Dampak Pertengkaran Orangtua Terhadap Kesehatan Mental Anak
Terjadinya pertengkaran orangtua terutama yang ditunjukkan di depan anak bisa sangat berpengaruh terhadap kondisi mental mereka.
Hubungan antara orangtua tentu tidak selalu harmonis, dan perbedaan pendapat adalah bagian dari dinamika normal. Namun, ketika perbedaan tersebut berubah menjadi pertengkaran yang intens, dampaknya tidak hanya dirasakan oleh pasangan, tetapi juga oleh anak-anak yang menjadi saksi dari konflik tersebut.
Dilansir dari Parents, penelitian menunjukkan bahwa pertengkaran orangtua, terutama yang terjadi secara terus-menerus, dapat memberikan dampak jangka panjang terhadap kesehatan mental anak, mulai dari depresi, kecemasan, hingga penurunan rasa percaya diri.
-
Apa saja dampak pertengkaran orangtua? Pertengkaran dapat menimbulkan rasa tidak aman, mempengaruhi hubungan antara orangtua dan anak, serta menciptakan lingkungan yang penuh stres.
-
Kenapa konflik antara orangtua dan anak bisa berdampak negatif? Konflik antara orangtua dan anak adalah hal yang wajar terjadi dalam hubungan keluarga. Berbagai perbedaan pandangan, kebutuhan, dan nilai yang dimiliki masing-masing generasi sering kali menjadi pemicu timbulnya permasalahan. Namun, jika tidak dikelola dengan baik, konflik ini dapat berkembang menjadi masalah yang berkepanjangan dan berdampak negatif pada hubungan antara orangtua dan anak.
-
Apa saja penyebab konflik antara orangtua dan anak? Perbedaan ini bisa timbul dari banyak hal, mulai dari perbedaan generasi hingga perbedaan nilai dan harapan yang dimiliki.
-
Siapa yang sering bertengkar dengan anak? Sering Bertengkar dengan Anak
-
Kenapa anak-anak sering bertengkar? Anak-anak yang sering terpapar pertengkaran orangtua lebih cenderung memperlakukan orang lain dengan permusuhan. Mereka sering menyelesaikan pertengkaran dengan saudara mereka menggunakan taktik yang sama dengan yang mereka lihat dari orangtua mereka.
-
Bagaimana cara menyelesaikan konflik antara orangtua dan anak? Dhani menyarankan agar dalam situasi emosional, baik orangtua maupun anak mengambil jeda terlebih dahulu sebelum melanjutkan diskusi. Hal ini memungkinkan keduanya untuk menenangkan diri dan kembali ke pembicaraan dengan pikiran yang lebih jernih.
Mengapa Pertengkaran Orangtua Menjadi Masalah?
Anak-anak dari berbagai usia, mulai dari bayi hingga dewasa muda, terpengaruh oleh cara orangtua mereka menangani konflik. Perasaan tidak aman sering kali menjadi efek pertama yang dirasakan anak. "Pertengkaran melemahkan rasa aman anak terhadap stabilitas keluarga," jelas sebuah studi. Anak-anak yang sering menyaksikan konflik orangtua mungkin mulai khawatir tentang kemungkinan perceraian atau merasa terjebak dalam ketegangan emosional akibat perlakuan seperti silent treatment.
Selain itu, konflik yang berkepanjangan dapat memengaruhi hubungan antara orangtua dan anak. Orangtua yang stres akibat konflik sering kali kesulitan memberikan perhatian dan kasih sayang kepada anak-anak mereka. Akibatnya, kualitas hubungan pun menurun, menciptakan lingkungan yang tidak sehat secara emosional.
Lingkungan rumah yang penuh konflik juga menciptakan stres kronis bagi anak. Paparan stres yang berkepanjangan ini dapat mengganggu perkembangan fisik dan psikologis anak, termasuk memengaruhi kemampuan belajar, perkembangan sosial, dan regulasi emosi mereka.
