arief menyampaikan dari sisi ideologis-filosofis dan sosiologis-yuridis. Dalam pandangan ideologis-filosofis, menurut Arief, sistem pemilu harus diletakkan dalam pelaksanaan demokrasi perwakilan. Yaitu, rakyat memilih wakilnya melalui kendaraan bernama partai politik.
"Dalam konteks pelaksanaan demokrasi perwakilan, rakyat memilih pada wakilnya melalui kendaraan 'partai politik' untuk menjadi wakilnya di lembaga perwakilan rakyat (parlemen). Dalam negara demokrasi yang berlandaskan hukum atau negara hukum demokratis (democratics constitutional state), partai politik memiliki fungsi penting dan strategis," ujar Arief di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (15/6).
-
Mengapa prinsip pemilu penting? Prinsip-prinsip pemilu ini bertujuan untuk memperkuat sistem ketatanegaraan yang demokratis, mewujudkan pemilu yang adil dan berintegritas, memberikan kepastian hukum dan mencegah duplikasi dalam pengaturan pemilu, serta mewujudkan pemilu yang efektif dan efisien.
-
Bagaimana asas Pemilu di Indonesia diterapkan? Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 (UU 7/2017), terdapat enam asam pemilu yakni Luber Jurdil merupakan kependekan dari langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Berikut ini penjelasannya:
-
Apa saja asas Pemilu di Indonesia? Asas Pemilu di Indonesia adalah Luber Jurdil, Ini Penjelasannya Luber Jurdil merupakan kependekan dari langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI, pengertian asas adalah alas, dasar (sesuatu yang menjadi tumpuan berpikir atau berpendapat), atau pedoman. Sehingga dapat dikatakan bahwa Asas Pemilu adalah dasar atau pedoman dalam pelaksanakan pemilihan umum atau pemilu di Indonesia.
-
Apa itu Pemilu? Pemilu adalah sarana penyelenggaraan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
-
Apa saja asas pemilu di Indonesia? Menurut Undang-Undang No.7 Tahun 2017 memaparkan bahwa asas pemilu adalah langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
-
Bagaimana asas pemilu Indonesia diterapkan dalam praktik? Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, ada enam asas pemilu Indonesia yang harus dijunjung tinggi oleh penyelenggara, peserta, dan pemilih pemilu, yaitu: Asas langsung: rakyat sebagai pemilih mempunyai hak secara langsung memberikan suaranya sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara. Asas umum: semua warga negara yang memenuhi persyaratan minimal dalam hal usia berhak ikut dalam pemilihan umum, baik memilih atau dipilih. Asas bebas: setiap warga negara yang telah memiliki hak memilih diberi kebebasan dalam menentukan pilihannya, tanpa tekanan dan paksaan, sesuai dengan hati nurani dan kepentingannya. Asas rahasia: dalam memberikan suara, kerahasiaan pemilih haruslah dijamin alias tidak akan diketahui oleh siapapun dengan cara apapun. Asas jujur: dalam menyelenggarakan pemilu, baik penyelenggara serta semua pihak yang terlibat, harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan yang berlaku. Asas adil: dalam penyelenggaraan pemilu, setiap pihak yang terlibat mendapat perlakuan yang sama serta bebas dari kecurangan pihak manapun. Keenam asas pemilu ini dikenal juga dengan akronim Luber Jurdil. Asas-asas ini bertujuan untuk memastikan proses pemilu berlangsung sesuai dengan nilai-nilai demokrasi, hak asasi manusia, dan kedaulatan rakyat.
Peran Penting Partai Politik
Menurut Arief, partai politik memiliki peran penting dan strategis dalam negara hukum untuk mewujudkan cita-cita bersama suatu bangsa. Maka dalam pemilihan umum, wakil rakyat di lembaga perwakilan adalah partai politik.
"Dalam kerangka itu pula, peserta dalam Pemilu untuk memilih para wakil rakyat di lembaga perwakilan rakyat adalah partai politik," kata Arief.
Dalam Pasal 22E ayat (3) UUD 1945, menyatakan peserta pemilu memilih anggota dewan perwakilan rakyat dan anggota perwakilan rakyat daerah adalah partai politik. Arief menyebut dalam risalah perubahan UUD 1945 kurun waktu 1999-2002, terdapat wacana memasukan aturan mengenai partai politik dalam konstitusi. Meski tidak ada kesepakatan lebih lanjut mengenai hal ini.
Arief menyimpulkan bahwa pemilu anggota DPR dan DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota pesertanya adalah partai politik bukan perseorangan calon legislatif.
