Sejarah Asal Mula Lahirnya Hacker, Mengapa Dicap Aksi Kejahatan?
Merdeka.com - Ancaman dan aksi Bjorka menjadi perbincangan masyarakat seantero negeri. Kelompok hacker ini mengklaim sukses membongkar data pribadi para Menteri. Bahkan, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate sampai mengganti nomor ponselnya demi keamanan.
"Serangan siber kepada nomor indonesia tertentu sementara diamankan," kata Johnny kepada awak media.
Aksi hacker ini di dunia virtual justru dipuja-puja netizen. Menggambarkan apa yang dilakukan hacker nampak seperti pahlawan. Ketika pemerintah meminta hacker untuk tidak menyerang, hal itu malah menjadi bully-an netizen kepada pemerintah. Pasalnya, netizen menganggap pekerjaan hacker adalah untuk menyerang barikade keamanan sistem teknologi.
-
Siapa saja hacker yang menyerang? Laporan tersebut secara detail menjelaskan serangan-serangan yang dilakukan pemerintah dari Rusia, China, Iran, dan Korea Utara, serta beberapa kelompok peretas di wilayah Palestina dan peretas bayaran yang disewa negara-negara lain.
-
Apa saja serangan yang dilakukan hacker? 'Terkadang, hampir setengah dari serangan ini menargetkan negara-negara anggota NATO, dan lebih dari 40 persen ditujukan terhadap pemerintah atau organisasi sektor swasta yang terlibat dalam pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur penting,' jelas Tom Burt dari Microsoft.
-
Data apa yang diserang hacker? Kasus serangan hacker terhadap Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 membuka fakta lemahnya proteksi sistem di Indonesia.
-
Apa yang diminta hacker dari pemerintah? Atas serangan itu pelaku meminta tebusan senilai USD8 juta atau Rp131 miliar (kurs Rp16.360) ke pemerintah.
-
Siapa yang tangani isu hoaks di Kominfo? Tim AIS Kementerian Kominfo menemukan sebanyak 2.357 isu hoaks dalam kategori kesehatan.
-
Bagaimana cara hacker mengutak-atik pelaporan? Daripada mencoba mengubah jumlah suara yang sebenarnya, peretas juga dapat menargetkan mereka yang melaporkan total suara pada malam pemilu—dengan mencoba memanipulasi hasil di situs web Menteri Luar Negeri. Serangan semacam itu, jika dilakukan secara halus, dapat melemahkan kepercayaan terhadap hasil akhir.
Namun, benarkah sejak awal kehadiran hacker bertujuan mengacaukan sistem keamanan teknologi?
The New Yorker pernah menuliskan bahwa hacker bermula dari kata hacking atau meretas. Saat itu tidak ada hubungannya dengan teknologi. Sejak tahun 1200 SM, kata hacking merujuk pada kegiatan ‘memotong secara kasar dan sering kali tidak tepat’.
Barulah pada pertengahan abad ke-20 tepatnya tahun 1955, hacking pertama kali digunakan dalam bidang teknologi oleh Technical Model Railroad Club. Sebuah kelompok mahasiswa di Laboratorium Kecerdasan Artifisial di Massachusetts Institute of Technology (MIT). Istilah ini dipakai untuk menggambarkan bagaimana mereka memodifikasi fungsi perangkat kereta berteknologi tinggi.
Sederhananya jika menurut istilah Jesse Sheidlower, seorang IT Expert, menyebut hacking adalah penanganan teknologi dengan cara yang berbeda dan lebih kreatif daripada yang diuraikan dalam instruksi manual.
Namun, istilah positif itu harus berubah menjadi negatif setelah rentetan kejahatan yang terjadi menggunakan kecanggihan teknologi. Pada tahun 1979, Kevin Mitnick, yang disebut-sebut sebagai hacker pertama, membobol sistem komputer Digital Equipment Corporation (DEC) di Amerika.
Mitnick yang saat itu masih berusia 16 tahun sukses meretas perangkat lunak sistem operasi RSTS/E yang sedang mereka kembangkan. Namun, ia baru diadili pada tahun 1988 dan dijatuhi hukuman satu tahun penjara.
Hacker kriminal lainnya juga muncul pada 1983. FBI berhasil menangkap kelompok The 414s yang telah membobol 60 unit komputer. Dilansir dari DiscoverMagazine.com, mereka adalah sekelompok peretas komputer dari Milwaukee yang membobol lusinan sistem komputer terkenal, termasuk yang ada di Los Alamos National Laboratory, Sloan-Kettering Cancer Center, dan Security Pacific National Bank. Pada Sloan-Kettering Cancer Center, peretasan ini menimbulkan kerugian senilai $1.500 karena membuat catatan tagihan terhapus.