Dampak Jangka Panjang terhadap Kesehatan Mental
Sebuah studi pada 2012 yang melibatkan keluarga dari anak-anak taman kanak-kanak hingga kelas tujuh menemukan bahwa anak-anak yang tumbuh dalam keluarga dengan konflik tinggi lebih mungkin mengalami depresi, kecemasan, dan masalah perilaku seiring bertambahnya usia. Hasil penelitian tersebut menegaskan bahwa konflik orangtua tidak hanya berimbas pada kesehatan mental anak saat itu, tetapi juga berdampak pada jangka panjang.
Beberapa dampak jangka panjang yang telah diidentifikasi meliputi:
Kinerja Kognitif yang Menurun
Anak-anak dari keluarga dengan konflik tinggi cenderung kesulitan mengatur perhatian dan emosi mereka. Mereka juga mengalami penurunan kemampuan untuk memecahkan masalah dengan cepat atau mengenali pola informasi baru.
Masalah Hubungan Sosial
Anak-anak yang terbiasa melihat orangtuanya bertengkar cenderung menggunakan taktik yang sama saat menghadapi konflik dengan teman atau saudara. Di masa dewasa, mereka mungkin kesulitan membangun hubungan yang sehat karena terbiasa dengan ketidakharmonisan.
Gangguan Perilaku
Anak-anak yang sering terpapar konflik lebih rentan terhadap agresi, kenakalan, dan kesulitan dalam menyesuaikan diri di lingkungan sekolah maupun sosial.
Masalah Fisik dan Psikologis Lainnya
Penelitian mengaitkan gangguan makan, seperti anoreksia dan bulimia, dengan tingkat konflik yang tinggi di rumah. Anak-anak juga sering melaporkan masalah fisik seperti gangguan tidur, sakit perut, atau sakit kepala akibat stres emosional yang mereka alami.
Penyalahgunaan Zat
Tinggal di lingkungan yang penuh konflik meningkatkan kemungkinan anak-anak untuk merokok, mengonsumsi alkohol secara berlebihan, atau menggunakan narkoba saat remaja atau dewasa.
Pandangan Hidup yang Negatif
Konflik yang berkepanjangan membuat anak-anak memiliki pandangan negatif terhadap hubungan keluarga, yang juga dapat memengaruhi cara mereka memandang diri sendiri dan dunia di sekitar mereka.
Kapan Pertengkaran Orangtua Menjadi Berbahaya?
Tidak semua argumen atau pertengkaran membawa dampak negatif yang sama. Namun, taktik destruktif seperti saling menghina, mengancam perceraian, kekerasan fisik, atau bahkan perlakuan diam (silent treatment) selama berhari-hari, dapat meninggalkan luka emosional yang mendalam pada anak-anak. Anak-anak mempelajari keterampilan penyelesaian konflik dan regulasi emosi dari melihat bagaimana orangtua mereka menangani perbedaan. Jika mereka menyaksikan kekerasan atau ketidakadilan, mereka mungkin menganggapnya sebagai cara yang dapat diterima untuk menyelesaikan masalah.
Mengurangi Dampak Negatif
Untungnya, efek dari konflik ini dapat diminimalkan jika orangtua mengambil langkah proaktif. Penting bagi orangtua untuk mendiskusikan pertengkaran secara terbuka dengan anak-anak mereka, meski tanpa harus membahas detail konflik. Pernyataan sederhana seperti, "Ayah dan Ibu berbeda pendapat kemarin, tetapi kami sedang mencari solusinya," dapat memberikan rasa aman pada anak.
Selain itu, memberikan jaminan kepada anak bahwa mereka tidak bertanggung jawab atas konflik dan bahwa keluarga tetap kuat meski ada perbedaan, membantu mengurangi kekhawatiran mereka.
Jika konflik rumah tangga sudah berdampak pada kesehatan mental anak, mencari bantuan terapis keluarga atau konselor adalah langkah bijak. Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan harmonis memiliki peluang lebih besar untuk berkembang menjadi individu yang sehat secara emosional.