Hati-hati membagi data di media sosial
Merdeka.com - Kejadian bobolnya 50 juta lebih data pengguna Facebook dalam kasus Cambride Analytica, semakin menjadikan masyarakat harus sadar akan pentingnya data yang diunggah di media sosial. Entah itu data pribadi maupun aktivitas dalam bermedia sosial.
Pengamat media sosial, Rulli Nasrullah, mengatakan, hal yang justru menjadi kehati-hatian pengguna media sosial adalah aktivitas yang sering diposting. Menurutnya, selain data pribadi yang diunggah, aktivitas dalam bermedia sosial juga tak kalah penting yang mampu direkam untuk dijadikan sumber komoditas media sosial itu sendiri.
"Mesti dipahami dulu bahwa Facebook adalah sebuah perusahaan dan kepemilikannya jelas. Perusahaan ini berjalan juga tidak gratis. Komoditasnya itu informasi soal data pengguna, baik itu data pribadi ataupun aktivitas si penggunanya. Tapi bagi saya, data aktivitas pengguna di wall media sosialnya, itu jauh lebih besar untuk dikomoditaskan," jelasnya kepada Merdeka.com, Kamis (5/4).
-
Bagaimana perusahaan seperti Facebook mengumpulkan data pengguna? Dokumen tersebut menguraikan proses enam langkah bagaimana perangkat lunak Active-Listening mengumpulkan data suara pengguna dari berbagai perangkat.
-
Informasi apa yang disebarluaskan? Diseminasi adalah proses penyebaran informasi, temuan, atau inovasi yang direncanakan, diarahkan, dan dikelola agar dapat dimanfaatkan oleh kelompok target atau individu.
-
Kenapa orang oversharing di media sosial? Oversharing juga acap menjadi pertanda bahwa seseorang menginginkan koneksi dengan orang lain yang tidak disadari.
-
Data apa saja yang diambil TikTok dari pengguna? Pada tahun 2022, perusahaan keamanan siber Internet 2.0 mengeluarkan laporan bahwa TikTok melakukan 'pengambilan data yang berlebihan' terhadap para penggunanya. Organisasi tersebut mengatakan bahwa TikTok mengambil berbagai data pribadi dari penggunanya, seperti ponsel apa yang digunakan untuk membuka TikTok, aplikasi lain apa yang ada di ponsel, dan di mana pengguna membuka TikTok.
-
Mengapa penting menjaga privasi saat berbagi foto di media sosial? Dengan semakin seringnya insiden pelanggaran data serta ancaman siber, penting untuk menjaga privasi saat membagikan foto.
-
Kenapa Facebook jadi media sosial terbesar? Dengan kerja keras dan visi yang jelas, Mark Zuckerberg dan timnya berhasil mengembangkan Facebook menjadi salah satu jejaring sosial terbesar di dunia, mengubah cara orang berinteraksi dan berkomunikasi secara online.
Ia menilai, pada dasarnya sebelum memiliki akun di sebuah media sosial, pengguna disodorkan form yang harus diisi. Namun, tidak semua informasi yang ada di form tersebut harus diisi. Terlebih dengan informasi yang real dan lengkap. Pengguna bisa mengisi form tersebut sesuai dengan ‘batas keamanan’ data pribadi. Misalnya tidak mengisi informasi mengenai alamat rumah, tanggal lahir, atau bahkan nomor handphone.
"Itu kan optional," ungkapnya yang juga dosen di UIN Jakarta.
Selain itu, ia juga mengatakan di era digital seperti saat ini, masyarakat juga perlu untuk dibantu peningkatan dalam literasi digitalnya. Hal ini bertujuan agar masyarakat tak ‘asal’ dalam memberikan data atau informasi yang dibagikan di media sosial.
"Digital literasi semestinya harus dipahami oleh pengguna Facebook. Jangan seluruh data diserahkan ke Facebook," jelasnya.
Hal senada juga diutarakan oleh pengamat kejahatan siber, Gildas Lumy. Seperti yang dikutip dari Liputan6.com, ia menghimbau agar seluruh warganet teliti terutama membaca secara detail mengenai kebijakan layanan internet atau aplikasi yang digunakan. Cara ini mencegah masyarakat agar tidak hanya menjadi korban penyalahgunaan data, melainkan pula keluhan-keluhan yang dikhawatirkan terjadi di masa mendatang.
Di sisi lain, Gildas pun menyadari bahwa masih banyak orang yang malas membaca syarat layanan dan aplikasi yang mereka gunakan. Di luar kasus penyalahgunaan data, menurutnya, kemalasan tersebut pada akhirnya mengorbankan data-data penting. Gildas pun menyarankan masyarakat agar lebih peka pada segala informasi yang “diberikan” di internet.
"Jika kita setuju menyerahkan semuanya (setuju dengan persyaratan), kita tidak boleh keberatan," tutur Gildas dalam acara dikusi publik 'Skandal Facebook, Dampaknya bagi Kita', di kawasan Jakarta, Selasa (3/4).
(mdk/ega)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Nasabah PNM Mekaar yang belum seluruhnya melek digital berpotensi menjadi korban penyalahgunaan data pribadi.
Baca SelengkapnyaKecanggihan teknologi satu sisi memudahkan masyarakat, sisi lainnya dari kemudahan itu justru menciptakan celah kejahatan.
Baca SelengkapnyaHoaks dapat memecah belah persatuan bangsa, mengganggu stabilitas politik.
Baca SelengkapnyaMasyarakat harus memiliki pemikiran kritis dalam membaca berita.
Baca SelengkapnyaYouTube menjadi tempat penyebaran hoaks terbanyak dengan presentase 44,6 persen.
Baca SelengkapnyaBeredar narasi utang bank dan pinjol bisa lunas hanya unggah nomor rekening di Facebook
Baca SelengkapnyaDi tahun politik, semua pihak diajak untuk lebih bijak dalam menyebarkan informasi terutama melalui media sosial.
Baca SelengkapnyaBudi Arie telah mengirimkan surat kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terkait kebocoran data 6 juta NPWP itu.
Baca SelengkapnyaKominfo dan BSSN dituding lalai terkait hal ini. Berikut selengkapnya
Baca SelengkapnyaMahfud menyampaikan, sebaiknya KPU sebagai penyelenggara pemilu, untuk bekerja lebih hati-hati lagi
Baca SelengkapnyaDaftar platform ini paling banyak sebar hoaks terlebih jelang pemilu.
Baca SelengkapnyaDi sisi lain, dia mengakui bahwa temuan hoaks Mafindo jumlahnya lebih sedikit dari banyaknya hoaks yang tersebar.
Baca Selengkapnya