Bahaya Pernikahan Usia Belia bagi Laki-laki dan Perempuan, Perlu Dihindari untuk Kesehatan
Pernikahan usia belia bisa menimbulkan berbagai dampak kesehatan yang perlu dikenali dan dihindari.
Pernikahan adalah ikatan sakral yang menyatukan dua individu dalam satu kehidupan bersama. Namun, saat pernikahan dilakukan pada usia yang terlalu muda, khususnya di bawah usia legal yang ditetapkan, banyak risiko yang mengintai. Fenomena pernikahan usia belia masih marak terjadi, terutama di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Meski undang-undang telah menetapkan batas usia minimal untuk menikah, praktik ini tetap berlangsung dengan berbagai alasan, seperti tekanan budaya, agama, atau kondisi ekonomi.
Secara umum, pernikahan di usia belia tidak hanya berdampak pada perempuan, tetapi juga pada laki-laki. Banyak yang beranggapan bahwa risiko hanya menimpa perempuan karena mereka yang seringkali menjadi korban dari pernikahan anak. Namun, laki-laki yang menikah di usia belia juga menghadapi konsekuensi serius yang sering kali diabaikan. Oleh karena itu, penting untuk meninjau secara komprehensif bahaya dari pernikahan usia belia bagi kedua jenis kelamin.
-
Mengapa Kemenkominfo mengimbau remaja untuk tidak menikah dini? Ia juga mengimbau, remaja tidak menikah di usia dini karena dapat berdampak buruk bagi kesehatan ibu maupun anak. Hal ini karena, para remaja masih membutuhkan gizi maksimal hingga usia 21 tahun. Bila nutrisi ibu tidak mencukupi selama kehamilan maka bayi akan lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) dan sangat berisiko terkena stunting.
-
Kenapa Kabupaten Trenggalek cegah pernikahan anak? Tujuannya adalah memberikan perlindungan kepada anak.
-
Siapa yang berisiko mengalami perceraian karena pernikahan dini? Pasangan yang melakukan pernikahan dini juga sangat berisiko mengalami perceraian karena di usia remaja secara mental mereka juga belum siap,“ kata Jauhar dikutip dari ANTARA.
-
Dimana Kabupaten Trenggalek jadi rujukan cegah pernikahan anak? Tim Penggerak PKK Provinsi Jawa Timur, memilih Trenggalek sebagai rumah rujukan belajar praktik baik yang di selenggarakan pada tanggal 1 Agustus 2023 di Kabupaten Trenggalek.
-
Apa program Kabupaten Trenggalek untuk cegah pernikahan anak? TP PKK Trenggalek Sejahterakan Hak Anak Lewat Program Desa Nol Perkawinan di Bawah Umur Seluruh kader terus bergerak membangun komitmen di semua lini PKK sampai pada tingkat dasa wisma
-
Gimana mencegah kenakalan remaja dengan agama? Memberikan pendidikan moral dan agama sejak dini. Hal ini bisa membantu remaja untuk memiliki nilai-nilai yang baik, menghormati orang lain, dan bertanggung jawab atas perbuatannya.
Aturan Usia Minimal untuk Menikah di Indonesia
Dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pemerintah Indonesia telah menetapkan usia minimal menikah bagi laki-laki dan perempuan adalah 19 tahun. Aturan ini dibuat untuk melindungi anak-anak dari dampak buruk pernikahan dini yang dapat merusak masa depan mereka. Sebelum perubahan ini, usia minimal menikah untuk perempuan adalah 16 tahun, yang memicu banyak kritik dari berbagai pihak terkait kesehatan fisik dan mental remaja yang dipaksa menikah di usia belia.
Namun, meski aturan telah ditegakkan, di beberapa wilayah, pernikahan anak masih sering kali terjadi, baik secara sah maupun melalui pernikahan adat. Ketidakpatuhan terhadap aturan ini sering kali terjadi karena beberapa keluarga menganggap pernikahan sebagai solusi dari kemiskinan atau cara untuk menghindari "aib" dalam masyarakat.
