Sikapi Putusan MK, Partai Buruh Bersiap Usung Anies di Pilkada Jakarta Bersama PDIP dan Hanura
Usai gugatan dikabulkan, Partai Buruh mempertimbangkan mengusung Anies Baswedan di Pilkada Jakarta bersama PDIP dan Hanura.
Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengakui ikut menguggat UU Pilkada tentang syarat ambang batas pencalonan kepala daerah. Usai gugatan dikabulkan, Partai Buruh mempertimbangkan mengusung Anies Baswedan di Pilkada Jakarta bersama PDIP dan Hanura.
"Gugatan partai buruh dimenangkan oleh MK pada hari ini 20 Agustus, dengan demikian peluang Anies Baswedan bisa maju memenuhi syarat sebagai calon Gubernur Jakarta dengan cukup diusung oleh PDIP, Partai Buruh, dan Hanura," kata Said Iqbal kepada merdeka.com, Selasa (20/8).
Sementara itu, Ahli Hukum Pemilu dan Pilkada sekaligus Ketua Tim Kuasa Hukum Partai Buruh Said Salahudin menjelaskan, putusan uji materiil UU Pilkada yang diajukan Partai Buruh dan dikabulkan MK dengan nomor perkara 60/PUU-XXII/2024.
"Berdasarkan Putusan MK, syarat pengusulan paslon pilkada oleh partai politik/ gabungan partai politik tidak lagi menggunakan ketentuan ambang batas kursi DPRD (20%) atau suara sah (25%)," ujar Said Salahudin.
"MK menetapkan syarat baru pengusulan paslon dengan menentukan ambang batas perolehan suara sah parpol/gabungan parpol yang dikaitkan dengan jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 di masing-masing daerah. Ada empat klasifikasi besaran suara sah yang ditetapkan MK, yaitu; 10%, 8,5%, 7,5%, dan 6,5%," sambungnya.
Putusan MK
MK mengabulkan sebagian gugatan dari Partai Buruh dan Partai Gelora terkait Undang-Undang Pilkada. Hasilnya, sebuah partai atau gabungan partai politik boleh mengajukan calon kepala daerah meski tidak punya kursi DPRD, namun dengan syarat tertentu.
Putusan atas perkara Nomor 60/PUU-XXII/2024 tersebut telah dibacakan majelis hakim dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (20/8). MK menyatakan, Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Pilkada inkonstitusional.
Adapun isi Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Pilkada adalah, “Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan itu hanya berlaku untuk Partai Politik yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.”
Hakim MK Enny Nurbaningsih menyampaikan, esensi dari Pasal tersebut sebenarnya sama dengan Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang 32 Tahun 2004 yang telah dinyatakan inkonstitusional sebelumnya.
"Pasal 40 ayat (3) UU 10 Tahun 2016 telah kehilangan pijakan dan tidak ada relevansinya untuk dipertahankan, sehingga harus pula dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945," tutur Enny dalam persidangan.