Cerita Einstein Dikejar-kejar Nazi sampai Rela Sembunyi di Sebuah Gubuk
Albert Einstein pernah bersembunyi dari kejaran tentara Nazi.

Pada September 1933, Albert Einstein, ilmuwan legendaris dan peraih Nobel, menghabiskan tiga pekan di sebuah pondok kayu di Norfolk, Inggris. Masa singkat ini menjadi momen penting dalam hidupnya sekaligus mengubah arah sejarah dunia.
Einstein, seorang Yahudi Jerman, menjadi target utama rezim Nazi. Pada Mei 1933, brosur bertajuk Jews Are Watching You menuding Einstein menyebarkan propaganda melawan Hitler, bahkan menawarkan hadiah £1.000 untuk pembunuhannya. Setelah serangkaian peristiwa, termasuk pembunuhan filsuf Yahudi Theodor Lessing oleh agen Nazi, Einstein melarikan diri ke Inggris bersama istrinya, Elsa.
Mengutip The Guardian, Rabu (8/1), pelarian ini difasilitasi oleh Oliver Locker-Lampson, anggota parlemen Inggris yang anti-fasis. Ia menyediakan perlindungan di pondok kayunya di Roughton Heath, yang dijaga ketat oleh pasukan bersenjata.
Sebelum peristiwa ini, Einstein dikenal sebagai pendukung perdamaian dan non-kekerasan. Namun, selama masa pengasingannya di Norfolk, ia mulai menyadari ancaman eksistensial dari Nazi terhadap peradaban.
Kesimpulan ini membawanya untuk berbicara di Royal Albert Hall, menyerukan perlawanan global terhadap ancaman terhadap kebebasan intelektual dan individu.
Pidatonya pada acara penggalangan dana untuk pengungsi Yahudi menarik kritik dari Daily Mail, tetapi menjadi langkah awal dari peran penting Einstein dalam mendukung perlawanan terhadap Nazi.
Peran dalam Percepatan Bom Nuklir
Setelah pindah ke Amerika Serikat pada akhir 1933, Einstein membantu mendirikan International Rescue Committee dan menulis surat kepada Presiden Roosevelt pada 1939.
Dalam surat tersebut, ia mendesak percepatan pengembangan bom nuklir untuk mengantisipasi kemungkinan Jerman menguasai teknologi tersebut terlebih dahulu. Langkah ini menjadi titik awal Proyek Manhattan.
Einstein menghabiskan sisa hidupnya di pengasingan di Princeton, AS. Ia terus mendukung pengungsi Yahudi, membantu mereka mendapatkan visa, dan menyerukan perdamaian global.
Masa tiga pekan di Norfolk menjadi salah satu momen terpenting dalam hidupnya, di mana ia meninggalkan prinsip pasifisme demi melawan ancaman eksistensial.