Arkeolog Temukan Bukti Eksekusi Paling Memalukan di Makam Kuno Berusia 2.100 Tahun, Belasan Mayat Dimutilasi
Penemuan ini menambah informasi baru tentang kehidupan prajurit dan kematian mereka yang mengerikan.

Sebuah analisis kimia menyatakan kuburan massal kuno yang digali di Mongolia Selatan berisi jasad prajurit Han yang terpotong-potong. Mereka diketahui berperang melawan orang-orang nomaden Xiongnu pada abad kedua SM.
“Eksekusi dengan pemotongan tubuh adalah bentuk eksekusi paling memalukan,” kata Alexey Kovalev, penulis studi dan seorang peneliti di Institut Arkeologi Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia, seperti dilansir Live Science, Senin (17/3).
“Hal semacam ini dilakukan oleh musuh agar jiwa orang-orang yang terbunuh tidak akan pernah bisa dilahirkan kembali.”
Penemuan ini menambah informasi baru tentang kehidupan prajurit dan kematian mereka yang mengerikan pada periode penting dalam sejarah China.

Kovalev dan tim peneliti mempelajari lebih dari dua lusin kerangka lengkap, sebagian yang ditemukan berasal dari kuburan massal di situs arkeologi Bayanbulag (benteng yang dibangun oleh Kekaisaran Han pada 104 SM). Makam itu berlokasi di sebelah utara Tembok Besar China dan digunakan sebagai pelindung dari serbuan Kekaisaran Xiongnu.
Dalam sebuah penelitian yang dipublikasikan melalui Journal of Archaeological Science secara daring, peneliti menggunakan analisis genomik dan isotop untuk mencari tahu tentang siapa dan dari mana jasad itu berasal.
Sebagian besar mayat itu ditumpuk dalam satu lapisan di tengah lubang, yang awalnya merupakan hasil penambangan tanah liat sebelum diubah menjadi kuburan massal sementara.
Peneliti mengidentifikasi ada 17 tengkorak, dan semuanya adalah pria dewasa. Sebagian besar kerangka juga menunjukkan tanda-tanda pemotongan, pemenggalan kepala, atau amputasi dengan pedang. Setidaknya, dua pria dikuburkan dalam posisi berlutut.
Analisis DNA kuno terhadap 14 kerangka tersebut mengungkapkan bahwa mereka secara genetik lebih mirip dengan masyarakat Han dan China Utara masa kini, daripada dengan masyarakat Xiongnu dan masyarakat Siberia kuno lainnya.
Demikian pula, analisis isotop strontium terhadap kerangka, mengukur variasi unsur untuk mengungkap tempat seseorang tumbuh. Setelah analisis tersebut, ditemukan bahwa orang-orang itu datang ke Bayanbulag dari suatu tempat, mungkin sebagai tentara yang secara langsung ikut dalam pertempuran.
Perang Han-Xiongnu terjadi selama dua abad (133 SM hingga 89 M). Pertempuran antara peradaban China dan orang Xiongnu yang nomaden terjadi di Dataran Tinggi Mongolia. Masyarakat China Utara membangun benteng untuk melawan serangan Xiongnu.
“Sangat penting bahwa semua potongan tubuh, termasuk lengan dan kaki yang terpenggal, kepala, dan bagian tubuh lainnya, dikumpulkan untuk dimakamkan,” ungkap Kovalev.
“Menurut kepercayaan orang China, jenazah seseorang harus dikuburkan dalam keadaan utuh. Mereka yang menguburkan para prajurit ini berusaha membuat jenazah itu merasa tenang di akhirat.”
Namun, tidak semua orang dapat dikuburkan dalam keadaan utuh. Terdapat seorang pria yang kepalanya tidak pernah ditemukan, diperkirakan diambil oleh tentara Xiongnu sebagai bukti kemenangan atas Han.
“Kita hanya bisa menebak berdasarkan konteksnya, tentang informasi siapa sebenarnya yang membunuh para prajurit Han dan akhirnya dimakamkan di kuburan massal,” jelas Kovalev.
Michael Rivera, bioarkeolog Universitas Hong Kong yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut memuji penelitian ini karena bisa menggabungkan konteks historis dengan analisis genetik, arkeologi, dan isotop.
“Jasad yang berada dalam pemakaman ini adalah sekelompok pria yang beragam dari seluruh Asia Timur Laut dan ikut bertempur dalam konflik ini,” kata Rivera.
Reporter Magang: Devina Faliza Rey