Dampak Kesehatan dan Psikologis pada Perempuan
Perempuan yang menikah di usia muda menghadapi berbagai risiko, terutama dalam hal kesehatan fisik dan mental. Banyak studi yang menunjukkan bahwa anak perempuan yang menikah sebelum usia 18 tahun lebih rentan mengalami komplikasi saat kehamilan dan persalinan. Menurut data dari WHO, komplikasi kehamilan dan persalinan adalah penyebab utama kematian pada remaja perempuan di negara-negara berkembang. Tubuh mereka yang belum matang sepenuhnya sering kali belum siap untuk menghadapi beban kehamilan dan persalinan.
Selain itu, risiko kesehatan mental juga tinggi. "Pernikahan di usia belia memicu tekanan psikologis yang besar, karena mereka dipaksa untuk mengambil peran orang dewasa sebelum mereka siap," ungkap seorang psikolog. Perempuan muda yang menikah sering kali dipaksa untuk meninggalkan pendidikan mereka, kehilangan kesempatan untuk berkembang, dan menjadi terisolasi dari lingkungan sosial yang seharusnya menjadi tempat mereka bertumbuh. Kondisi ini bisa menyebabkan depresi, kecemasan, bahkan gangguan stres pascatrauma (PTSD).
Dampak pada Laki-laki: Beban Tanggung Jawab yang Berat
Tidak hanya perempuan yang mengalami dampak buruk dari pernikahan usia belia. Laki-laki yang menikah di usia muda juga menghadapi tantangan besar, terutama dalam hal tanggung jawab ekonomi dan psikologis. Laki-laki yang masih remaja sering kali belum memiliki keterampilan atau stabilitas ekonomi yang cukup untuk mendukung keluarganya. Ini menyebabkan mereka sering kali merasa tertekan dan stres karena tidak mampu memenuhi ekspektasi sebagai kepala keluarga.
Sebuah studi yang diterbitkan dalam Journal of Adolescent Health menunjukkan bahwa laki-laki yang menikah sebelum usia 20 tahun lebih mungkin mengalami stres, masalah keuangan, dan konflik rumah tangga. Mereka juga lebih mungkin mengalami putus sekolah, yang akhirnya membatasi kesempatan mereka untuk mendapatkan pekerjaan yang layak di masa depan. Ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga sering kali berujung pada kekerasan dalam rumah tangga, perceraian, atau bahkan kejahatan.
Secara psikologis, laki-laki yang menikah muda juga kehilangan masa transisi mereka dari remaja menuju dewasa. Masa ini adalah saat yang penting untuk membentuk identitas, nilai-nilai, dan tanggung jawab individu. Ketika proses ini terpotong oleh pernikahan, mereka sering kali merasa belum siap untuk menjalankan peran sebagai suami dan ayah, yang akhirnya menciptakan ketidakstabilan emosional dan psikologis.
Dampak Sosial: Siklus Kemiskinan dan Ketidaksetaraan Gender
Salah satu dampak sosial terbesar dari pernikahan usia belia adalah siklus kemiskinan yang sulit diputus. Ketika seorang anak menikah muda, mereka cenderung putus sekolah dan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi. Tanpa pendidikan yang memadai, baik laki-laki maupun perempuan akan kesulitan mendapatkan pekerjaan yang layak, yang pada akhirnya memperburuk kondisi ekonomi mereka dan keluarga.
Ketidaksetaraan gender juga semakin tajam akibat praktik pernikahan anak. Banyak perempuan yang menikah muda mengalami ketidakadilan dalam hubungan pernikahan, di mana mereka sering kali menjadi pihak yang harus tunduk pada suami. Dalam banyak kasus, mereka juga mengalami kekerasan fisik dan mental dalam rumah tangga. Data dari UNICEF menunjukkan bahwa perempuan yang menikah sebelum usia 18 tahun lebih rentan menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga dibandingkan mereka yang menikah pada usia yang lebih matang.
Pernikahan usia belia, baik pada laki-laki maupun perempuan, membawa dampak buruk yang luas. Tidak hanya kesehatan fisik dan mental yang terancam, tetapi juga masa depan pendidikan, stabilitas ekonomi, dan kehidupan sosial mereka. Aturan usia minimal menikah yang telah ditetapkan oleh pemerintah harus ditegakkan dengan ketat, dan kesadaran masyarakat tentang risiko pernikahan dini harus terus ditingkatkan. Mari kita bersama-sama melindungi masa depan generasi muda dengan memberikan mereka kesempatan untuk tumbuh, belajar, dan berkembang secara maksimal sebelum mengambil langkah besar dalam hidup mereka.