IBM Indonesia Ungkap Tren AI 2025, Salah Satunya Mesin yang Bekerja Otomatis
Teknologi ini digadang-gadang bisa menjadi solusi bagi perusahaan yang ingin meningkatkan efisiensi dan produktivitas.
IBM Indonesia mengungkapkan tren AI yang diprediksi akan mendominasi di tahun 2025. Salah satu tren yang paling tersorot adalah Agentic AI, sebuah sistem AI yang diklaim bisa bekerja secara mandiri tanpa harus diberikan instruksi dulu.
"Kalau si Agent AI tanpa disuruh, dia akan otomatis mencari sendiri. Minggu depannya dia akan memperbarui informasinya. Dia rasa nggak cukup, dia akan pergi ke sumber lain. Jadi dia akan punya inisiasi sendiri," ungkap Roy Kosasih, President Director IBM Indonesia di Jakarta, Rabu (4/12).
Teknologi ini digadang-gadang bisa menjadi solusi bagi perusahaan yang ingin meningkatkan efisiensi dan produktivitas mereka. Namun, IBM sendiri juga menyebutkan risiko yang muncul dari penggunaan AI pada perusahaan, seperti adanya bias data dan “halusinasi”.
Untuk itu, regulasi dan tata kelola AI menjadi fokus utama supaya teknologi ini tetap berada di bawah kontrol manusia.
"Halusinasi dan bias adalah dua risiko besar yang sering disebut perusahaan. Untuk itu, kami menekankan pentingnya governance yang kuat agar masalah ini dapat diminimalkan," jelas Roy.
Dalam laporan APAC AI Outlook 2025, disebutkan bahwa 60% perusahaan sudah berencana mengoptimalkan penggunaan AI untuk meningkatkan efisiensi, inovasi, dan pendapatan perusahaan. Bahkan di Indonesia, AI mulai diterapkan dalam berbagai bidang, seperti manajemen data, otomasi proses administrasi, hingga layanan pelanggan.
Beberapa perusahaan bahkan menggunakan AI untuk mempermudah pengambilan keputusan, seperti proses kredit di sektor perbankan.
"Dengan AI, aplikasi kredit yang tadinya membutuhkan waktu lama kini bisa disetujui atau ditolak hanya dalam hitungan satu menit," katanya.
Meski menjanjikan, adopsi AI ini tidak akan lepas dari sebuah tantangan. IBM mencatatkan 48 persen perusahaan di Indonesia belum memiliki strategi matang dalam penerapan AI. Menurut Roy, strategi ini harus dipikirkan secara tepat, AI akan ditempatkan di bagian mana dari perusahaan.
"Masalahnya bukan di teknologinya, tetapi bagaimana perusahaan memilih use cases yang tepat agar hasilnya maksimal," ungkapnya.
Di sisi lain, dengan terus meningkatnya tren AI ini, ada kekhawatiran manusia apakah posisi mereka akan digantikan dengan AI atau tidak. Namun, Roy menegaskan bahwa manusia tetap harus mengiringi AI agar teknologi ini tidak lepas kontrol dan sesuai dengan regulasinya.
"Kalau kita biarkan AI bekerja tanpa regulasi, risiko seperti bias dan penyalahgunaan akan menjadi ancaman serius," tambahnya.
Dari Tren AI yang ada, Roy meyakini bahwa penggunaan AI akan selalu membantu dan membuat sebuah perusahaan lebih maju dibandingkan dengan perusahaan yang tidak menggunakan AI.
Reporter magang: Nadya Nur Aulia