Ilmuwan Jelaskan Mengapa Gempa Bumi Tak Bisa Diprediksi, Ternyata Ini Penyebabnya
Gempa bumi adalah fenomena alam yang kompleks, dan ilmuwan menghadapi banyak tantangan dalam memprediksi kapan dan di mana gempa akan terjadi.

Gempa bumi merupakan salah satu bencana alam yang paling menakutkan dan dapat menyebabkan kerusakan yang sangat besar. Namun, hingga saat ini, para ilmuwan belum mampu memprediksi dengan tepat kapan dan di mana gempa akan terjadi. Berbagai faktor menjadi penyebab utama ketidakmampuan ini, mulai dari kompleksitas proses gempa itu sendiri hingga keterbatasan teknologi yang ada.
Kasus kontroversial terjadi pada Oktober 2012, ketika pengadilan Italia menjatuhkan hukuman kepada enam ilmuwan dan seorang pejabat pemerintah atas tuduhan pembunuhan. Mereka dianggap meremehkan informasi pada hari-hari menjelang gempa bumi dahsyat yang melanda L'Aquila pada 6 April 2009. Gempa tersebut mengakibatkan puluhan ribu bangunan hancur, 1.000 orang terluka, dan 308 orang tewas, seperti dikutip dari laman Mentalfloss.
Pengadilan meyakini hal ini terjadi karena para ilmuwan tidak berbuat cukup banyak untuk memperingatkan warga sipil tentang risiko gempa besar. Kasus ini menimbulkan kontroversi yang hebat di komunitas ilmiah dan mengangkat pertanyaan penting tentang kemampuan ilmuwan dalam memprediksi gempa bumi.
Proses terjadinya gempa bumi sangat kompleks. Gempa bumi biasanya terjadi akibat pergeseran mendadak pada patahan di kerak bumi. Proses ini dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti tekanan, suhu, komposisi batuan, dan keberadaan cairan di dalam kerak bumi pada kedalaman yang sangat besar. Bahkan gempa yang terlihat berulang pada suatu patahan bisa bermula dari titik yang berbeda setiap kali, sehingga membuat prediksi menjadi semakin sulit.
Keterbatasan teknologi dan pemetaan juga menjadi salah satu alasan mengapa ilmuwan tidak dapat memprediksi gempa bumi. Meskipun teknologi seismologi telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir, belum ada teknologi yang mampu mendeteksi secara akurat kapan dan di mana gempa akan terjadi. Pemetaan patahan masih belum sempurna, terutama di daerah yang sulit diakses, dan banyak sesar aktif yang belum teridentifikasi. Hal ini membuat potensi gempa di wilayah tersebut sulit untuk diprediksi.
Selain itu, kurangnya data dan pola yang konsisten juga menjadi kendala dalam memprediksi gempa bumi. Meskipun ada upaya untuk memprediksi gempa berdasarkan pola aktivitas seismik sebelumnya, pola tersebut sering kali tidak konsisten dan sulit diandalkan. Beberapa gempa terjadi tanpa adanya tanda-tanda pendahuluan yang jelas, sementara yang lainnya terjadi meskipun tidak ada pola yang terdeteksi sebelumnya.
Penelitian menggunakan berbagai metode seperti analisis seismisitas, gelombang elektromagnetik, emisi gas radon, dan perubahan muka air tanah belum menghasilkan prediksi yang konsisten dan akurat. Hal ini menunjukkan masih banyak yang harus dipelajari tentang proses gempa bumi sebelum prediksi yang lebih baik dapat dilakukan.
Model Matematika
Ketidakpastian dalam model matematika juga menjadi faktor penting dalam prediksi gempa bumi. Model-model yang digunakan untuk memprediksi pergerakan lempeng tektonik masih belum sempurna dan memiliki keterbatasan dalam memperhitungkan semua variabel yang mempengaruhi terjadinya gempa. Meskipun penggunaan kecerdasan buatan telah menjadi bagian dari upaya ini, keterbatasan data historis yang lengkap tetap menjadi kendala utama.
Walaupun prediksi gempa bumi yang akurat masih menjadi tantangan besar, para ilmuwan terus berupaya mengembangkan metode dan teknologi baru untuk meningkatkan pemahaman tentang proses gempa. Fokus utama saat ini lebih diarahkan pada pengurangan risiko bencana melalui upaya mitigasi, seperti pembangunan infrastruktur tahan gempa dan sistem peringatan dini yang efektif.
Walaupun para ilmuwan membuat model gempa bumi yang canggih dan mempelajari sejarah gempa di sepanjang garis patahan, tidak seorang pun memiliki pemahaman yang cukup tentang kondisi -- material batuan, mineral, cairan, suhu, dan tekanan -- di kedalaman tempat gempa dimulai dan berkembang untuk dapat memprediksinya.
"Kita dapat membuat gempa bumi dalam kondisi terkendali di laboratorium, atau mengamatinya dari dekat di tambang yang dalam, tetapi itu adalah situasi khusus yang mungkin tidak terlalu mirip dengan patahan rumit yang ada di kedalaman kerak tempat gempa bumi besar terjadi," jelas koordinator asosiasi Program Bahaya Gempa Bumi USGS, Michael Blanpied kepada Mental Floss pada 2012.
"Pengamatan kita terhadap gempa bumi selalu dari kejauhan, dilihat secara tidak langsung melalui lensa gelombang seismik, patahan permukaan, dan deformasi tanah. Untuk memprediksi gempa bumi, kita perlu memiliki pemahaman yang baik tentang bagaimana gempa bumi terjadi, apa yang terjadi sebelum dan selama awal gempa bumi, dan apakah ada sesuatu yang dapat kita amati yang memberi tahu kita bahwa gempa bumi akan segera terjadi. Sejauh ini, tidak ada satu pun dari hal-hal tersebut yang diketahui."
Nukleasi Gempa
Menurut Blanpied, pemahaman saat ini adalah gempa bumi dimulai atau bernukleus dari yang kecil, di bagian patahan yang terisolasi, dan kemudian tumbuh dengan cepat.
"Nukleasi itu dapat terjadi di mana saja, dan bahkan ketika kita memiliki contoh gempa bumi yang berulang, gempa bumi itu mungkin bernukleus di tempat yang berbeda," katanya.
"Jika ada proses yang terjadi dalam hitungan detik sebelum gempa bumi, proses itu mungkin sangat halus dan sulit diamati melalui bermil-mil batuan padat, terutama ketika kita bahkan tidak tahu di mana harus melihat."
Tantangan lainnya, gempa besar dan kecil mungkin tidak dimulai secara berbeda.
"Jika semua gempa bumi dimulai dari kecil, dan beberapa gempa bumi hanya membesar, maka prediksi mungkin tidak akan berhasil, karena kita sama sekali tidak tertarik untuk memprediksi ribuan gempa bumi kecil yang terjadi setiap hari," tandasnya.