Ternyata Begini Tradisi buat Polwan Baru, yang Tak Kuat Bisa Tumbang
Begini tradisi bagi polwan baru yang jarang diketahui.
Begini tradisi bagi polwan baru yang jarang diketahui.
Ternyata Begini Tradisi buat Polwan Baru, yang Tak Kuat Bisa Tumbang
Seorang polisi wanita (polwan) menjadi salah satu garda terdepan di kepolisian dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Selain karena tugas yang berbeda, karakter mereka dibutuhkan untuk menegakkan hukum supaya bisa lebih mudah sampai ke masyarakat.
Namun untuk bisa menjadi seorang polwan bukanlah hal yang mudah. Ada banyak tahapan yang harus dilalui termasuk setelah diterima masuk.
Seperti dalam video berikut yang memperlihatkan tradisi bagi polwan baru yang jarang diketahui.
Melansir dari TikTok @sdmpolresmerangin, Selasa (13/2) berikut informasinya.
Video tersebut memperlihatkan saat para anggota polwan yang baru saja dilantik tengah mengikuti tradisi bagi polwan baru.
Dengan seragam dinasnya, mereka mengikuti berbagai tata cara yang memang khusus ditujukan untuk mereka.
Adapun tradisi yang dimaksud adalah dengan berendam dan merayap di sungai, serta berguling dan merayap di lapangan.
Tujuan dari tradisi tersebut tak lain adalah untuk melatih kedisiplinan dan kekompakan di antara para polwan.
Selain itu beberapa gerakan memang melatih fisik dan kesigapan selama berada di lapangan. Tak ayal tradisi tersebut terbilang keras bagi para polwan.
"Tidak terima tradisi tidak usah masuk institusi," tulis unggahan.
Sejarah Polwan
Melansir dari museumpolri.org, Selasa (13/2), polisi wanita pada mulanya muncul dari kebutuhan polisi untuk memeriksa korban, tersangka atau saksi wanita dalam sebuah kasus.
Dahulu polisi sering kali meminta bantuan para istri polisi dan pegawai sipil wanita untuk melaksanakan tugas pemeriksaan fisik.
Kemudian beberapa organisasi wanita dan organisasi wanita Islam di Bukittinggi berinisiatif mengajukan usulan kepada pemerintah agar wanita diikutsertakan dalam pendidikan kepolisian untuk menangani masalah tersebut.
Pada 1 September 1948, Cabang Djawatan Kepolisian Negara untuk Sumatera yang berada di Bukittinggi memberikan kesempatan untuk mendidik wanita-wanita pilihan untuk menjadi polisi.
Sejak saat itu 1 September diperingati sebagai hari lahirnya polisi wanita (Polwan).
Terbitnya TAP MPR No. II Tahun 1960 yang menyatakan bahwa kepolisian merupakan bagian dari angkatan bersenjata membuat pendidikan calon perwira Polwan dijadikan satu dengan perwira polisi pria untuk bersama-sama dididik di AAK (Akademi Angkatan Kepolisian) di Yogyakarta.
Jalur perekrutan untuk menjadi perwira Polwan adalah melalui jalur perwira karier setingkat sarjana dan sarjana muda melalui SEPAMILWA (Sekolah Perwira Militer Wajib).
Setelahnya pendidikan polwan semakin berkembang dan tidak hanya untuk perwira.
Pada tahun 1975 Depo Pendidikan dan Latihan (Dodiklat) 007 Ciputat untuk pertama kali membuka kelas pendidikan untuk bintara Polwan.
Kemudian di tahun 1982 Dodiklat 007 berubah namanya menjadi Pusat Pendidikan Polisi Wanita (Pusdikpolwan) Ciputat dan menjadi tahun pertama bagi lembaga pendidikan yang khusus mendidik polisi wanita.
Pada tanggal 30 Oktober 1984 Pusdikpolwan diganti menjadi Sekolah Polisi Wanita (Sepolwan).
Pendidikan tersebut berhasil melahirkan deretan perwira polwan yang cukup bersejarah bagi Polri.
Pada tahun 1987, Lettu Pol Dwi Gusiyati menjadi polwan pertama yang menjabat sebagai Kapolsek Pasar Kliwon, Solo.
Pada tahun 1991, Brigadir Jenderal Polisi Jeanne Mandagi menjadi polwan pertama yang mendapat pangkat Jenderal bintang satu.