5 Fakta Kekhawatiran Utang Pemerintah yang Telah Tembus Rp6.000 Triliun
Merdeka.com - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat utang pemerintah sudah mencapai lebih dari Rp 6.000 triliun dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2020. Ketua BPK, Agung Firman Sampurna mengaku, khawatir akan potensi menurunnya kemampuan pemerintah untuk membayar utang.
Sebab, penambahan utang pemerintah serta biaya bunga terus membengkak hingga melampaui pertumbuhan PDB. Agung juga menjelaskan bahwa indikator kerentanan utang pada 2020 telah melampaui batas kerentanan yang direkomendasikan oleh IMF.
"Yaitu satu, rasio debt relief (pemutihan utang atau pembatalan utang) terhadap penerimaan sebesar 46,77 persen melampaui rekomendasi IMF sebesar 25 sampai dengan 35 persen," katanya.
-
Apa total utang Amerika Serikat? Data per 9 Mei 2023 mencatat, utang Amerika Serikat mencapai USD31,5 triliun atau setara Rp463.000 triliun.
-
Siapa yang memiliki utang terbesar? Data per 9 Mei 2023 mencatat, utang Amerika Serikat mencapai USD31,5 triliun atau setara Rp463.000 triliun.
-
Dimana negara dengan utang terbesar? Data per 9 Mei 2023 mencatat, utang Amerika Serikat mencapai USD31,5 triliun atau setara Rp463.000 triliun.
-
Bagaimana utang negara dihitung? Data per 9 Mei 2023 mencatat, utang Amerika Serikat mencapai USD31,5 triliun atau setara Rp463.000 triliun.
-
Siapa yang dirasa bertanggung jawab atas kenaikan utang? 'Kita di-prank, yang terjadi justru kita bisa tahu kenaikan tertinggi sepanjang sejarah Republik ini ada di tangan Jokowi,' terang Eko.
-
Siapa yang terlilit utang ratusan juta? Eko Pujianto merupakanpengusaha muda yang pernah mengalami keterpurukan karena terjebak utang ratusan juta.
Menurutnya, rasio pembayaran bunga utang terhadap penerimaan negara juga mencapai 19,06 persen. Hal ini dianggap telah melampaui rekomendasi International Debt Relief (IDR) yang hanya sebesar 4,6 sampai dengan 6,8 persen. "Dan rekomendasi IMF sebesar 7 sampai dengan 10 persen," katanya.
Sementara itu rasio utang terhadap penerimaan negara yang mencapai 369 persen, dianggap Agung juga telah melewati batas rekomendasi IDR dan IMF. "Melampaui rekomendasi IDR sebesar 92 sampai dengan 167 persen dan rekomendasi IMF sebesar 90-150 persen," papar Agung.
Berikut sejumlah fakta seputar utang pemerintah yang mencapai Rp 6.000 triliun seperti dirangkum merdeka.com.
1. Utang RI Dinilai Masuk Level Membahayakan
Direktur Celios (Center of Economic and Law Studies) Bhima Yudhistira menilai, kondisi tersebut sudah masuk level membahayakan. Hal itu terlihat dari debt to service ratio (DSR) atau kemampuan membayar utang Pemerintah dibanding penerimaan negara sudah diatas 50 persen pada tahun 2020. Maka mengakibatkan Pemerintah harus membayar bunga utang yang lebih mahal untuk mendapatkan bunga pinjaman yang baru.
"Kenapa begitu? karena kalau kita melihat tren dari beban bunga utang yang harus dibayarkan itu jika dibandingkan dengan penerimaan pajak tahun 2021 saja sudah mencapai 25 persen atau 19 persen dari penerimaan negara total ada pajak dan PNBP," kata Bhima kepada Liputan6.com.
Untuk penerimaan pajak, seperempat dari penerimaan pajak sudah habis untuk membayar bunga utang sebesar Rp 373 triliun per tahun. Sehingga akan menjadi beban bukan hanya pada APBN tahun berjalan tapi sudah menjadi beban perekonomian dalam jangka panjang.
Bahkan Pemerintah menerbitkan surat utang yang tenornya jatuh tempo pada tahun 2070, artinya sepanjang 50 tahun ke depan Indonesia masih akan terus melanjutkan pembayaran utang untuk menutup utang yang sedang jatuh tempo. Menurutnya, utang tersebut belanja paling besarnya bukan untuk belanja kesehatan, melainkan untuk belanja yang sifatnya birokratis seperti belanja pegawai dan belanja barang.
