Arkeolog Temukan Kota Kuno 1.000 SM yang Tak Pernah Disangka Keberadaannya
Lebih dari 400 pemukiman yang ada di sana, beberapa di antaranya berasal dari tahun 1.000 SM.
Di hutan terpencil El Mirador, Guatemala, para peneliti telah menemukan jaringan kota kuno yang saling terhubung, mengubah pandangan tentang peradaban masa lalu.
Lebih dari 400 pemukiman yang ada di sana, beberapa di antaranya berasal dari tahun 1.000 SM, terhubung dengan jalan raya kuno yang dijuluki sebagai “sistem jalan bebas hambatan pertama di dunia.”
-
Bagaimana arkeolog menemukan kota kuno? Ribuan struktur bawah tanah ini terungkap setelah para arkeolog menggunakan teknologi laser penembus tanah atau LiDAR.
-
Bagaimana kota kuno itu ditemukan? Pada 1981 proyek perataan tanah membuat bukit di Paleokastro rusak dan memperlihatkan sejumlah bagian bangunan kuno, unsur arsitektural, relief, dan prasasti dari abad ke-3 Masehi.
-
Dimana kota kuno 2.500 tahun ditemukan? Sebuah kota kuno besar telah ditemukan di Amazon, tersembunyi selama ribuan tahun.
-
Bagaimana cara kota kuno itu ditemukan? Pertama kali para arkeolog mulai melakukan penelitian di daerah tersebut pada tahun 1965.
Richard Hansen, profesor riset dari Universitas Idaho yang terlibat dalam proyek ini, menyebutkan temuan ini sebagai "pengubah permainan." Sebelumnya, peradaban Maya yang diyakini bersifat nomaden, namun kota-kota ini justru menantang asumsi tersebut.
Kepada Washington Post pada 2023, Hansen mengatakan, “Kita sekarang tahu bahwa periode Praklasik adalah masa dengan kompleksitas dan kecanggihan arsitektur yang luar biasa, termasuk bangunan terbesar dalam sejarah yang dibangun pada masa itu.”
Selain jalan raya sepanjang 110 mil yang menghubungkan berbagai wilayah, penemuan ini juga menunjukkan adanya pertanian terorganisir dan bahkan sistem hidrolik kuno.
Penelitian ini bermula pada 2015, saat teknologi lidar mengungkapkan tanda-tanda struktur kuno di bawah tanah. Arkeolog Enrique Hernández dari Universitas San Carlos menambahkan, “Sekarang ada lebih dari 900 pemukiman. Sebelumnya kami tidak mungkin bisa melihatnya."
Reporter magang: Nadya Nur Aulia