"Hal ini menyirat makna bahwa pada dasarnya sistem Pemilu di negara kita menganut sistem proporsional. Sebab, yang dipilih dalam Pemilu untuk menentukan anggota DPR dan DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota adalah partai politik sebagai peserta Pemilu. Sementara itu, dalam Pemilu anggota DPD, sistem yang dipakai adalah sistem distrik, karena peserta Pemilu dalam pemilihan anggota DPD adalah perseorangan," jelasnya.
Sementara, dari tujuan asli perubahan UUD 1945, menurut Arief, nampak jelas sistem pemilu dikehendaki adalah sistem proporsional memilih anggota DPR dan DPRD.
"Dari sudut original intent perubahan UUD 1945 yang tercermin dalam diskusi dan perdebatan yang terjadi pada saat perubahan UUD 1945 dan dimuat di dalam Risalah Rapat PAH|BP MPT, nampak jelas bahwa dalam perkembangannya, sistem Pemilu yang dikehendaki adalah sistem proporsional untuk memilih anggota DPR dan DPRD," jelasnya.
Perbandingan Sistem Pemilu Terbuka dan Tertutup
Dari perspektif yuridis-sosiologis, Arief membandingkan sistem pemilu terbuka dan tertutup. Yang disoroti Arief dalam penerapan sistem pemilu proporsional terbuka adalah, penerapan calon legislatif dengan suara terbanyak telah membangun ikatan emosional pemilih dan wakilnya di parlemen secara personal.
Hal tersebut memicu kekhawatiran mengendurnya kepercayaan masyarakat kepada partai politik. Serta melemahkan peran partai politik.
"Hal ini lah yang memicu kekhawatiran akan mengendurnya kepercayaan masyarakat kepada peran partai politik. Bahkan memicu semakin melemahnya peran partai politik. Sebab, narasi yang seolah dibangun adalah mengikat hubungan emosional antara calon anggota lembaga perwakilan dengan pemilihnya, bukan membangunhubungan emosional antara partai politik dengan pemilihnya. Hal ini merupakan salah satu efek negatif pemilihan dengan sistem proporsional terbuka," jelas Arief.
Usul Sistem Pemilu Terbatas di 2029
Terakhir, Arief mengusul sistem pemilu proporsional terbuka dievaluasi setelah empat kali diterapkan. Arief mengusulkan sistem proporsional terbuka terbatas diterapkan di Pemilu 2029.
"Dalam rangka menjaga agar tahapan Pemilu tahun 2024 yang sudah ada tidak terganggu dan untuk menyiapkan instrumen serta perangkat regulasi yang memadai, maka pelaksanaan pemilu dengan sistem usulan saya, sistem proporsional terbuka terbatas dilaksanakan pada Pemilu tahun 2029," jelas Arief.
Ikuti perkembangan terkini seputar berita Pemilu 2024 hanya di merdeka.com
(mdk/gil)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Hakim konstitusi Arief Hidayat menyampaikan pendapat berbeda atau dissenting opinion dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa Pilpres 2024
Baca SelengkapnyaArief Hidayat tak sepaham dengan apa yang disampaikan ahli tersebut
Baca SelengkapnyaSaid berharap kandidat kepala daerah yang diusung PDIP dapat bekerja keras mengambil hati masyarakat calon pemilih.
Baca SelengkapnyaHakim Konstitusi Arief Hidayat menilai, Indonesia tidak dalam kondisi yang baik-baik saja.
Baca SelengkapnyaPemilihan Umum (Pemilu) adalah proses demokratis yang dilakukan secara periodik di suatu negara untuk memilih wakil rakyat atau pemimpin tertentu.
Baca SelengkapnyaHasto ingin agar segala sesuatunya harus dicermati serta harus dikaji dengan bersamaan.
Baca SelengkapnyaBukan tanpa sebab, warna itu ia pilih karena sedang berkabung.
Baca SelengkapnyaArief Hidayat menyinggung anggapan presiden boleh berkampanye untuk salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Baca SelengkapnyaDiksi pada undang-undang pemilu tiap calon yang dipilih secara demokratis, tak berarti harus dipilih langsung oleh rakyat.
Baca SelengkapnyaHakim MK Arief Hidayat menilai Presiden tidak netral dalam Pilpres 2024.
Baca SelengkapnyaSaid menyebut yang dapat menentukan hasil Pilkada adalah strategi pemenangan, dukungan logistik, jaringan sosial, dan beberapa hal lain.
Baca SelengkapnyaPemilu merupakan penerapan nyata dari kehendak rakyat untuk menjalankan negara secara demokratis.
Baca Selengkapnya