Berdalih Punya Utang Kampanye, Wali Kota Blitar Ingin Menjabat hingga 2026
Wali Kota Blitar ikut menggugat UU Pilkada terkait masa jabatan ke MK.
Berdalih Punya Utang Kampanye, Wali Kota Blitar Ingin Menjabat hingga 2026
Wali Kota Blitar, Santoso, menjadi salah satu dari 270 kepala daerah yang menggugat UU Pilkada terkait masa jabatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Alasan utama gugatan ini adalah utang Pilkada 2020 yang belum lunas.
Santoso sebelumnya mengungkapkan memiliki utang dalam kampanye politik pada tahun 2020. Hal ini diungkapkannya setelah menjadi korban perampokan dan penyekapan pada bulan Desember 2022.
Uang Rp400 juta yang dicuri oleh komplotan perampok rencananya akan digunakan untuk membayar utang kampanye. Akibatnya Santoso terpaksa menunda pelunasan utangnya.
"Terkait dengan RPJMD 2021-2026 semoga bisa terlaksana, walaupun masa jabatan saya menurut aturan diperpendek berakhir pada 2024," tutur Santoso, Sabtu (24/2).
Santoso menegaskan, gugatan ini penting untuk diajukan, jika masa jabatannya dipotong, sejumlah program untuk masyarakat yang telah disusun juga bakal berhenti.
"Semua kepala daerah tentu punya program tahun pertama kedua, ketiga, keempat dan kelima itu harus dijalankan jangan sampai terpotong. Tahun terakhir tidak bisa terlaksana, karena dipangkas masa jabatannya," keluh Santoso.
Sesuai jadwal, masa jabatan Santoso akan berakhir pada November 2024. Namun, Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) dan Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) telah mengajukan gugatan ke MK.
"Dengan harapan pemangkasan masa jabatan bupati, wali kota dan gubernur agar dikembalikan sesuai dengan SK pada waktu dilantik. Sehingga tidak ada pemangkasan masa jabatan," jelas Santoso.
Gugatan 270 bupati dan wali kota ini sudah dimasukkan ke MK dan menunggu proses pembahasan dan keputusannya. Santoso berharap masa jabatannya bisa dikembalikan sesuai SK pelantikan, yaitu 2021 sampai 2026.
"Itu namanya ikhtiar, kenapa sampai bupati, wali kota dan gubernur melakukan seperti itu (gugatan ke MK). Karena sebagian besar utangnya untuk biaya Pilkada belum lunas, oleh karena itu diupayakan agar sesuai dengan SK Mendagri itu yang harus dilakukan. Bukan harus memangkas hak-hak dari bupati, walikota dan gubernur yang belum habis masa jabatannya," tutupnya.