Ganjar: MK Benteng Terakhir Penjaga Demokrasi
MK diharapkan berani mengadili persoalan sengketa hasil pemilu yang disebabkan pelanggaran secara TSM.
MK diharapkan berani mengadili persoalan sengketa hasil pemilu yang disebabkan pelanggaran secara TSM.
Ganjar: MK Benteng Terakhir Penjaga Demokrasi
Calon presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo menyatakan, Mahkamah Konstitusi (MK) adalah benteng terakhir penjaga demokrasi.
Ganjar mengatakan tersebut usai menghadiri sidang perdana Permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (27/3).
Ganjar mengaku gugatan itu diajukan untuk menyelamatkan demokrasi dan reformasi.
"Intinya kami ingin demokrasi ini diselamatkan. Kami ingin mengingatkan kepada seluruh warga negara bahwa agenda reformasi tidak boleh gagal dan semua harus berjalan dalam koridor konstitusi," katanya usai menghadiri sidang.
Ganjar berharap MK dapat menerima permohonan PHPU yag diajukan paslon 3 dan mengadili dengan seadil-adilnya seluruh proses penyelenggaraan Pemilu yang diwarnai pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masig (TSM).
"Kami berharap betul MK inilah benteng terakhir untuk menjaga demokrasi," ujarnya.
Sementara itu, Mahfud menyampaikan, MK pernah dihargai dan diakui dunia karena keberhasilannya membangun demokrasi yang hampir tenggelam, termasuk menyelesaikan kecurangan-kecurangan dalam pemilu.
"Langkah MK ini menjadi tempat ujian bukan hanya dari dunia ilmu pengetahuan di dalam negeri, tetapi juga praktisi hukum dari berbagai negara," kata Mahfud.
Ia berharap, MK dapat berani mengadili persoalan sengketa hasil pemilu yang disebabkan pelanggaran secara TSM.
"Sekarang tinggal bagaimana MK, mau atau tidak, berani atau tidak mengembalikan marwah sebagai penjaga demokrasi dan konstitusi kita," ungkap Mahfud.
Dia menambahkan, MK menjadi garda terakhir dalam menegakkan demokrasi Indonesia yang telah tercoreng oleh penyelenggaraan Pemilu 2024.
Pemilu 2024 yang sarat penyalahgunaan kekuasaan, hingga aparat dan sumber negara seperti APBN tidak boleh dibiarkan karena akan merusak maka masa depan demokrasi Indonesia.
"Sungguh bahaya masa depan bangsa ini kalau kemudian timbul persepsi bahwa yang bisa memenangkan pemilu itu orang yang punya kekuasaan yang berkolaborasi dengan orang yang punya uang. Mundur peradaban kita kalau MK tidak mau kembali kepada marwah dan meraih kembali kejayaan kita dalam demokrasi," tutur Mahfud.