"Itu menjadi pemborosan tidak efektif ditambah program-program Work From Bali yang dilakukan oleh Kemenko Marves untuk mendorong pariwisata tapi programnya justru malah blunder. Selain menambah penularan covid-19 yang berikutnya lagi utang digunakan untuk perjalanan dinas untuk waktu yang tidak tepat, padahal bisa Work From Home," ungkapnya.
2. Utang Warisan Presiden Jokowi Bisa Capai Rp10.000 T
Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Didik J Rachbini setuju dengan pernyataan BPK soal utang pemerintah. Utang harus dikelola dengan hati-hati sebab jika tidak, Presiden Jokowi berpotensi mewariskan utang Rp10.000 triliun kepada presiden selanjutnya.
"Warisan utang Presiden Jokowi kepada presiden berikutnya bisa lebih Rp10.000 triliun," ujar Didik dalam keterangan resminya, Jakarta.
Tumpukan utang ribuan triliun tersebut berasal dari utang dalam APBN, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Keuangan dan non keuangan yang berpotensi bertambah beberapa tahun ke depan. Masing-masing sebesar Rp6.527 triliun, Rp1.053 triliun dan 1.086 triliun.
"Utang BUMN keuangan sebesar Rp1.053 triliun dan BUMN non-keuangan sebesar Rp1.089 triliun. Jadi total utang pemerintah pada masa Jokowi sekarang sebesar Rp8.670 triliun," kata Didik.
Utang BUMN jadi beban pemerintah karena ditugaskan untuk menggarap proyek yang besar seperti infrastruktur. Pembangunan infrastruktur yang gagal bayar atau bangkrut maka menjadi tanggungan APBN.
"BUMN juga diminta dan dibebani tugas untuk pembangunan infrastruktur. Kalau gagal bayar atau bangkrut harus ditanggung APBN, sehingga menjadi bagian dari utang pemerintah," katanya.
3. Kenaikan Utang Picu Krisis Ekonomi
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didik J Rachbini meminta pemerintah mewaspadai kenaikan utang dalam menangani pandemi Virus Corona. Sebab, peningkatan utang yang cukup besar bisa memicu krisis ekonomi.
"Apa konsekuensinya jika utang yang berat ini dibiarkan? APBN akan lumpuh terkena beban utang ini dengan pembayaran bunga dan utang pokok yang sangat besar. APBN bisa menjadi pemicu krisis ekonomi," ujar Didik dalam risetnya, Jakarta.
Didik melanjutkan, utang Indonesia saat ini berjumlah Rp8.670 triliun. Utang tersebut terdiri dari utang pemerintah dalam APBN sebesar Rp6.527 triliun, utang BUMN keuangan Rp1.053 triliun dan non keuangan 1.086 triliun.
"Kalau 20 tahun lalu krisis 1998 dipicu oleh nilai tukar, maka sekarang bisa dipicu oleh APBN yang berat digabung dengan krisis pandemi karena penanganan yang salah kaprah sejak awal," jelasnya.
Didik mengatakan, krisis bisa semakin berat jika dalam jangka pendek ini peningkatan kasus tidak bisa ditekan dan Amerika Serikat jadi menaikkan suku bunganya, maka posisi ekonomi Indonesia akan sangat sulit.
"Suku bunga utang akan terdorong naik, mesti bersaing sama obligasi USA. Sementara pajak kita masih rendah dan pembiayaan dari obligasi. Kalau tidak bisa bayar dalam jangka pendek kepercayaan terhadap ekonomi Indonesia merosot," jelasnya.
Dia menambahkan, jika Indonesia masih dipercaya bisa mungkin masih mungkin untuk melakukan profiling utang. Selain itu bisa meminta untuk penangguhan utang. "Tetapi itu berarti bunganya berarti numpuk," tandas Didik.
4. Perlu Kajian Mendalam Agar RI Tak Makin Terjebak dalam Utang
Anggota Komisi XI DPR Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) Anis Byarwati mengatakan, persoalan utang Pemerintah Indonesia mencapai Rp 6.000 triliun diperlukan kajian lebih dalam mengenai rasio utang terhadap PDB agar Indonesia tidak semakin terjebak dalam utang.
