Arkeolog Berpacu dengan Waktu Selamatkan 600 Kuburan Pemburu Paus dari Abad ke-17 di Dekat Kutub Utara yang Terancam Hilang
Kuburan pemburu paus kuno di Svalbard terancam punah akibat mencairnya permafrost, mengancam warisan sejarah penting.

Kuburan pemburu paus yang terletak di Svalbard, kepulauan terpencil di dekat Kutub Utara (Arktik) Norwegia, tengah menghadapi ancaman serius akibat mencairnya permafrost. Kuburan ini berasal dari abad ke-17 dan ke-18, di mana sekitar 600 pemburu paus dimakamkan di Smeerenburgfjorden, Taman Nasional Northwest Spitsbergen.
Selama berabad-abad, jasad-jasad ini terawetkan dengan baik dalam permafrost, namun kini kondisi tersebut berubah akibat dampak perubahan iklim yang semakin nyata. Para ilmuwan di bawah arahan Lise Loktu, seorang arkeolog dan peneliti di Institut Penelitian Warisan Budaya Norwegia (NIKU) melakukan proyek penelitian “Skeletons in the Closet” di wilayah ini, bertujuan untuk mendokumentasikan kerusakan dan menganalisis ratusan kerangka pemburu paus sebelum menghilang.
“Kuburan-kuburan tersebut merupakan sumber daya arkeologi unik yang jarang dilestarikan di tempat lain, baik di Eropa maupun di belahan dunia lainnya,” jelas Loktu, dikutip dari laman Archaelogy Magazine, Senin (17/3).
Perubahan suhu yang meningkat, curah hujan yang semakin tinggi, serta erosi pesisir yang intensif menjadi faktor utama yang menyebabkan permafrost mencair. Hal ini mengakibatkan ketidakstabilan pada kuburan, sehingga kerangka dan kain yang ada di dalamnya terancam erosi dan pembusukan mikroba.
Gelombang yang lebih kuat dan berkurangnya es laut juga mempercepat proses kerusakan ini. Dalam situasi yang mendesak ini, para peneliti berupaya untuk mendokumentasikan kerusakan yang terjadi dan menganalisis sisa-sisa jenazah sebelum semuanya hilang. Kerangka yang ditemukan di kuburan ini sangat berharga untuk memberikan wawasan tentang kesehatan, kondisi hidup, dan struktur sosial para pemburu paus pada masa itu. Kerusakan yang terjadi sangat cepat, dengan perubahan yang nyata terlihat dari tahun ke tahun, sehingga para peneliti merasa terdesak untuk segera melakukan dokumentasi.
“Di Likneset, kami telah mendokumentasikan banyak kuburan hancur karena perubahan terkait iklim ini,” kata Loktu.
“Peti mati hancur, sehingga material kerangka dan kain terpapar intrusi sedimen, air, dan oksigen. Secara kolektif, proses ini mempercepat dekomposisi mikroba pada material arkeologi.”
Berpacu dengan Waktu

Proyek 'Skeletons in the Closet' tidak hanya berfokus pada pengumpulan data, tetapi juga berupaya untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya pelestarian warisan budaya di tengah perubahan iklim yang semakin cepat.
Degradasi lingkungan di wilayah tersebut sangat cepat sehingga para peneliti dapat mengamati perubahan yang nyata dari tahun ke tahun.
"Kami berpacu dengan waktu untuk mendokumentasikan kuburan-kuburan ini sebelum benar-benar menghilang. Masih banyak informasi yang harus dikumpulkan," ujar Loktu.
Jasad pemburu paus yang dikubur di Svalbard sangat berharga untuk mempelajari kehidupan orang-orang Eropa pada abad ke-17 dan ke-18. Dari tahun 1985 hingga 1990, penggalian menghasilkan banyak data osteologi, yang dianalisis oleh Elin T. Brødholt, seorang ahli osteologi dari Universitas Oslo. Penelitian ini telah menjelaskan kesehatan, kondisi kehidupan, dan struktur sosial para pemburu paus.
Analisis tersebut menunjukkan sebagian besar orang-orang ini berasal dari berbagai negara Eropa, termasuk Norwegia bagian barat, yang makanannya bersumber dari makanan laut. Para pemburu paus, yang umumnya dianggap miskin, sebenarnya menunjukkan bukti adanya perbedaan sosial di antara mereka. Misalnya, tinggi rata-rata orang yang dimakamkan di Likneset jauh lebih tinggi daripada orang-orang di pemakaman terdekat lainnya, yang merupakan indikasi gizi dan kondisi ekonomi yang lebih baik selama masa kanak-kanak.
Kekurangan Gizi dan Penyakit Kudis
Sisa-sisa kerangka menunjukkan kehidupan perburuan paus yang menuntut fisik. Tanda-tanda kekurangan gizi dan penyakit terlihat pada banyak pemburu paus, dan penyebab utama kematian kemungkinan besar adalah penyakit kudis, yang disebabkan oleh kekurangan vitamin C.
Analisis tulang juga menunjukkan mayoritas pemburu paus terlibat dalam pekerjaan berat sejak usia sangat muda; tanda-tanda keausan menunjukkan penggunaan tubuh bagian atas secara ekstensif. Beberapa perubahan ini menyerupai yang terlihat pada populasi Inuit yang menggunakan kayak untuk berburu; oleh karena itu, pemburu paus tertentu kemungkinan memiliki peran khusus seperti mendayung atau menombak.
Dengan kuburan yang hancur lebih cepat dan beberapa telah hilang di laut, para peneliti khawatir pengetahuan sejarah yang penting dapat hanyut selamanya.
"Kuburan di Svalbard sekarang hancur lebih cepat dan secara bertahap hanyut ke laut karena erosi. Ini tentang melestarikan pengetahuan yang jika tidak akan hilang selamanya, pengetahuan yang tidak dapat kita peroleh dari tempat lain," pungkas Loktu.