Dedi Mulyadi: Pilgub Jabar akhiri tren politik citra jadi politik gerilya
Merdeka.com - Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi berpendapat bahwa Pilgub Jabar 2018 telah mengakhiri tren kesuksesan politik citra. Istilah terakhir mendominasi berbagai kontestasi politik selama satu dekade ini di Indonesia.
Menurut dia, politik citra kini telah berubah menjadi politik gerilya teritorial. Yakni, sebuah upaya politik untuk menjaring berbagai segmen pemilih melalui jaringan darat yang mengakar.
"Di Pilgub Jabar ini, survei banyak yang meleset. Analisis pakar banyak yang meleset. Artinya, ada perubahan fenomena, politik citra berubah menjadi politik gerilya teritorial. Ini harus diwaspadai Partai Golkar di Pilpres 2019, termasuk partai lain pengusung Pak Jokowi," kata Dedi saat dihubungi, Sabtu (30/6).
-
Bagaimana Dedi Mulyadi mencalonkan diri? Sebagai calon, Dedi mengaku akan meminta restu persetujuan dari Ketum Gerindra Prabowo Subianto untuk bertarung pada Pilkada Jabar.
-
Kenapa Golkar unggul dibanding Gerindra dan PDIP? 'Itu sebabnya Golkar menjadi satu-satunya partai di parlemen yang jumlah kursinya lebih banyak dibanding rival yang miliki suara lebih besar. Pada 2019 lalu kalahkan Gerindra dan sekarang potensial kalahkan PDIP,' tutur Dedi.
-
Kenapa PDIP menang Pemilu 2019? PDIP berhasil menarik pemilih dengan agenda-agenda politiknya dan berhasil meraih kepercayaan masyarakat.
-
Apa yang menjadi ciri utama Pilkada di Indonesia? Pilkada langsung memberi kesempatan kepada masyarakat untuk memilih pemimpin daerah mereka secara langsung, memperkuat partisipasi publik dalam proses demokrasi dan meningkatkan akuntabilitas pemimpin daerah terhadap konstituen mereka.
-
Siapa yang unggul dalam survei Pilkada Jabar? 'Ini nama nama yang muncul di kalangan elite, Dedi Mulyadi muncul dari internal Gerindra, Ilham Akbar Habibie dari Nasdem, Ridwan Kamil dari Golkar,' kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi dalam paparan surveinya pada 4 Juli 2024 lalu.
-
Siapa yang mendukung Dedi Mulyadi? 'Kita tadi sudah berdiskusi banyak. Intinya bahwa kita mendukung Pak Dedi Mulyadi untuk menjadi calon gubernur di Jawa Barat,' kata Singgih dalam keterangannya.
Posisi Jawa Barat menurut kader Nahdlatul Ulama itu, sangat strategis di panggung politik nasional. Mengingat, di provinsi ini terdapat 31 juta pemilih yang tercantum dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Jumlah pemilih sebesar ini tentu saja menjadi incaran para calon presiden di Tahun 2019. Semua calon presiden dipastikan ingin menjadikan Jawa Barat sebagai basis pemilihnya demi insentif elektoral.
Dedi Mulyadi sendiri bertarung di Pilgub Jabar bersama pasangannya Deddy Mizwar. Pasangan nomor urut 4 tersebut hanya mampu menempati posisi ketiga dengan raihan 25,8 persen suara versi hitung cepat lembaga survei.
Hasil tersebut jauh dari prediksi berbagai lembaga survei dalam rilisnya karena tersalip pasangan Sudrajat-Syaikhu di angka 28,37 persen. Sementara pasangan Hasanah berada di angka 12,66 persen. Pasangan Rindu keluar sebagai pemenangan dengan persentase suara sebesar 33,12 persen.
Pada survei sebelum hari pencoblosan, pasangan Rindu diprediksi akan bersaing ketat dengan pasangan Duo DM. Akan tetapi, prediksi tersebut jauh panggang dari api. Pasangan Sudrajat-Syaikhu menyalip perolehan suara Duo DM.
"Anda bayangkan, mohon maaf, elektabilitas di awal rendah, lalu naik ke 10 persen. Kemudian, loncat ke 15 persen sampai akhirnya 28 persen saat pemilihan," kata Dedi.
Dia memberikan tafsir atas fenomena tersebut. Menurutnya, terdapat gelombang peralihan pilihan politik seminggu jelang pemilihan berlangsung Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat.
"Artinya, ada pergerakan besar dengan strategi yang ampuh, menyasar teritorial dengan cara bergerilya. Sehingga, akibatnya mengubah konstelasi Pilgub Jabar," jelasnya.
