AI Ini Lulus Turing Test: Ilmuwan Kaget, Tak Bisa Dibedakan dari Manusia
Hal ini memicu kekhawatiran baru soal batas etika, keamanan, dan kontrol terhadap sistem AI canggih.

Sebuah studi internasional mengungkap temuan mengkhawatirkan: robot berbasis kecerdasan buatan (AI) kini telah berhasil melewati Turing Test secara konsisten, menjadikannya nyaris tak bisa dibedakan dari manusia dalam percakapan.
Hal ini memicu kekhawatiran baru soal batas etika, keamanan, dan kontrol terhadap sistem AI canggih, dikutip dari NYPost, Selasa (8/4).
Turing Test merupakan standar yang dirancang oleh ilmuwan komputer Alan Turing pada 1950. Tes ini bertujuan mengukur apakah mesin dapat menunjukkan perilaku yang tak dapat dibedakan dari manusia.
Dalam studi terbaru yang dilakukan oleh tim peneliti dari Inggris dan AS, lebih dari 54% partisipan tertipu dan mengira robot AI sebagai manusia.
Robot-robot tersebut menjalani sesi wawancara dan percakapan berbasis teks, serta beberapa interaksi berbasis suara. Hasilnya menunjukkan bahwa sistem AI, termasuk model generatif terbaru, mampu meniru pola pikir, emosi, hingga respons empatik seperti manusia pada tingkat yang belum pernah tercapai sebelumnya.
“Ini bukan lagi teori masa depan. AI sudah sampai pada titik di mana batas antara manusia dan mesin mulai kabur,” ujar Dr. Adrian Carter, pakar AI dari University of Cambridge yang terlibat dalam penelitian.
Peneliti memperingatkan bahwa kemampuan AI yang semakin menyerupai manusia berpotensi dimanfaatkan untuk penipuan, manipulasi sosial, hingga penyebaran disinformasi, terutama jika tidak diatur dengan kebijakan yang ketat.
Kekhawatiran juga mencuat di kalangan pengamat keamanan digital, yang menyoroti potensi penyalahgunaan AI dalam bentuk bot percakapan, deepfake suara, dan interaksi daring yang menipu pengguna tanpa disadari.
Beberapa perusahaan teknologi, termasuk OpenAI, Google DeepMind, dan Anthropic, telah membentuk forum untuk membahas etika AI dan pengamanan model generatif, namun para peneliti menyebut regulasi masih jauh tertinggal dari perkembangan teknologinya.
Pakar mendesak pemerintah dan lembaga internasional untuk segera mengembangkan sistem pengawasan dan tanda pengenal digital (AI watermarking) guna membedakan interaksi manusia dan mesin secara transparan.
Temuan ini menjadi peringatan keras di tengah perlombaan teknologi AI, bahwa dunia kini menghadapi realitas baru di mana mesin bisa “berpura-pura” menjadi manusia — dan berhasil.