Ini Faktor yang Menentukan Apakah Seseorang Pro atau Kontra terhadap Pandangan Childfree
Penolakan terhadap konsep childfree sering kali berkaitan dengan norma-norma agama, sementara dukungan terhadapnya lebih didasarkan pada pertimbangan ekonomi.
Menurut data yang dirilis pada tahun 2022, sekitar delapan dari seratus perempuan usia produktif yang pernah menikah dan tidak menggunakan alat kontrasepsi memilih untuk menjalani hidup childfree. Ini berarti bahwa hanya 0,1 persen perempuan berusia antara 15 hingga 49 tahun yang mengambil keputusan tersebut. Dengan kata lain, dari seribu perempuan dewasa di Indonesia, satu di antaranya telah memilih untuk childfree dan tidak ingin memiliki anak. Angka ini diambil dari laporan DATAin yang dikeluarkan oleh Direktorat Analisis dan Pengembangan Statistik Badan Pusat Statistik (BPS) edisi 2023.01-1.
Hasil kajian ini menunjukkan bahwa pandangan masyarakat yang konvensional masih menganggap bahwa seorang perempuan memiliki identitas yang lengkap jika dia memiliki anak, terutama anak biologis. Ruegemer dan Dziengel dalam Journal of Woman and Aging (2022) menyatakan bahwa kemampuan perempuan untuk melahirkan anak memberikan mereka status sosial yang lebih tinggi karena dianggap mampu melanjutkan generasi. Oleh karena itu, perempuan yang memilih untuk tidak memiliki anak sering kali dipandang sebagai individu yang bermasalah dalam masyarakat.
-
Apa yang menjadi alasan utama perempuan memilih hidup childfree? Alasan Childfree Doyle et al. dalam studi yang dipublikasikan di Journal of Health Psychology pada tahun 2013 mengemukakan bahwa peningkatan jumlah perempuan yang memilih untuk hidup childfree disebabkan oleh beberapa faktor.
-
Siapa yang terdampak dari fenomena childfree? Kedua penulis tersebut memperingatkan bahwa jika tren ini terus berlanjut, Indonesia berisiko kehilangan segmen generasi tertentu dalam piramida penduduk.
-
Siapa yang menyatakan keinginan untuk child free? 'Aku cenderung memilih child free karena untuk saat ini tidak ada alasan khusus, memang tidak ada alasan yang pasti untuk memiliki anak,' ujar Ariel Tatum ketika ditemui di Kapanlagi Youniverse, Jakarta Pusat, pada hari Selasa (25/6).
-
Bagaimana childfree dapat mengurangi angka TFR di Indonesia? Selain keputusan untuk memiliki anak yang lebih sedikit, penurunan TFR juga mencerminkan bahwa banyak perempuan memilih untuk menunda kehamilan, bahkan sebagian dari mereka memutuskan untuk childfree. Dalam empat tahun terakhir, persentase perempuan yang memilih childfree di Indonesia mengalami peningkatan.
-
Kenapa memilih pernikahan ramah lingkungan? Ini membuat pernikahan semakin bermakna karena turut menghadirkan unsur kelestarian alam.
-
Bagaimana orang bisa bahagia tanpa menikah? Saat ini, pernikahan tidak lagi dianggap sebagai satu-satunya cara yang sah untuk menjalani hidup. Banyak orang mulai menyadari bahwa kebahagiaan dapat dicapai melalui berbagai cara, bukan hanya dengan menikah.
Yuniarti S.Si, M.S. dan Satria Bagus Panuntun S.Tr.Stat. dalam artikel DATAin yang diterbitkan pada Selasa (19/11/2024) mengungkapkan, "Di Indonesia, konsep childfree belum sepenuhnya disambut baik oleh masyarakat. Melalui media sosial YouTube, sebagian besar masyarakat memberikan tanggapan negatif tentang pandangan hidup childfree." Pendapat yang bersifat netral juga cukup signifikan, karena masyarakat menyadari bahwa pilihan hidup setiap individu harus dihormati dan tidak boleh diganggu, apalagi diintervensi.