Gerusan Ceruk Suara Duo DM
Gelombang peralihan dukungan itulah yang mengakibatkan ceruk suara Duo DM tergerus sampai hari pencoblosan. Karakteristik pemilih Deddy Mizwar dan Dedi Mulyadi memang berbeda.
Dijelaskan Dedi, peraih banyak piala citra itu memiliki basis pemilih yang banyak beririsan dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Karena, Deddy Mizwar didukung oleh partai berbasis pemilih Islam itu saat berpasangan dengan Ahmad Heryawan di Pilgub 2013.
Awal isu Pilgub 2018 bergulir, PKS pernah mewacanakan untuk mendukung Deddy Mizwar dengan Ahmad Syaikhu. Sementara Dedi Mulyadi, memiliki basis pemilih tradisional yang kuat. Pemilih tersebut telah terpapar sosialisasi kemajuan Purwakarta.
Ini dibuktikan dengan dominasi Dedi Mulyadi di Purwakarta, Subang dan Karawang. Selain itu, pinggiran Kabupaten dan Kota Bekasi pun menjadi basis pria yang lekat dengan iket Sunda makutawangsa itu.
"Ada kutub pemilih yang berbeda antara saya dengan Pak Demiz. Pemilih Pak Demiz banyak beririsan dengan PKS. Juga terkait partai pengusung Pak Demiz, mungkin belum sejalan dengan konstelasi Pilpres 2019. Sehingga, basis elektoral ini yang mengalihkan dukungan," katanya.
Suar pengalihan dukungan tersebut, menurut Dedi, terjadi di Debat Publik II Pilgub Jabar di Depok Jawa Barat. Saat itu, Pasangan Sudrajat-Syaikhu memperlihatkan kaus bertuliskan #2019GantiPresiden.
Kondisi ini semakin diperparah dengan manuver Ketua Umum Partai Demokrat Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dalam konferensi pers di Kota Bogor, SBY menyebut bahwa Pj Gubernur Jawa Barat M Iriawan menggeledah rumah dinas wakil gubernur.
"Dalam posisi ini, kami paling dirugikan. Suara kami tergerus hingga 15%," ucapnya.
Di Pilpres 2019 mendatang, Partai Golkar tempat Dedi Mulyadi berkiprah, mengusung Joko Widodo. Perbedaan ceruk suara inilah yang mengakibatkan basis elektoral pasangan Duo DM tidak solid.
Meski begitu, Dedi mengaku bahagia. Sebab, di tengah gelombang isu yang menyerang, basis tradisional miliknya tetap terjaga dengan baik.
"Saya bahagia karena basis saya tidak hancur. Kalau dulu sebelum Pilgub Jabar suara saya 15 persen, sekarang ada di angka 25 persen," tuturnya.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sampai hari ini, sudah 27 kabupaten/kota merampungkan penghitungan suara.
Baca SelengkapnyaDedi Mulyadi pernah menjabat sebagai Bupati Purwakarta selama dua periode berturut-turut dari 2008 sampai 2018.
Baca SelengkapnyaCalon Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengaku mendapat serangan isu SARA. Dedi tidak terlalu memikirkannya karena yakin menang.
Baca SelengkapnyaPolitisi Gerindra, Dedi Mulyadi blak-blakan, bahwa upayanya membongkar kasus Vina Cirebon bukan sebagai aksi politisasi untuk maju Pilkada Jabar.
Baca SelengkapnyaDedi sesumbar, menjelang Pilgub atau Pilkada serentak tahun 2024, cukup banyak tokoh, komunitas dan kelompok masyarakat yang memberikan dukungan untuknya.
Baca SelengkapnyaBanyak pihak meyakini, jika RK didukung untuk Pilkada Jakarta, maka peluang Dedi Mulyadi di Jabar terbuka lebar.
Baca SelengkapnyaDasco mengungkap, sudah ada kesepakatan di antara partai Koalisi Indonesia Maju.
Baca SelengkapnyaBeredar dukungan cagub Dedi Mulyadi berpasangan dengan politikus Golkar Nurul Arifin sebagai cawagub untuk Pilkada Jabar 2024.
Baca SelengkapnyaTiket dukungan dipastikan usai pertemuan antara Dedi Mulyadi dengan utusan Ketum Golkar yakni Singgih Januratmoko
Baca SelengkapnyaDedi Mulyadi mengaku siap jika ditugaskan maju pada Pilgub Jabar
Baca SelengkapnyaSalah satu keputusan KIM Plus adalah mengusung mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, sebagai bakal calon gubernur untuk Pilkada Jakarta.
Baca SelengkapnyaElektabilitas Dedi Mulyadi mengalami peningkatan sebagai figur yang dikabarkan maju dalam Pilgub Jabar.
Baca Selengkapnya