Gugatan Anies dan Ganjar di MK Diprediksi Gagal Total, Ini Analisis Pakar Hukum
MK dinilai tak mengurusi penyaluran bansos seperti yang dituduhkan Anies dan Ganjar
MK dinilai tak mengurusi penyaluran bansos seperti yang dituduhkan Anies dan Ganjar
Gugatan Anies dan Ganjar di MK Diprediksi Gagal Total, Ini Analisis Pakar Hukum
Kubu Anies-Cak Imin dan Ganjar-Mahfud resmi menggugat hasil Pilpres 2024 ke MK.
Keduanya dalam gugatan bicara tentang proses Pemilu yang dianggap curang.
Termasuk penyaluran bansos yang dianggap mempengaruhi pilihan pemilih dalam menentukan capres di Pilpres 2024.
Pakar Hukum Tata Negara Abdul Chair Ramadhan mengatakan, kewenangan MK menghitung selisih suara. Bukan penyaluran bantuan sosial.
"MK terikat dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, tepatnya pada Pasal 457 Ayat (2) yang menyatakan bahwa MK berwenang memutuskan perkara perselisihan suara," kata Chair dikutip dari Antara.
Ketua Umum Persatuan Doktor Pascasarjana Hukum Indonesia itu menjelaskan, bansos yang digelontorkan pemerintah sudah sesuai mekanisme, tidak ada kaitannya dengan pemilu.
“Maka dengan itu dugaannya adalah termasuk atau tergolong pelanggaran administrasi pemilu yang dilakukan secara terstruktur sistematis dan masif (TSM) menjadi ranah domain Bawaslu, bukan domain kewenangan MK. Itu jelas ketentuannya,” ujar Chair.
Chair melanjutkan, ketentuannya itu menjadi standar atau kompetensi absolut, di mana dapat diketahui di pasal 460 juncto 463 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Mengatur kompetensi yang dimiliki oleh Bawaslu, kemudian juga peraturan Bawaslu Nomor 8 Tahun 2022 tepatnya di Pasal 12 telah menentukan kewenangan Bawaslu.
Chair menambahkan, wajar jika tim hukum nomor urut 2 Prabowo-Gibran mengatakan gugatan 1 dan 3 ‘salah kamar’. Kesalahan dimaksud menunjuk pada kesalahan dalam pengajuan gugatan yang tidak pada tempatnya.
“Dengan demikian tidak ada peluang untuk memperluas atau menafsirkan lain kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam hal penghitungan suara,” tutur Chair.
“Secara argumentum a contrario atau dalam ilmu fikih disebut mafhum mukhlafah, maka selain penghitungan suara adalah bukan menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi,” tambah Chair.
Menurut Chair, kewenangan MK hanya terhadap hasil penghitungan suara dengan pendekatan kuantitatif. MK tidak berwenang mengadili pelanggaran administratif pemilu, utamanya secara TSM yang notabene pendekatannya adalah kualitatif.
“Keadilan itu adalah dilakukan secara proporsional, menempatkan sesuatu sesuai dengan tempatnya. Menempatkan perselisihan terhadap pelanggaran administrasi pemilu secara TSM kepada Mahkamah Konstitusi bukan pada tempatnya, itu tempatnya Bawaslu untuk memeriksa, memutus,” tegas Chair.
“Adapun menempatkan hanya terhadap penghitungan suara calon presiden dan wakil presiden, itu hanya kewenangan Mahkamah Konstitusi,” tutup Chair.