Menolak Konsep Childfree Karena Alasan Agama
Menurut analisis yang dilakukan oleh Guru Besar Ekonomi Demografi Universitas Indonesia (UI), Prof. Dra. Omas B. Samosir, Ph.D., hanya sekitar 8 persen masyarakat yang memberikan tanggapan positif terhadap konsep baru ini. Di sisi lain, penolakan terhadap childfree sering kali dikaitkan dengan norma-norma agama. Banyak komentar yang muncul di media sosial, terutama di platform YouTube, yang mencantumkan istilah seperti "Tuhan", "Agama", "Allah", dan "egois" dalam diskusi mengenai childfree. Secara keseluruhan, para pengguna media sosial tersebut berpendapat bahwa prinsip childfree sangat bertentangan dengan kodrat manusia yang telah ditetapkan oleh Tuhan. Selain itu, mereka juga menganggap bahwa para penganut childfree adalah individu-individu yang egois, hanya memikirkan kepentingan pribadi mereka sendiri.
Pertimbangan Ekonomi Sebagai Faktor Childfree
Walaupun demikian, pandangan masyarakat yang mendukung konsep childfree dianggap cukup rasional. Istilah "beban" dan "takut" menggambarkan persepsi mereka yang percaya bahwa memiliki anak dapat menambah beban ekonomi dan finansial dalam keluarga. Dengan demikian, individu yang merasa khawatir tidak dapat memberikan dukungan finansial atau merawat anak dengan baik, biasanya lebih memilih untuk menjalani hidup childfree.
Hubungan antara Tingkat Pendidikan dan Keputusan untuk Memilih Hidup Childfree
Perempuan yang menempuh pendidikan tinggi cenderung lebih sering menunda rencana untuk memiliki anak, bahkan ada yang tidak berniat sama sekali untuk menjadi orang tua, terutama bagi mereka yang sedang menjalani pendidikan S2 atau S3. Kenaikan jumlah perempuan childfree yang merupakan lulusan perguruan tinggi di Indonesia menunjukkan adanya hubungan yang erat antara pendidikan tinggi dan perubahan pandangan mengenai kepemilikan anak. "Akan tetapi perlu diketahui bahwa perempuan childfree berpendidikan SMA ke bawah justru jauh lebih tinggi persentasenya," ungkap Yuniarti.
Menurut Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), tingkat pendidikan memiliki pengaruh signifikan terhadap peluang kerja, yang pada gilirannya memengaruhi status ekonomi individu. "Jadi, keputusan hidup childfree di Indonesia sepertinya tidak hanya dipengaruhi oleh membaiknya level pendidikan, tapi juga dilatari oleh kesulitan ekonomi," jelasnya. Temuan ini diperkuat oleh fakta bahwa banyak perempuan yang memilih untuk tidak memiliki anak aktif terlibat dalam dunia kerja. Berdasarkan data SUSENAS 2022, sekitar 57 persen perempuan childfree ternyata tidak terlibat dalam kegiatan ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa faktor ekonomi merupakan salah satu pertimbangan utama dalam keputusan untuk hidup tanpa anak.
Sementara itu, di antara para perempuan childfree yang bekerja, sebagian besar dari mereka aktif di sektor perdagangan. Meskipun demikian, ada berita baik yang patut dicatat: lebih dari 80 persen perempuan childfree telah memiliki rumah sendiri, meskipun harga properti terus meningkat. Fenomena ini menunjukkan bahwa meskipun ada tantangan ekonomi, banyak perempuan yang tetap mampu mencapai kemandirian finansial dan membuat keputusan hidup yang sesuai dengan pilihan mereka.
Childfree yang Jadi Pro dan Kontra. (Liputan6/Abdillah).">