Sosok Teuku Markam, Konglomerat Aceh yang Sumbang 28 Kg Emas untuk Monas Tapi Malah Berakhir Tragis
Menyumbang 28 kg emas untuk monas, namun semua hartanya malah diambil pemerintah.
Menyumbang 28 kg emas untuk monas, namun semua hartanya malah diambil pemerintah.
Sosok Teuku Markam, Konglomerat Aceh yang Sumbang 28 Kg Emas untuk Monas Tapi Malah Berakhir Tragis
Zaman pemerintahan Soekarno terdapat seorang pengusaha kaya asal Aceh yang bernama Teuku Nyak Maryam.
Dirinya terlibat langsung dalam beberapa pembangunan infrastruktur di Aceh, Jawa Barat, jalan Medan-Banda Aceh, Bireuen-Takengon, Meulaboh.
Terlahir dari ayah yang kaya raya, peran Teuku Markam bagi perekonomian saat itu sangatlah penting. Bahkan, ia diminta oleh Soekarno untuk menjadi pengusaha Pribumi demi menangani masalah ekonomi negara.
Siapakah Dia?
Pria bernama lengkap Teuku Nyak Markam adalah keturunan Uleebalang atau bangsawan di Aceh.
Ia lahir tahun 1925 di Alue Campli, Seunuddon, Aceh Utara. Ia dibesarkan tanpa kedua orang tua, sang ayah Teuku Marhaban meninggal di usianya yang masih 9 tahun. Sementara ibunya sudah wafat lebih dulu.
Melansir dari Seri Informasi Sejarah "Teuku Markam: Kisah Muram Seorang Filantropi Bangsa" (2011), Teuku Markam hanya mengenyam pendidikan hingga kelas 4 SR atau Sekolah Rakyat.
Sekolah Militer
Menginjak usia remaja, Teuku Markam mengambil pendidikan wajib militer di Koeta Radja di Banda Aceh dan lulus dengan pangkat Letnan Satu. Saat itu, ia kemudian bergabung dengan Tentara Rakyat Indonesia (TKR) dan ikut berperang di Medan Area.
Saat menjadi prajurit, ia diutus ke Jakarta untuk bertemu dengan pimpinan pemerintah. Lalu, ia diperintahkan untuk menjadi ajudan Jenderal Gatot Soebroto di Bandung sampai sang jenderal meninggal dunia.
Namanya dikenal oleh Presiden Soekarno berkat Jenderal Gatot Soebroto. Waktu itu, kebetulan Bung Karno menginginkan sekali pengusaha dari Pribumi yang dianggap mampu menangani masalah ekonomi di Indonesia.
Mendirikan Perusahaan
Tahun 1957 saat dirinya berpangkat Kapten, ia memutuskan untuk pulang ke tanah kelahirannya dan mendirikan sebuah perusahaan bernama PT Karkam.
Ia sempat dipenjara karena bersitegang dengan Teuku Hamzah, Panglima Kodam Iskandar Muda.
Setelah ia bebas dari penjara, Teuku Arkam kembali menjalankan perusahaannya di Jakarta. PT Karkam saat itu dipercaya oleh pemerintah Orde Lama untuk mengelola harta rampasan perang menjadi dana revolusi.
Peran Penting untuk Ekonomi
Setelah perusahaannya berkembang, Teuku Markam justru tercebur di dunia bisnis dan berhasil memiliki sejumlah aset besar seperti kapal dan beberapa galangan kapal di Palembang, Medan, Jakarta, Makassar, hingga Surabaya.
Ia juga melebarkan sayap di dunia bisnis ekspor maupun impor. Saat itu beliau sempat menjadi pengimpor mobil dari Jepang, besi beton, plat baja dan senjata api.
Selain itu, Teuku Markam juga mendukung perjuangan NKRI salah satunya dalam pembebasan Irian Barat serta pemberantasan buta huruf.
Sumbang Emas
Pencapaian tertinggi Teuku Markam dalam dunia bisnis dibuktikan dengan menjadikan salah satu sumber APBN dan berhasil mengumpulkan emas seberat 28 Kilogram yang ditempatkan di puncak Monumen Nasional (Monas).
Tak sampai situ, peran Teuku Markam juga begitu besar dalam suksesnya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia Afrika di Bandung terutama dalam suntikan dana.
Seluruh Harta Diambil Pemerintah
Peran Teuku Markam semakin hari semakin surut. Pada masa pemerintahan Orde Baru, namanya dicatut dalam kasus G30S/PKI, koruptor dan Soekarnoisme.
Setelah itu, ia dipenjara di beberapa tempat. Salah satunya di rumah tahanan untuk politisi di kawasan Pondok Gede, Jakarta Timur.
Pada tanggal 14 Agustus 1966, seluruh aset Teuku Markam diambil alih oleh Soeharto selaku Ketua Presidium Kabinet Ampera.
Masa Orde Baru menjadi kisah kelam dan menyedihkan bagi Teuku Markam. Jasa-jasanya terutama di bidang ekononi negara seolah-olah dilupakan begitu saja.