Ilmuwan Mulai Beri Peringatan Keras soal Kiamat
Penyebabnya adalah suhu Bumi yang makin ekstrim. Membuat kehancuran planet ini makin dekat.
Seorang peneliti di Universitas Bristol, Dr. Alexander Farnsworth melakukan sebuah penelitian yang bisa memberikan gambaran suram tentang masa depan planet Bumi. Studi baru mengatakan bahwa suhu ekstrem yang terjadi, bisa menjadi penyebab kepunahan manusia dan mamalia di Bumi, seperti masa dinosaurus dahulu.
Para ilmuwan percaya bahwa benua-benua Bumi akan perlahan-lahan bergeser dan menyatu seperti membentuk satu daratan besar yang disebut Pangea Ultima. Superbenua ini akan mengubah iklim planet secara drastis dan menurut penelitian yang terbit di Nature Geoscience menunjukkan bahwa perubahan tersebut bisa menciptakan lingkungan yang terlalu panas dan kering bagi sebagian besar kehidupan.
-
Siapa yang memprediksi kiamat? Pelukis ternama, Leonardo da Vinci telah memprediksi kiamat di dalam salah satu lukisannya.
-
Apa yang menjadi tanda kiamat? Terjadinya kiamat memang tidak ada yang tahu pasti kecuali Allah SWT. Namun, ada beberapa tanda-tanda seperti tercantum dalam Al-Quran.
-
Kapan kiamat akan terjadi? Dia memprediksi bahwa kiamat akan terjadi sekitar 2000 tahun lagi.
-
Bagaimana kiamat terjadi? Pada waktu hari kiamat terjadi, Allah SWT akan membangkitkan seluruh manusia yang telah mati. Kemudian, Allah akan mulai menghitung seluruh amal baik dan buruk yang dipertimbangkan secara adil.
-
Kapan hari kiamat akan terjadi? Tidak akan ada satu orang pun yang tahu kapan hari kiamat itu terjadi. Bahkan malaikat, nabi, dan rasul Allah pun tidak mengetahui kapan hari akhir akan terjadi.
-
Dimana petunjuk kiamat ada? Menurut sejumlah kisah yang dimuat dalam berbagai tabloid, pelukis abad ke-15 itu memprediksi kiamat, menyembunyikan petunjuk tanggal kiamat di dalam lukisannya berjudul The Last Supper (Perjamuan Terakhir).
Dikutip dari Earth.com, Selasa (5/11), Terdapat tiga penyebab panas ekstrem yang bisa mengancam kehidupan di Bumi. Pertama, adanya pembentukan superbenua akan menyebabkan banyaknya wilayah daratan yang jauh dari efek pendinginan lautan.
Kedua, selama jutaan tahun nanti, matahari akan lebih terang dan memancarkan lebih banyak energi untuk menghangatkan Bumi. Ketiga, dengan aktivitas gunung berapi yang meningkat akibat pergerakan tektonik, maka hal itu bisa menyebabkan lebih banyak karbon dioksida yang dilepaskan ke atmosfer, sehingga menangkap lebih banyak panas.
“Suhu yang meluas antara 40 hingga 50 derajat Celcius (104 hingga 122 derajat Fahrenheit), dan bahkan kondisi ekstrem harian yang lebih parah, ditambah dengan tingkat kelembapan yang tinggi pada akhirnya akan menentukan nasib kita,” kata Farnsworth.
Ia juga menambahkan bahwa manusia dan spesies lainnya akan mati karena tubuh yang tidak mampu mengeluarkan panas melalui keringat untuk mendinginkan tubuh mereka.
Mamalia memang selalu bisa beradaptasi dengan berbagai iklim ekstrem. Salah satunya, dengan dimilikinya bulu untuk tetap hangat dan kemampuan untuk berhibernasi selama musim dingin. Meski begitu, tetap saja, panas yang berlebihan dalam jangka waktu yang lama akan menyulitkan mamalia.
Studi menunjukkan bahwa hanya 8 persen hingga 16 persen daratan di superbenua yang bisa dihuni oleh mamalia. Dengan keadaan seperti itu, sudah pasti makanan dan air akan sulit ditemukan.
Meskipun diperkirakan masih 250 juta tahun lagi, para peneliti terus memperingatkan untuk manusia tidak boleh melupakan krisis iklim yang terjadi saat ini.
“Sangat penting untuk tidak melupakan krisis iklim saat ini, yang merupakan akibat dari emisi gas rumah kaca manusia,” tegas Dr. Eunice Lo, peneliti Perubahan Iklim dan Kesehatan di Universitas Bristol.
Tim peneliti juga memperkirakan kadar CO2 yang bisa meningkat dari 400 bagian per juta saat ini menjadi 600 ppm di masa yang akan datang. Hal ini mengasumsikan bahwa manusia akan berhenti membakar bahan bakar, jika tidak maka angka tersebut akan bertambah dengan cepat.
“Dengan matahari yang juga diperkirakan memancarkan sekitar 2,5% lebih banyak radiasi dan superbenua yang terletak terutama di daerah tropis yang panas dan lembab, sebagian besar planet ini mungkin menghadapi suhu antara 40 hingga 70°C (104 hingga 158°F)," katanya.
Tidak hanya soal Bumi di masa depan, penelitian ini juga menyoroti untuk pencarian kehidupan di planet lain.
“Penelitian ini juga menyoroti bahwa dunia yang disebut ‘zona layak huni’ dari suatu tata surya mungkin bukan yang paling ramah bagi manusia, tergantung pada apakah benua-benua yang ada, seperti yang kita alami, atau dalam satu superbenua besar,” ujar Farnsworth.
Reporter magang: Nadya Nur Aulia