IDAI Beri Rekomendasi bagi Pemerintah untuk Atur Takaran Gula pada Makanan Anak
Aturan untuk takaran gula ini merupakan langkah penting untuk jaga kesehatan anak.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mendesak pemerintah untuk segera mengatur kadar gula dalam makanan anak demi mencegah lonjakan kasus penyakit tidak menular, seperti diabetes melitus pada anak-anak. Ketua Pengurus Pusat IDAI, Dr. Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A(K), menyampaikan bahwa konsumsi gula berlebihan telah menjadi ancaman serius bagi kesehatan anak-anak di Indonesia.
“Saya kira sudah saatnya pemerintah memberikan perhatian, sebagaimana pada bahaya rokok, terhadap bahaya gula ini,” ujar Piprim dilansir dari Antara.
-
Siapa yang merekomendasikan batasan gula anak? Dokter spesialis anak, dr. Dian Sulistya Ekaputri, Sp.A, mengutip American Heart Association merekomendasikan jumlah yang dibutuhkan anak sebagai berikut:
-
Siapa yang perlu batasi gula konsumsi anak? Siska menyarankan agar asupan gula dibatasi maksimal di bawah 10 persen dari total kalori yang dikonsumsi.
-
Siapa yang menentukan batas gula anak? World Health Organization (WHO) merekomendasikan agar konsumsi gula tambahan (added sugar) tidak melebihi 10% dari total asupan energi harian.
-
Berapa batas gula harian anak? American Heart Association merekomendasikan bahwa anak-anak tidak boleh mengonsumsi lebih dari 6 sendok teh gula tambahan per hari. Sedangkan berdasarkan informasi dari Kementrian Kesehatan RI, konsumsi gula pada anak 1–3 tahun maksimalnya adalah 25 gram atau setara dengan 3–4 sendok teh.
-
Apa dampak gula buat kesehatan anak? Penelitian ini menemukan bahwa 'mengurangi asupan gula selama periode kritis awal kehidupan dapat menurunkan risiko diabetes hingga 35% dan risiko hipertensi sebesar 20%'.
-
Apa saja yang direkomendasikan IDAI untuk cemilan anak? Menurut rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), cemilan bagi anak sebaiknya menjadi bagian yang tidak hanya menggugah selera, tetapi juga memastikan asupan gizi yang dibutuhkan.
IDAI mengusulkan agar pemerintah mengatur pencantuman takaran gula pada label makanan dan minuman yang dijual di pasaran, khususnya yang ditargetkan untuk anak-anak. “Misalnya, memberi setiap minuman manis (kadar gulanya) setara dengan berapa sendok gula pasir,” tambah Piprim.
Langkah ini, menurut Piprim, dapat membantu orang tua lebih sadar akan kadar gula dalam makanan yang dikonsumsi anak mereka. Pentingnya edukasi ini didukung oleh data mengejutkan dari IDAI yang mencatat prevalensi diabetes pada anak telah meningkat hingga 70 kali lipat pada pertengahan 2022 dibandingkan tahun 2010, dengan angka dua kasus diabetes per 100 ribu anak.
Bahaya Tersembunyi Gula
Piprim menyoroti bahwa ancaman gula sering kali tidak disadari, berbeda dengan rokok yang telah lama dianggap sebagai bahaya kesehatan. “Kenapa gula ini begitu berbahaya? Karena gula tidak dianggap berbahaya. Berbeda dengan rokok misalkan, rokok itu dianggap berbahaya karena ada tulisan ‘rokok dapat membunuhmu’. Tapi kalau gula? Sampai saat ini kita belum melihat peringatan terhadap minuman atau makanan yang mengandung gula tinggi,” jelasnya.
Piprim juga menjelaskan mekanisme bagaimana gula memengaruhi metabolisme tubuh anak. Saat anak mengonsumsi makanan atau minuman dengan gula tinggi atau karbohidrat yang cepat diserap, kadar gula darah akan melonjak drastis, kemudian turun secara cepat.
“Inilah yang memicu anak menjadi crancky, lapar, mengamuk, dan akan reda bila diberikan gula lagi,” katanya. Siklus ini, jika terus terjadi, dapat menyebabkan adiksi gula, kelebihan nutrisi, dan akhirnya memicu penyakit seperti diabetes melitus, hipertensi, dan gangguan ginjal.
Langkah Preventif
Mengurangi konsumsi gula pada anak adalah langkah penting untuk melindungi mereka dari risiko penyakit tidak menular di kemudian hari. Piprim menekankan perlunya regulasi yang lebih tegas dan edukasi yang menyeluruh kepada masyarakat untuk membatasi asupan gula sejak dini.
Makanan dan minuman di pasaran saat ini, menurut Piprim, mayoritas mengandung kadar gula yang tinggi atau pemanis buatan. Tanpa pengawasan yang ketat, anak-anak akan terus terpapar risiko kesehatan yang semakin meningkat.
Rekomendasi IDAI ini diharapkan dapat menjadi perhatian serius bagi pemerintah dan masyarakat. Dengan regulasi yang tepat, anak-anak Indonesia dapat terhindar dari ancaman penyakit tidak menular, sekaligus mendukung tumbuh kembang mereka secara sehat dan optimal.