Dulu SBY Kritik Jokowi Cawe-Cawe, Sekarang AHY Masuk Kabinet
Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dilantik sebagai Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) pada hari Rabu (21/02) lalu
Masuknya AHY dalam jajaran menteri kabinet Jokowi justru menuai pro dan kontra.
Dulu SBY Kritik Jokowi Cawe-Cawe, Sekarang AHY Masuk Kabinet
Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dilantik sebagai Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) pada hari Rabu (21/02) lalu. Masuknya AHY dalam jajaran menteri kabinet Jokowi justru menuai pro dan kontra.
Publik kembali mengungkit buku yang ditulis oleh ayah AHY, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berjudul ‘Pilpres 2024 & Cawe-Cawe Presiden Jokowi’ setelah Demokrat dapat jatah menteri.
Dalam bukunya, SBY menggarisbawahi 5 poin utama soal kepemimpinan Jokowi. Pertama adalah SBY mengkritik tentang alasan cawe-cawe Jokowi demi kepentingan bangsa dan negara."Tentang kata-kata bahwa cawe-cawe yang akan dilakukan itu demi kepentingan bangsa dan negara, mungkin ini yang Pak Jokowi perlu berhati-hati. Dalam mengartikan kepentingan bangsa dan negara, khususnya jika dikaitkan dengan Pilpres 2024 mendatang harus tepat dan tidak bias,” kata SBY dalam buku tersebut.
Poin kedua adalah SBY tidak setuju Pilpres 2024 hanya diikuti dua pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden. Menurut SBY, membatasi kandidat pemimpin berdampak pada demokrasi.
"Secara pribadi saya tidak setuju kalau ada upaya politik untuk membatasi jumlah pasangan Capres-Cawapres. Apa alasannya? Apa kepentingannya? Apanya yang salah kalau lebih dari dua pasang?," tulisnya.
SBY kemudian melanjutkan poin yang ketiga yaitu ketidaksukaan Jokowi terhadap Anies Baswedan. Dia mempermasalahkan alasan Jokowi bermanuver mencegah Anies maju Capres. Dia menilai, tindakan Jokowi hendak mencegah Anies menjadi Capres itu bertentangan dengan etika seorang Presiden dan bahkan menyalahgunakan kekuasaannya.
"Kalau yang ingin menggagalkan Demokrat untuk mendukung Anies ini memang 'nekat, gelap mata dan ingin memamerkan kekuasaan yang dimilikinya'. Saya duga akan menjadi perhatian yang luar biasa dari masyarakat luas,” terangnya.
Dalam bukunya, SBY menyinggung soal permintaan Peninjauan Kembali (PK) oleh Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko pada Mahkamah Agung (MA) untuk merebut kepengurusan Partai Demokrat dari tangan AHY.
“Kalau sebuah partai sengaja dikerjain agar tak lagi bisa mencalonkan Anies, seperti dugaan banyak kalangan atas PK Moeldoko yang masih berstatus aktif, maka ini juga sebuah masalah yang serius yang dampaknya besar,”
ungkapnya di salah satu paragraf
merdeka.com
Poin berikutnya membahas tentang dugaan endorsement Jokowi terhadap sejumlah tokoh untuk menjadi Capres dan Cawapres. SBY menjelaskan bahwa putra dan menantu Jokowi yang kini menduduki jabatan sebagai kepala daerah masih bisa dianggap etis karena siapapun berhak menjadi apapun."Yang terpenting, seperti yang telah saya sampaikan sebelumnya, jangan sampai sumber daya dan perangkat negara digunakan untuk memenangkan putra-putra beliau itu," tegas SBY dalam buku.
Terakhir, SBY mengulas tentang Jokowilah yang menentukan siapa pasangan Capres-Cawapres yang mesti diusung oleh partai-partai yang bertandang. Dia berpendapat bahwa hal tersebut tidak sepenuhnya melanggar etika apabila didasari oleh 'mau sama mau,'.
Sebagai penutup, SBY kembali mengingatkan bahwa rencana-rencana yang berpotensi melanggar hukum dan keadilan demi pelaksanaan Pilpres 2024 harus diurungkan.
"Sejarah akan mencatat dan rakyat akan mengingat selamanya bahwa pemilu ke-5 di era demokrasi ini tidak bebas, tidak jujur dan tidak adil," tutup SBY.
Bergabungnya AHY akan membuat Demokrat dan PDIP begandengan di pemerintahan. Menepis ketegangan yang berlangsung selama 10 tahun antara Megawati Soekarnoputri dengan SBY sejak dua dekade silam.
AHY mengaku bersyukur mendapat amanat dari Presiden Jokowi sebagai pembantu presiden. AHY mengungkapkan pesan SBY sebelum dirinya dilantik menajadi Menteri ATR/BPN.
"Beliau tentunya bersyukur karena ini momentum Partai Demokrat kembali ke pemerintahan. Selama 9 tahun 4 bulan di luar pemerintahan," kata AHY kepada wartawan di Istana Negara, Jakarta, Rabu (21/2).