Usai 30 hari sejak disahkan, Jokowi ambil sikap soal UU MD3
Merdeka.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) belum menandatangani pengesahan revisi undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3). Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan Presiden Jokowi akan mengambil sikap konkret terkait UU MD3 setelah 30 hari sejak revisi UU MD3 disahkan.
UU MD3 diketuk dalam sidang paripurna DPR pada 12 Februari lalu. Maka, 30 hari dari sejak UU MD3 disahkan tinggal menghitung hari.
"Setelah 30 hari nanti kita lihat," kata Pramono Anung di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (6/3) kemarin.
-
Kapan UU MD3 masuk Prolegnas? Revisi UU MD3 memang sudah masuk Prolegnas prioritas 2023-2024 yang ditetapkan pada tahun lalu.
-
Kapan UU MD3 akan direvisi? 'Kalau terbaru kita akan lihat urgensinya setelah penetapan pimpinan dan lain-lainnya,' ucap dia.
-
Kapan Presiden Jokowi terbitkan UU Pemilu terbaru? Presiden Joko Widodo menerbitkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2023 tentang Pemilu pada tanggal 4 Mei 2023.
-
Apa yang dibahas UU MD3? Revisi UU MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) masuk ke dalam Prolegnas Prioritas 2024.
-
Siapa yang membahas UU MD3? Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Achmad Baidowi alias Awiek merespons kabar revisi UU MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) masuk ke dalam Prolegnas Prioritas 2024.
-
Kapan Petisi 50 dibacakan di DPR? Tepat pada tanggal 13 Mei 1980, petisi ungkapan keprihatinan itu dibacakan di depan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan tujuan untuk meyakini para wakil rakyat untuk meminta penjelasan apa maksud dari pernyataan sang presiden.
Seperti diketahui, jika dalam jangka waktu 30 hari Presiden tidak menandatangani, sesuai ketentuan maka revisi UU MD3 itu dengan sendirinya akan berlaku.
Saat ditanya, kemungkinan pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) MD3, Pramono kembali meminta menunggu hingga batas waktu 30 hari mendatang.
"Pokoknya tunggu 30 hari. Dari 30 hari akan kelihatan sikapnya," tegas Pramono.
Pada Selasa (20/2) siang, Menkum HAM Yasonna Hamonangan Laoly melapor ke Presiden Jokowi soal pengesahan UU MD3. Menurut Yasonna, Jokowi enggan meneken UU MD3 tersebut. Jokowi terkejut dan mempertanyakan pasal-pasal dalam UU tersebut yang memicu perdebatan di publik.
"Presiden mengatakan kok sampai begini, jadi heboh di masyarakat," kata Yasonna di Istana Negara.
Menurut Yasonna, Jokowi menyoroti sejumlah pasal. Di antaranya soal imunitas DPR, dan pemanggilan paksa pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga dengan meminta bantuan pihak kepolisian. Menurut Yasonna, Jokowi sangat kaget melihat adanya sejumlah pasal baru dalam UU MD3.
Yasonna menjelaskan, sebelumnya pemerintah hanya menyetujui perubahan kursi pimpinan MPR, DPR, dan DPD. Yakni masing-masing mendapat penambahan kursi wakil pimpinan sesuai diatur dalam Pasal 15, Pasal 84, dan Pasal 260. Namun dalam perkembangannya, DPR membuat pasal-pasal baru yang dianggap tidak perlu.
"Dalam perkembangannya teman-teman DPR membuat tambahan pasal yang sangat banyak sekali dan boleh saya katakan melalui perdebatan panjang dan alot itu 2/3 keinginan teman-teman DPR tidak saya setujui, lebih dari 2/3 keinginan yang diminta DPR. Kalau kita setujui waduh itu lebih super powerful lagi," katanya.
Tak lama disahkan dalam paripurna, UU MD3 digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan diajukan Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) ke MK pada (14/2) lalu. Gugatan kedua berasal dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang mendaftarkan gugatan, Jumat (23/2).
Gugatan dilayangkan karena mempermasalahkan tiga pasal yang dinilai kontroversial, yaitu pasal 73 ayat (3) dan ayat (4), Pasal 122 huruf k, dan Pasal 245.
Pasal 73 ayat (3) dan (4) mengatur wewenang DPR untuk memanggil paksa orang. Paksaan bisa dilakukan jika orang terkait menolak memenuhi panggilan dewan.
Uji materi Pasal 122 huruf k diajukan karena DPR dinilai tak berhak mengambil langkah hukum terhadap warga yang dianggap merendahkan kehormatan parlemen.
Sementara, Pasal 245 UU MD3 hasil revisi yang mengatur hak imunitas anggota DPR juga dianggap bermasalah. (mdk/rzk)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Supres RUU Perampasan Aset sudah dikirimkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada awal Mei 2023.
Baca SelengkapnyaKata Dasco saat ini hanya menunggu waktu lantaran sudah selesai di pengambilan keputusan tingkat I.
Baca SelengkapnyaWakil Ketua DPR Sufmi Dasco menyebut, pengesahan RUU bisa digelar di masa sidang ini.
Baca SelengkapnyaRapat Paripurna DPR menyepakati RUU Dewan Pertimbangan Presiden menjadi RUU Inisiatif DPR.
Baca SelengkapnyaSaat ini MK fokus pada persidangan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) pemilihan legislatif 2024.
Baca SelengkapnyaJokowi menghargai langkah cepat DPR yang membatalkan untuk merevisi undang-undang Pilkada.
Baca SelengkapnyaMenkominfo Budi Arie Setiadi menjamin lembaga yang diamanatkan dalam UU PDP segera terbentuk sebelum pergantian pemerintahan.
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi menekankan pentingnya Undang-Undang Perampasan Aset. Namun, belum ada kejelasan mengenai kelanjutan pembahasan RUU ini di DPR.
Baca Selengkapnya