Usai tertangkap dan mendapat sanksi berupa membayar ganti rugi, para pelaku menjadi sorotan dan diundang di acara TV sebagai kelompok “muda, laki-laki, cerdas, bermotivasi tinggi, dan energik". Aksi ini pun menjadi salah satu pelopor munculnya tren hacker yang identik dengan tindak pembobolan sistem secara ilegal.
Sejak itu pula, sebuah glosarium untuk pemrograman komputer The Jargon File mencantumkan delapan definisi terkait hacker, salah satunya adalah “seorang pengganggu jahat yang mencoba menemukan informasi sensitif dengan mengaduk-aduk; peretas kata sandi, peretas jaringan”. Istilah lain untuk pengertian ini adalah cracker.
Hacktivism
Di tengah kelompok hacker yang tumbuh sebagai pelaku pembobolan sistem, muncul konsep baru hacker yang disebut hacktivisme. Dikutip dari disertasi Harvard berjudul ‘Hacktivism and the Future of Political Participation’ karya A W Samuel, istilah hacktivisme secara sederhana merupakan perpaduan antara hack dan aktivisme. Aliran hacker ini melakukan peretasan dengan misi perubahan sosial yang pertama kali dipopulerkan oleh kelompok bernama Cult of the Dead Cow (cDc) pada tahun 1994.
Kelompok ini bergerak mengekspresikan kekecewaan, pesan moral, dan pesan politik melalui teknik meretas sistem komputer. Pada akhir 1999, cDc menciptakan kelompok independen Hacktivismo yang didedikasikan untuk membuat teknologi anti-sensor dalam memajukan HAM di Internet.
Kemudian, sebuah kelompok hacktivist internasional yang terdesentralisasi dibentuk pada tahun 2003. Kelompok ini adalah Anonymous, jaringan hacker yang hingga kini identik dengan topeng Guy Fawkes atau Vendetta. Aksi pertama mereka ialah Project Chanology yang menentang sensor, pembatasan kebebasan berinternet, serta pengawasan daring yang dilakukan oleh Gereja Scientology dan pemerintah Amerika Serikat.
Dilansir dari DazzedDigital.Com, topeng Guy Fawkes atau yang oleh awam lebih dikenal sebagai topeng Anonymous pun pertama kali dipakai pada rangkaian protes Chanology itu, tepatnya pada tahun 2008. Topeng tersebut dipakai tak lain agar terhindar dari kekerasan aparat dan menyembunyikan identitas.
Pada September 2011, The Huffington Post menjelaskan bahwa topeng tersebut telah menjadi simbol gerakan sosial. Satu bulan kemudian, pendiri WikiLeaks Julian Assange menggunakan topeng ini saat memimpin demonstrasi di Gereja St. Paul, London.
Kejadian di Indonesia akhir-akhir ini, boleh dibilang merupakan aksi hacktivism. Sebab Bjorka sang peretas tidak ingin meminta imbalan apapun. Mereka disebut-sebut kerap menyuarakan ketidakadilan di negeri ini. Seperti kasus Munir, yang mereka ungkap kembali dalang pembunuhan aktivis tersebut.
Reporter: Dinda Khansa Berlian (mdk/faz)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Jika ditilik dari akun X @bjorkanism, Bjorka berasal dari Polandia di Kota Warsawa.
Baca SelengkapnyaIndonesia kembali dihebohkan kabar kebobolan 204 juta Data Pemilih Tetap (DTP) Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Baca SelengkapnyaSerangan hacker Indonesia ke situs-situs pemerintahan Israel sedang jadi perbincangan.
Baca SelengkapnyaBjorka diinfokan berhasil meretas enam juta data NIK, NPWP dan data penting lainnya.
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi angkat bicara komentari kabar soal kasus dugaan bocornya data NPWP miliknya dan jutaan warga Indonesia.
Baca SelengkapnyaMenko Polhukam Hadi Tjahjanto mengaku sudah menganalisis data NPWP yang diduga bocor.
Baca SelengkapnyaJohnny menyebut para saksi tersebut sedang mencari jalan selamat agar tidak dijadikan sebagai tersangka.
Baca SelengkapnyaPlate siap membuka pihak penerima aliran uang korupsi BTS setelah mengajukan justice collaborator
Baca SelengkapnyaKejaksaan Agung (Kejagung) melakukan pemeriksaan terhadap empat perusahaan terkait dengan aliran dana kasus dugaan korupsi BTS Kominfo.
Baca SelengkapnyaSidang tersebut rencananya akan diselenggarakan pada pagi hari sekitar pukul 10.00 WIB.
Baca SelengkapnyaMemiliki jabatan yang mentereng Johnny G Plate justru tersandung kasus korupsi dan terbukti bersalah sampai divonis 15 tahun
Baca SelengkapnyaSelian itu eks Menkominfo juga turut dibebankan dengan membayar uang pengganti perkara sebesar Rp15,5 miliar.
Baca Selengkapnya