PDIP sebut Anies Baswedan tak bisa nyapres jika ikuti usulan PPP
Merdeka.com - Usulan PPP untuk mengubah syarat calon presiden dan calon wakil presiden dalam amandemen kelima UUD 1945 menuai polemik. PPP ingin syarat capres dan cawapres dikembalikan menjadi frasa orang Indonesia asli.
Menanggapi hal itu, Ketua Fraksi PDIP di MPR, Achmad Basarah menilai, mengubah ketentuan Pasal 6 ayat (1) UUD 1945 merupakan usulan yang ahistoris dan tidak sesuai dengan politik hukum negara yang ingin menghapuskan diskriminasi dalam segala bentuk utamanya karena SARA.
Menurut Basarah, dikatakan ahistoris karena sejatinya Pasal 6 ayat (1) UUD 1945 sebelum perubahan (naskah asli) yang menyebutkan Presiden Indonesia ialah orang Indonesia asli juga tidak pernah dimaksudkan untuk membedakan hanya warga negara Indonesia Pribumi yang dapat menjadi Presiden dan warga negara Indonesia non pribumi (peranakan) dibatasi tidak dapat menjadi calon Presiden.
-
Apa yang disepakati PDIP dan Anies? Meski akhirnya PDIP tidak mengusung Anies Baswedan di Pilkada Jakarta, menurut Basarah, Anies mengakui gagasan dan rencana baik untuk menjadi jembatan silaturahmi antara kelompok Islam dan kalangan Nasionalis Soekarnois akan terus dijalankan karena hal itu menjadi kebutuhan dan kepentingan bangsa Indonesia.
-
Siapa yang ingin diusung oleh PDIP? 'Kalau memang misalnya Pak Anies berpasangan dengan kader kami jadi wagubnya,' Wakil Sekretaris Jenderal PDIP Utut Adianto kepada wartawan.
-
Kenapa PDIP Jabar akan mendaftarkan Anies? 'Tentunya semuanya yang berderar hari ini masih menunggu kepastian tentang keberangkatan dari pasangan ini untuk menuju ke KPUD Jabar,' ucapnya. '95 persen (usung Anies-Ono)' imbuh dia.
-
Siapa yang diusung PDIP? Tri Rismaharini dengan Zahrul Azhar Asumta atau Gus Hans yang diusung PDIP.
-
Kenapa Anies Baswedan ingin membentuk partai baru? Anies Baswedan berencana akan membangun partai politik baru atau membentuk ormas, pasca dirinya gagal maju di Pilkada 2024.
Secara original intens (maksud asli pembentuk), jelas Basarah, kehadiran Pasal 6 ayat (1) UUD 1945 naskah asli (sebelum perubahan) pada waktu itu dilatarbelakangi persiapan kemerdekaan Indonesia masih berada di bawah bayang-bayang kekuasaan Jepang.
"Untuk menghindar dari kemungkinan dicalonkannya seorang Jepang menjadi Presiden Indonesia yang masih baru, maka frasa Indonesia asli dicantumkan. Dengan kata lain, makna Indonesia asli adalah bukan orang asing atau lebih khususnya dalam konteks waktu itu adalah bukan orang Jepang," ujar Basarah, Minggu (9/10).
Dengan demikian, kata Basarah, makna Presiden ialah orang Indonesia asli waktu itu bukan dimaksudkan membuat perbedaan pribumi atau non pribumi melainkan orang Indonesia atau orang asing.
Pasal 6 ayat (1) UUD 1945 kemudian dilakukan perubahan saat dilakukan perubahan UUD 1945 pada tahun 1999-2002. Landasannya karena dalam perkembangannya Pasal 6 ayat (1) UUD 1945 ternyata rawan menimbulkan multitafsir yaitu Indonesia asli oleh sebagian pihak dimaknai pribumi dan non pribumi.
"Untuk itulah dilakukan perubahan pasal 6 ayat (1) UUD 1945 dengan rumusan yang lebih menjamin kepastian dan tidak menimbulkan multitafsir yaitu: 'Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri'.
Dengan demikian, tegas Basarah, semangat Pasal 6 ayat (1) UUD 1945 sebelum dan setelah perubahan sebenarnya sama saja. Yang beda adalah cara penormaannya saja.
Oleh karena itu, menurut Wakil Sekjen DPP PDI Perjuangan Bidang Pemerintahan ini, usulan untuk memasukkan kembali kalimat Presiden ialah orang Indonesia asli yang dimaknai sempit pribumi dan non pribumi selain ahistoria juga bersifat diskriminatif, karena membedakan hak menduduki jabatan publik karena keturunan.
Dengan kata lain, jika pasal 6 ayat 1 UUD 1945 sebelum perubahan dihidupkan kembali dan frasa orang Indonesia asli dimaknai sebagai pribumi, maka warga negara Indonesia keturunan Arab, China dan lain sebagainya, meskipun dia warga negara Indonesia sejak kelahirannya maka tidak dapat menjadi Presiden Indonesia.
Padahal, dalam sejarahnya bahwa di dalam sidang BPUPKI yang membicarakan Pancasila sebagai dasar negara pada tanggal 29 Mei sampai 1 Juni 1945 sudah terdapat anggota BPUPKI dari unsur keturunan Tionghoa sebanyak 4 orang yakni Liem Koen Hian, Tan Eng Hoa, Oei Tiang Tjoei, dan Oei Tjong Hauw. Serta satu orang keturunan Arab yaitu AR Baswedan.
"Kalau kemudian mengikuti usulan PPP, hal itu berarti tokoh-tokoh seperti Anies Baswedan, Alwi Shihab, Kwik Kian Gie, Jaya Suprana dan lain-lain tidak dapat menjadi Presiden Indonesia," ungkapnya. (mdk/rnd)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
PDIP sudah mengakui langkahnya mengusung calon di Pilkada Jakarta
Baca SelengkapnyaPDIP bisa bergerak secara mandiri untuk mengusung Calon Kepala Daerah.
Baca SelengkapnyaPDIP akan tetap mendaftarkan Anies Baswedan sebagai calon gubernur di Pilkada Jakarta 2024 ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Baca SelengkapnyaPartai Keadilan Sejahtera (PKS) menolak jika Anies Baswedan menjadi calon wakil presiden mendampingi Ganjar Pranowo.
Baca SelengkapnyaPesan PKS ke Anies saat Pilih Cawapres: Kalau Demokrat Ngambek, Enggak Bisa Nyapres
Baca SelengkapnyaKetua DPP PDIP, Said Abdullah, mengatakan pihaknya memang tidak terburu-buru mengumumkan semua nama yang akan diusung.
Baca SelengkapnyaPengamat politik Ujang Komarudin menilai, kondisi Anies ini tidak lepas dari posisinya yang diidentifikasikan sebagai lawan politik Jokowi.
Baca SelengkapnyaPKS menegaskan mengusung Anies sebagai calon presiden.
Baca SelengkapnyaAnies Baswedan sudah masuk ke dalam bursa calon gubernur Jakarta dari PDIP sejak bulan Juni 2024.
Baca SelengkapnyaPeluang mencalonkan Anies itu pun terbuka lebar setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutus aturan baru bagi calon kepala daerah
Baca SelengkapnyaMaman mengatakan, Golkar dan PAN saja masuk tanpa pamit. Tiba-tiba datang dan malah mengumumkan Koalisi Indonesia Maju.
Baca SelengkapnyaMenurut Anies, rencana membuat partai atau ormas tidak lama akan dilakukannya dengan melihat dinamika gerakan perubakan semakin hari semakin besar di Indonesia.
Baca Selengkapnya