Analisis: Ridwan Kamil Vs Pramono Anung Berebut 36% Swing Voters, Waspada Politik Uang!
Survei terbaru Indikator Politik Indonesia menyatakan elektabilitas Ridwan Kamil dan Pramono Anung selisih tipis 3 persen saja.
Survei terbaru Indikator Politik Indonesia menyatakan elektabilitas Ridwan Kamil dan Pramono Anung selisih tipis 3 persen saja.
Dalam survei tatap muka, Pramono-Karno unggul 42,9 persen. Sementara Ridwan Kamil 39,2 persen.
Direktur Eksekutif Indikator, Burhanuddin Muhtadi menilai, survei terbarunya belum signifikan mampu memotret pemenang Pilkada Jakarta 2024.
Burhanuddin mengatakan, salah satu yang bakal menentukan adalah pemilih swing voters, atau yang belum yakin menentukan pilihannya.
Burhanuddin mengatakan, dalam survei ini, swing voters diukur melalui 2 cara. Pertama adalah mereka yang belum menentukan pilihan. Itu totalnya 12 persen. Nah yang kedua mereka yang punya referensi terhadap ketiga paslon tetapi masih bisa berubah ‘imannya’.
“Karena iman elektoral kadang bertambah kadang turun. Nah itu ada 24 persen dari total 88 persen responden di Jakarta yang punya pilihan, itu mengaku bisa berubah pilihannya selama beberapa hari ke depan,” ujar Burhanuddin.
“Jadi kalau saya gabungkan 12 persen plus 24 persen inilah swing voters (36 persen). Itu jumlahnya jauh lebih besar ketimbang selisih antara Pramono dengan Ridwan Kami. Jadi swing voters itu menjadi penentu siapa yang unggul dalam Pilkada Jakarta tanggal 27 (November) ini,” kata Burhanuddin.
Kemana Arah Swing Voters?
Di sisi lain, lanjut Burhanuddin, apakah swing voters itu ngeblok ke salah satu calon, maka itu akan membuka kemungkinan terjadinya satu putaran.
Tapi kalau swing voters terbagi secara proporsional seperti trend yang ditangkap dalam 2 survei terakhir, maka kemungkinan akan terjadi 2 putaran.
“Jadi perilaku swing voters ini akan menjadi penentu apakah pemilu di Jakarta dimenangkan Ridwan atau Pramono dan apakah pemenangan salah satu diantara 2 calon ini itu akan dibungkus dalam 1 atau 2 putaran tergantung referensi swing voters di hari-hari jelang pemilu,” tegas Burhanuddin.
Bagaimana dengan Endorsment Jokowi dan Anies?
Burhanuddin juga punya analisa sendiri soal dampak dari endorsment para tokoh seperti Jokowi dan Anies Baswedan di Pilkada Jakarta. Jokowi mendukung Ridwan Kamil dan Anies mendukung Pramono Anung.
Menurut Burhanuddin, perilaku swing voters dipengaruhi oleh banyak hal. Pertama apakah mereka punya ikatan kuat terhadap tokoh-tokoh yang disebut ikut turun gunung dalam pertarungan pemilukada.
“Kalau misalnya mereka punya asosiasi kuat kepada Pak Jokowi, itu tentu swing voters semacam ini akan lebih menguntungkan buat Ridan Kamil,” kata dia.
Sebaliknya, kalau perilaku swing ini lebih terasosiasi dengan Anies Baswedan, dan misalnya mereka memilih Anies Baswedan dalam Pilkada Jakarta 2017 ataupun pilpres 2024 di Jakarta, mereka memilih Anies, maka karakter swing voters semacam itu akan lebih menguntungkan Pramono.
“Berapa banyak karakter yang pro Jokowi, pro Prabowo dibanding yang pro Anies yang memilih di antara ketiga tokoh, itu kita belum punya datanya,” terang Burhanuddin.
“Jadi kami tidak punya kesimpulan yang meyakinkan untuk mengatakan swing voters nanti akan lebih ke Pramono atau ke Ridwan Kamil berdasarkan endorsement dari para tokoh, itu belum tertangkap sepenuhnya dalam survei,” jelas Burhanuddin.
Waspada Politik Uang
Bukan cuma itu, swing voters juga bisa dipengaruhi oleh politik uang. Jadi politik uang di Jakarta meskipun tidak setinggi wilayah lain di Jawa, tetapi karena selisihnya tipis, itu menjadi sangat krusial.
“Saya sendiri tidak dalam rekomendasi calon maupun pemilih untuk melakukan politik elektoral berbasis transaksi material, itu jelas harus dihindari,” tegas Burhanuddin lagi.
Tetapi, Burhanuddin telah mengingatkan Bawaslu, KPU dan Polisi. Karena situasi tipis perbedaan antara Pramono versus Ridwan Kamil, maka marginal utility setiap satu suara menjadi penting.
Bisa saja, timses kedua kubu menghalalkan segala cara untuk mengejar kemenangan dengan margin yang tipis, maka apapun bisa mereka lakukan.
“Nah di situ pintu-pintu yang memungkinkan terjadinya penyalahgunaan, terjadinya insentif atau strategi mobilisasi elektoral yang melanggar aturan, termasuk pakai mobilisasi uang, itu harus betul-betul diawasi, termasuk oleh kawan-kawan media dan kalangan NGO maupun ormas,” tutup Burhanuddin.