3 Mitos Seputar Bayi Tabung atau IVF yang Banyak Beredar, Ini Fakta Sesungguhnya
Mitos-mitos seputar bayi tabung atau IVF sering kali membuat pasangan ragu untuk mencoba metode ini.
Program bayi tabung atau in vitro fertilization (IVF) adalah salah satu solusi bagi pasangan yang mengalami kesulitan untuk hamil secara alami. Meski semakin banyak pasangan yang memilih metode ini, masih banyak mitos yang beredar dan sering kali membuat pasangan ragu untuk mencoba IVF.
Dokter spesialis obstetri dan ginekologi konsultan fertilitas dan endokrinologi reproduksi, dr. Upik Anggraheni, mengungkapkan tiga mitos seputar bayi tabung yang paling sering didengarnya dari pasien dan memberikan klarifikasi atas mitos-mitos tersebut.
-
Apa mitos yang berkembang tentang hamil anak ke-3? Mitos hamil anak ke 3 disebut lebih sulit dari kehamilan sebelumnya.
-
Gimana mitos ini mempengaruhi kehamilan? Kepercayaan ini menyarankan bahwa mencukur bulu kemaluan selama masa kehamilan bisa membawa dampak negatif bagi kesehatan ibu dan bayi.
-
Apa mitos tentang kontrasepsi dan kesuburan? Mitos tentang kontrasepsi yang pertama berkaitan dengan pengaruh kesuburan. Mitos yang menyatakan bahwa penggunaan alat kontrasepsi dapat mempengaruhi kesuburan di masa depan seringkali membuat banyak pasangan ragu untuk menggunakan metode pencegahan kehamilan.
-
Bagaimana cara mengatasi mitos hamil anak ke-3? Untuk mengatasi mitos ini, sebagian masyarakat masih menerapkan tradisi medekingi.
-
Bagaimana mitos tentang kontrasepsi dan berat badan beredar? Mitos yang menyebutkan bahwa alat kontrasepsi bisa membuat gemuk seringkali menjadi alasan bagi banyak perempuan untuk enggan menggunakannya.
-
Mitos apa tentang hubungan intim di kehamilan? Beberapa orang menyebut, jika ibu hamil dilarang melakukan hubungan intim dengan suami.
Mitos 1: Bayi dari Program IVF Harus Dilahirkan Caesar
Salah satu mitos yang sering didengar adalah bahwa bayi yang dikandung melalui program bayi tabung harus dilahirkan dengan operasi caesar. Dr. Upik menegaskan bahwa anggapan ini tidak benar.
"Jika tidak memiliki kelainan atau masalah apapun, ya boleh dilahirkan normal. Dokter akan menyampaikan kepada pasien apa saja risiko selama persalinan," kata Upik.
Jadi, selama kondisi ibu dan bayi dalam keadaan sehat dan tidak ada komplikasi, persalinan normal tetap bisa menjadi pilihan.
Mitos 2: Anak Pertama Lewat Bayi Tabung, Anak Kedua Harus Bayi Tabung
Mitos lainnya adalah bahwa jika anak pertama lahir melalui program bayi tabung, maka anak kedua juga harus melalui cara yang sama. Faktanya, hal ini tidak selalu terjadi. Menurut dr. Upik, banyak pasangan yang setelah menjalani IVF untuk anak pertama, dapat hamil secara alami untuk anak kedua. "
"Sekarang banyak pasangan muda yang memilih langsung bayi tabung biar cepat hamil. Setelah melahirkan, dia lupa KB, lalu bisa hamil secara alami. Itu mungkin sekali," jelas Upik.
Lebih lanjut, pasien dengan riwayat Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) yang sudah berhasil hamil sekali, kehamilan selanjutnya akan lebih mudah terjadi. Ini menunjukkan bahwa kehamilan alami bisa terjadi setelah berhasil melalui program bayi tabung.
Mitos 3: Bayi dari IVF Gampang Sakit-sakitan
Ada juga mitos yang menyatakan bahwa bayi yang lahir dari program IVF akan lebih rentan terhadap penyakit dan cenderung sakit-sakitan. Dengan tegas, dr. Upik membantah hal tersebut.
"Bayi dari bayi tabung dan alami hasilnya sama. Tergantung dari genetik orangtuanya, karena sama-sama berasal dari sel benih ayah dan ibu," kata Upik.
Ini menunjukkan bahwa kesehatan bayi lebih dipengaruhi oleh faktor genetik daripada metode konsepsi. Beberapa studi yang meneliti kesehatan anak-anak IVF, seperti yang dipublikasikan di National Center for Biotechnology Information, tidak menemukan perbedaan kesehatan yang signifikan antara anak IVF dan anak yang dikandung secara alami.
Pentingnya Konsultasi dengan Dokter
Dr. Upik menekankan bahwa masih banyak mitos yang beredar tentang bayi tabung di masyarakat. Ia menyarankan agar pasangan yang berencana menjalani program bayi tabung untuk berkonsultasi langsung dengan dokter.
"Bila dengar mitos-mitos bayi tabung yang lain, bisa ditanyakan langsung ke dokter yang merawat ya," kata Upik. Konsultasi dengan dokter akan memberikan informasi yang lebih akurat dan menghilangkan keraguan yang disebabkan oleh mitos.
Pastikan untuk berkonsultasi dulu dengan dokter kandungan mengenai apakah Anda membutuhkan program bayi tabung ini. Karena tidak semua rumah sakit memiliki program bayi tabung ini, dokter biasanya akan melakukan tindakan IVF ini pada rumah sakit yang memang memliki program ini.
Kapan Prosedur Bayi Tabung atau IVF Dilakukan?
Program bayi tabung dilakukan pada pasangan dengan berbagai masalah kesuburan, seperti faktor sperma, sumbatan di kedua saluran telur, endometriosis, gangguan pematangan telur, dan faktor yang tidak diketahui penyebabnya (unexplained infertility). Prosedur ini melibatkan pertemuan sel telur dan sperma di luar tubuh manusia, kemudian 1-3 embrio yang telah terjadi pembuahan ditanam kembali ke rahim calon ibu.
Program ini dapat dilakukan pada wanita di bawah usia 46 tahun, meski ada juga kasus wanita berusia 48 tahun yang berhasil hamil melalui IVF. Angka keberhasilan program bayi tabung di dunia pada wanita di bawah 35 tahun mencapai 44,45 persen. Di Indonesia, tepatnya di program bayi tabung di RSPI pada tahun 2023, angka keberhasilan IVF pada usia kurang dari 35 tahun adalah 39,7 persen, dan pada usia 35-37 tahun sebesar 36,8 persen.