Pelayanan Publik Dianggap Jadi Tak Optimal, Aturan Masa Cuti Kepala Daerah Kembali Maju Pilkada Digugat ke MK
Aturan cuti kepala daerah selama Pilkada itu didugat warga Kabupaten Kendal, Jawa Tengah bernama Harseto Setyadi Rajah.
Warga Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, Harseto Setyadi Rajah mengajukan uji materi Pasal 70 Ayat (3) Undang-Undang Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ketentuan cuti kepala daerah pada masa kampanye.
Kuasa hukum Harseto, Viktor Santoso Tandiasa, mengatakan kliennya merasa dirugikan karena ketentuan pasal tersebut membuat kepala daerah yang sedang menjabat dan mencalonkan diri kembali dalam pilkada harus cuti penuh selama masa kampanye.
"Ini tentunya merugikan hak konstitusional warga masyarakat, terutama pemohon, karena akhirnya tidak bisa mendapatkan penyelenggaraan pemerintahan yang optimal. Apalagi, banyak kepala daerah yang kemudian mencalonkan, tapi masa jabatannya dipotong karena pilkada serentak," ujar Viktor usai mendaftarkan permohonan kliennya di Gedung I MK, Jakarta, Selasa (3/9), demikian dikutip Antara.
Menurut Viktor, sebagai warga negara yang membayar pajak, kliennya berhak mendapatkan pelayanan publik yang optimal. Hal itu, salah satunya, dipengaruhi masa jabatan kepala daerah yang optimal.
"Bahkan dia punya ikatan komitmen janji politik dengan calon kepala daerah pada saat pilkada sebelumnya. Ketika itu tidak dipenuhi secara optimal, maka di situlah hak konstitusional dirugikan sebagai warga masyarakat daerah, sebagai juga pembayar pajak," tutur Viktor.
Bunyi Pasal
Pasal 70 Ayat (3) yang diujimaterikan itu mengatur bahwa kepala daerah yang mencalonkan kembali pada daerah yang sama harus menjalani cuti di luar tanggungan negara, dan dilarang menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan.
Adapun, KPU telah menetapkan masa kampanye Pilkada 2024 dilaksanakan selama 60 hari, yakni pada 25 September–23 November 2024. Artinya, jika mengikuti ketentuan Pasal 70 Ayat (3) UU Pilkada, calon kepala daerah petahana harus cuti selama 60 hari dan digantikan sementara oleh penjabat atau pelaksana tugas.
Menurut Viktor, penjabat atau pelaksana tugas sementara yang menggantikan kepala daerah petahana dikhawatirkan tidak mampu menjalankan tugasnya secara optimal, sebab harus berbagi fokus dengan jabatan definitif-nya.
Lebih lanjut, dia menjabarkan, ketentuan Pasal 70 Ayat (3) UU Pilkada berbeda dengan mekanisme cuti bagi petahana dalam UU Pemilu.
Pasal 281 Ayat (2) UU Pemilu menyebutkan bahwa pelaksanaan cuti dan jadwal cuti harus dengan memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan negara dan penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Berdasarkan pasal itu, presiden maupun wakil presiden yang kembali ikut dalam kontestasi pilpres tidak harus menjalani cuti penuh selama masa kampanye.
"Sehingga setelah selesai kampanye, dia bisa bekerja lagi. Nanti masuk dalam masa kampanye, dia cuti lagi. Lalu kemudian setelah selesai, dia bisa bekerja lagi. Jadi, tidak meninggalkan tanggung jawabnya sebagai kepala penyelenggara daerah ataupun penyelenggara pemerintah pusat," ujar Viktor.
MK Diminta Percepat Sidang
Oleh karena itu, mewakili kliennya, Viktor meminta kepada Mahkamah, agar Pasal 70 Ayat (3) UU Pilkada ditambahkan frasa "pengaturan lama cuti dan jadwal cuti dengan memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan pemerintahan daerah".
"Kita minta agar terhadap pelaksanaan jadwal dan lamanya cuti kampanye, itu harus memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dengan seperti itu, maka seluruh kepala daerah yang kembali mengikuti kontestasi pilkada, tidak harus meninggalkan tanggung jawabnya yang diemban selama lima tahun ini," ujar Viktor.
Di sisi lain, Viktor juga meminta agar MK melakukan persidangan cepat (speedy trial) untuk memutus permohonan tersebut, mengingat tahapan kampanye Pilkada 2024 akan dimulai pada akhir bulan ini.