"Kita perlu mengkaji lebih dalam, bahwa rasio utang terhadap PDB harus benar-benar mencerminkan kondisi riil. Selama ini perhitungan tersebut hanya utang pemerintah pusat terhadap PDB, sedangkan utang BUMN itu tidak dimasukkan. Praktik di negara-negara lain utang BUMN termasuk dalam kalkulasi rasio tersebut," kata Anis kepada Liputan6.com.
Menurutnya, persoalan utama utang di Indonesia ini lebih kepada bagaimana agar penerimaan negara ini lebih dipacu dibanding utangnya. Namun yang terjadi saat ini, utang tumbuh lebih tinggi dibandingkan terhadap penerimaan negara maupun dengan pertumbuhan ekonomi, sehingga Indonesia semakin terjebak dalam utang.
5. Kemenkeu Klaim Utang RI Masih Aman
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo mengatakan, pemerintah sepakat untuk terus waspada dan mengajak semua pihak bekerja sama dalam mendukung pengelolaan pembiayaan negara. Menurutnya, pemerintah selalu berhati-hati dalam setiap kebijakan, termasuk persoalan utang negara.
"Pemerintah senantiasa mengelola pembiayaan secara hati-hati, kredibel, dan terukur, termasuk dalam beberapa tahun terakhir ini ketika terjadi perlambatan ekonomi global. APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) berfungsi sebagai instrumen kebijakan countercyclical dengan pembiayaan sebagai alat untuk menjaga ekonomi," kata Yustinus kepada Liputan6.com.
Sejalan dengan itu, pemerintah juga meningkatkan upaya reformasi perpajakan untuk optimalisasi pendapatan negara. Yustinus mengatakan, Kemenkeu mengapresiasi kerja keras BPK dalam melaksanakan audit dan memberi opini WTP untuk Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2020, serta memberi rekomendasi bagi pengelolaan pembiayaan.
Hal ini, menurutnya, menunjukkan pemerintah selalu menjaga akuntabilitas dan tata kelola keuangan negara, bahkan di masa pandemi. Kemenkeu selama pandemi Covid-19 terus menegaskan bahwa keputusan yang diambil pemerintah merupakan kebijakan countercyclical untuk memberi stimulus dalam menjaga ekonominya, yang berimplikasi ke pelebaran defisit.
Dijelaskannya, International Monetary Fund (IMF) sendiri sudah memberikan standar aman untuk rasio utang di kisaran 25-30 persen per Produk Domestik Bruto (PDB) pada kondisi normal.
Dalam kondisi pandemi saat ini, hampir tidak ada negara rasio utang di kisaran itu. "Misalnya saja di akhir tahun 2020, Indonesia 38,5 persen, Filipina 48,9 persen, Thailand 50,4 persen, China 61,7 persen, Korea Selatan 48,4 persen, dan Amerika Serikat 131,2 persen," ungkap Yustinus.
(mdk/bim)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Megawati berharap pemerintah punya rencana serius untuk mengurangi utang bernilai fantastis itu.
Baca SelengkapnyaMayoritas utang pemerintah per Juni 2024 didominasi oleh SBN sebesar 87,85 persen, sedangkan sisanya adalah pinjaman sebesar 12,15 persen.
Baca SelengkapnyaKetua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyampaikan pidato politik.
Baca SelengkapnyaKepercayaan diri dalam mengelola pasar, tergantung dengan kepercayaan pasar.
Baca SelengkapnyaIni penjelasan Kementerian Keuangan mengenai utang baru Rp600 triliun.
Baca SelengkapnyaPrabowo mengakui manajemen utang perlu dilakukan dengan hati-hati.
Baca SelengkapnyaKemenkeu mencatat, utang jatuh tempo tersebut terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) Rp705,5 triliun dan pinjaman senilai Rp94,83 triliun.
Baca SelengkapnyaAngka tunggakan ini meningkat dibanding jumlah piutang di tahun sebelumnya sebsar Rp25,04 triliun yang tersebar di 62 kementerian lembaga.
Baca SelengkapnyaMegawati kembali menyebut nama Presiden Jokowi. Momen itu terjadi saat dia berpidato dalam acara pelantikan pengurus DPP PDIP.
Baca SelengkapnyaJika dibandingkan dengan posisi akhir bulan Mei 2023, mengalami kenaikan Rp17,68 triliun.
Baca SelengkapnyaDalam periode yang sama di tahun lalu, penarikan utang sebesar Rp480,4 triliun.
Baca SelengkapnyaKemenkeu mencatat, rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) kini sebesar 38,49 persen.
Baca Selengkapnya