Survei Indef: Netizen Sosial Media Anggap Kenaikan Utang Sebagai Beban Negara
Dalam catatan Menteri Keuangan (Menkeu) posisi utang pemerintah mencapai Rp8.353,02 triliun pada Mei 2024.
Dalam catatan Menteri Keuangan (Menkeu) posisi utang pemerintah mencapai Rp8.353,02 triliun pada Mei 2024.
-
Bagaimana cara Prabowo-Gibran atasi utang? Sehingga, untuk bisa melunasi utang-utang tersebut, hal pertama yang harus dilakukan Pemerintahan Prabowo-Gibran harus mengevaluasi pengolahan kebijakan fiskal.
-
Bagaimana utang negara dihitung? Data per 9 Mei 2023 mencatat, utang Amerika Serikat mencapai USD31,5 triliun atau setara Rp463.000 triliun.
-
Dimana negara dengan utang terbesar? Data per 9 Mei 2023 mencatat, utang Amerika Serikat mencapai USD31,5 triliun atau setara Rp463.000 triliun.
-
Bagaimana Indef melihat proyek IKN di era Prabowo-Gibran? Seolah-olah hidup segan mati tak mau.
-
Kenapa Indef khawatir dengan BPN? 'Dugaan saya ini yang akan terjadi pada Badan Penerimaam Negara, satu hingga dua tahun, bagaimana koordinasi, bagaimana membuat SOP yang bagus,' kata Eko. 'Namun sampai hari ini kasus tidak terselesaikan dari asuransi bahkan perbankan. Memang problem kelembagaan ya ketika kelembagaan diubah bukan otomatis yang menghasilkan angka-angka yang fantastis di tax ratio,' terang Eko.
-
Siapa yang memiliki utang terbesar? Data per 9 Mei 2023 mencatat, utang Amerika Serikat mencapai USD31,5 triliun atau setara Rp463.000 triliun.
Survei Indef: Netizen Sosial Media Anggap Kenaikan Utang Sebagai Beban Negara
Survei Indef: Netizen Sosial Media Anggap Kenaikan Utang Sebagai Beban Negara
Institute for Development of Economics and Finance (Indef) merilis hasil penelitian terbaru yang menyatakan 79 persen masyarakat di media sosial menganggap kenaikan utang pemerintah merupakan beban negara.
Diketahui, dalam catatan Menteri Keuangan (Menkeu) posisi utang pemerintah mencapai Rp8.353,02 triliun pada Mei 2024. Jumlah utang itu naik sebesar Rp14,59 triliun dibandingkan posisi bulan sebelumnya yang senilai Rp8.338,43 triliun.
Direktur Pengembangan Big Data Indef, Eko Listiyanto menjelaskan penelitian ini dilakukan pada 15 Juni hingga 1 Juli 2024.
Terdapat 22.189 perbincangan dari 18.997 akun media sosial X (sebelumnya Twitter) terkait kenaikan utang pemerintah.
"Ini artinya masyarakat aware (sadar) dengan isu utang dan ini wajar, ini isu strategis," kata Eko dalam konferensi pers, Jakarta, Kamis (4/7).
Masyarakat menilai, kenaikan utang itu terjadi karena banyak digunakan untuk proyek yang dianggap non-prioritas dan tidak menguntungkan, seperti Ibu Kota Nusantara (IKN) dan Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC).
Apalagi investor untuk pembangunan IKN hingga saat ini belum masuk atau bahkan tidak ada.
Sehingga hal itu memicu netizen berpikir proyek tersebut tidak menguntungkan.
"Pembangunan IKN ya, walaupun sebetulnya kalau secara proporsional, mungkin IKN bukan yang terbesar
dalam konteks utang, tapi menjadi concern para netizen. Kenapa? Karena kita tahu enggak ada investor yang masuk, ya," jelas Eko.
Di sisi lain, naiknya utang secara tak langsung membuat harga-harga naik. Hal ini seiring dengan kenaikan rasio pajak.
Menariknya, netizen di media sosial mencari jejak digital Presiden Joko Widodo (Jokowi), saat masa kampanye tahun 2014 lalu. Kala itu, Jokowi sempat berjanji untuk mengurangi utang, tapi nyatanya malah sebaliknya.
merdeka.com
Rasio utang negara justru naik dibandingkan dengan saat era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang hanya 24,7 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Sehingga publik yang awalnya berharap dapat menurunkan rasio utang merasa dikecewakan.
"Kita di-prank, yang terjadi justru kita bisa tahu kenaikan tertinggi sepanjang sejarah Republik ini ada di tangan Jokowi," terang Eko.
Sedangkan 21 persen sisanya menganggap utang negara memberikan manfaat pembangunan yang nyata, seperti misalnya pembangunan jalan tol.
Selain itu mereka memandang jumlah utang negara dinilai kecil jika dibandingkan dengan Amerika Serikat (AS) dan Jepang.
merdeka.com
"Utang kita memang relatif masih lebih kecil, ini maksudnya ya dibandingkan Amerika dan Jepang walaupun kita tahulah kalau jadi peneliti ukurannya bukan cuma karena itu, gitu ya. Jadi walaupun Jepang 250 persen terhadap GDP, ya dia utangnya ke negaranya sendiri, penduduk sendiri dan kita tahu lah Jepang negara maju ya produktivitasnya tinggi,"
tambah dia.
Selain itu, ternyata sebanyak 72,5 persen masyarakat pesimis bahwa utang ini akan mampu diselesaikan oleh pemerintahan Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dalam lima tahun mendatang.
"Ini menggambarkan betapa para penggiat sosial media sudah merasa bahwa kondisi keuangan negara dinilai sudah terlalu buruk. Sehingga optimismenya menipis," paparnya.
Rakyat semakin pesimis terhadap kemampuan pemerintah untuk mengatasi utang yang melonjak.
Defisit anggaran yang terus bertambah, bunga utang yang membengkak, serta dugaan korupsi di kalangan pejabat sekolah menguatkan pandangan terhadap pemerintah yang tidak mampu mengelola keuangan secara efektif.
Ketidakpercayaan terhadap langkah-langkah yang diambil pemerintah semakin menimbulkan kekhawatiran mendalam akan stabilitas ekonomi dan masa depan negara.
Meski begitu, sisanya sebanyak 27,5 persen netizen optimis merasa utang pemerintah dapat dipangkas dengan cara menambah pendapatan negara.
Mereka menilai kebijakan-kebijakan terbaru saat ini sudah ada arah ke sana seperti peningkatan pajak.
"Di sisi lain kebijakan ini berujung pada rakyat yang menanggung beban utang negara," tandas Eko.