Identitas 2 Kerangka Kuno dengan 'Kaki Terputus' di China Terungkap, Bongkar Hukuman Zaman Dulu ke para Bangsawan
Sebuah tim peneliti baru-baru ini menyelesaikan penelitian tentang asal usul dua kerangka kuno dari China yang kehilangan kaki bagian bawahnya.
Sebuah tim peneliti baru-baru ini menyelesaikan penelitian tentang asal usul dua kerangka kuno dari China yang kehilangan kaki bagian bawahnya pada saat dikuburkan.
Identitas 2 Kerangka Kuno dengan 'Kaki Terputus' di China Terungkap, Bongkar Hukuman Zaman Dulu ke para Bangsawan
Sebuah tim peneliti baru-baru ini menyelesaikan penelitian tentang asal usul dua kerangka kuno dari China yang kehilangan kaki bagian bawahnya pada saat dikuburkan. Berdasarkan analisis ekstensif terhadap sisa-sisa manusia tersebut, para peneliti menyimpulkan bahwa kedua individu tersebut adalah pria bangsawan yang hidup pada masa Dinasti Zhou Timur (771—256 SM), atau lebih tepatnya sekitar 2.500 tahun yang lalu.Penulis penelitian ini yakin bagian kaki para pria tersebut diamputasi sebagai hukuman atas tindakan ilegal atau tidak etis. Setelah itu mereka diizinkan untuk menjalani hidup mereka dengan bebas dan nyaman.
Meski mungkin terdengar seperti teori yang aneh, faktanya penguasa China pada masa Zhou Timur memang menetapkan amputasi sebagai bentuk hukuman. Praktik mutilasi yang dilegalkan ini dikenal sebagai "yue" dan berasal dari China kuno pada masa Dinasti Xia (2.100—1.600 SM), dan bertahan selama dua milenium sebelum akhirnya dilarang oleh Dinasti Han pada abad kedua SM.
"Penemuan seperti itu bersama dengan beberapa temuan sebelumnya, mencerminkan kekejaman sistem hukuman di China awal," kata penulis utama studi Qian Wang, seorang profesor ilmu biomedis di Texas A&M University School of Dentistry, kepada Live Science dikutip dari Ancient Origins, Jumat (3/5/2024).
Kerangka kedua pria tersebut digali dari situs pemakaman kuno di Provinsi Henan, China tengah timur. Masing-masing ditemukan di dalam peti mati mewah yang dibangun dalam dua lapisan, yang disusun sedemikian rupa sehingga menghadap utara dan selatan (sebuah praktik yang diperuntukkan bagi individu yang memiliki status sosial tinggi, menurut para peneliti).
Mereka dikuburkan bersama berbagai macam barang kuburan, beberapa di antaranya berharga, termasuk tembikar, loh batu, dan kait sabuk tembaga.
Untuk mempelajari lebih lanjut tentang siapa orang-orang ini dan apa sebenarnya yang mereka alami, para peneliti menggunakan berbagai metodologi analisis berteknologi tinggi, termasuk pemindaian tomografi komputer (CT) dan prosedur penanggalan radiokarbon, untuk menganalisis tulang mereka.Dengan menggunakan pendekatan ini, para ilmuwan menemukan bahwa kerangka tersebut milik dua pria paruh baya, masing-masing berusia sekitar 40 dan 50 tahun, yang hidup di bawah pemerintahan Zhou Timur sekitar tahun 550 SM.
Analisis kimia terhadap unsur-unsur yang ditemukan di tulang mereka mengungkapkan bahwa setiap pria telah mengonsumsi makanan tinggi protein dan nutrisi nabati yang bermanfaat.
Hal ini penting karena berarti pola makan para pria sesuai dengan pola makan normal di kalangan bangsawan Zhou Timur.
Masing-masing kerangka kehilangan bagian bawah salah satu kakinya. Satu mengalami amputasi pada kaki kiri dan satu lagi di kaki kanan.
Ujung tulang tungkai bawah (tibia dan fibula) telah sembuh secara merata dan sempurna, dan sepertinya tidak ada amputasi yang dilakukan secara cepat atau sembarangan. Kualitas amputasi menunjukkan keterampilan bedah, dan perawatan yang diterima para pria setelah prosedur selesai cukup baik untuk mencegah infeksi atau komplikasi lainnya.
Secara keseluruhan, temuan penggalian awal dan analisis selanjutnya membuktikan bahwa mereka adalah laki-laki dengan status sosial tinggi yang tidak mengalami penurunan status setelah kaki bagian bawah mereka diamputasi.
Mereka mencatat bahwa "bukti bioarkeologi dikuatkan dengan catatan tertulis sejarah tentang hukum dan hukuman dari sistem pidana Dinasti Zhou," dan juga menyoroti fakta bahwa "individu-individu tersebut diizinkan untuk pulih, dan mereka terus hidup selama bertahun-tahun".
Para peneliti dapat mengesampingkan kemungkinan bahwa amputasi tersebut terkait dengan beberapa jenis cedera atau penyakit traumatis yang parah, atau bahwa pria tersebut dilahirkan dengan kehilangan bagian anggota tubuh mereka.
Mereka juga menolak kemungkinan amputasi kurban, karena praktik ini tidak pernah disebutkan dalam catatan sejarah dari zaman Dinasti Zhou.
Filsuf China kuno, Zhuangzi mengomentari sistem hukuman Zhou dalam beberapa tulisannya. Dia mengklaim bahwa perwira militer berpangkat tertinggi dan bangsawan yang memiliki hubungan dekat dengan keluarga kerajaan dibebaskan dari hukuman yang lebih ekstrem, seperti amputasi.
Ia juga menulis bahwa orang-orang ini mempunyai hak untuk dikuburkan di peti mati terbaik, yang dibuat dalam tiga lapisan.
Berdasarkan fakta-fakta penting ini, para peneliti menyimpulkan bahwa kedua orang yang digali dari pemakaman di Henan adalah perwira atau administrator berpangkat rendah. Hal ini mengakibaytkan mereka diamputasi jika perbuatan buruk mereka dinilai cukup serius, meskipun mereka memiliki identitas elit.Menurut Qian Wang, hukum Zhou menetapkan amputasi sebagai hukuman yang pantas untuk berbagai jenis kejahatan, termasuk mencuri, mengabaikan tugas, dan berbohong kepada raja, dan masih banyak lagi.