Bakal Bangun PLTN, Indonesia Umumkan Punya Organisasi Nuklir di Austria Pekan Depan
Komitmen Indonesia dalam memiliki PLTN ini pun akan diimplementasikan dalam pembentukan Organisasi Pelaksana Program Tenaga Nuklir (NEPIO).
Pemerintah menargetkan Indonesia mulai tersambung dengan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) pada 2032-2033 mendatang. Rencananya, pembentukan Organisasi Pelaksana Program Tenaga Nuklir (NEPIO) akan diumumkan di Austria pekan depan.
Distribusi listrik dari pembangkit nuklir sudah tertera dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Kebijakan Energi Nasional (RPP KEN). Itu ditargetkan mulai tersambung ke transmisi (on grid) pada 2032 mendatang.
"Isu terpenting di RPP KEN ini adalah bahwa nuklir masuk di tahun 2032, sebanyak 250 megawatt," jelas Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Eniya Listiani Dewi dalam sesi temu media di kantornya, Jakarta, Senin (9/9).
Eniya mengatakan, komitmen Indonesia dalam memiliki PLTN ini pun akan diimplementasikan dalam pembentukan Organisasi Pelaksana Program Tenaga Nuklir (NEPIO), yang akan diumumkan kepada publik internasional dalam waktu dekat.
"Kita minggu depan akan berkomitmen di IAEA (International Atomic Energy Agency) di Vienna (Austria), bahwa kita akan membentuk NEPIO. NEPIO ini organisasi nuklir untuk implementasi. Bersifat non-binding, non-structure ya, karena bersifat organisasi. Di dalamnya ketuanya presiden," jelasnya.
Tujuan Pembentukan NEPIO
Kendati pembentukan NEPIO tidak bersifat wajib bagi suatu negara untuk memiliki pembangkit nuklir, Eniya menilai Indonesia perlu memiliki itu. Lantaran pembangunan PLTN bisa memakan waktu lama, lebih dari satu periode pemerintahan.
"Mungkin insya Allah dalam tahun ini kalau kita sudah statement besok minggu depan di IAEA, lalu setelah itu akan kita lanjut untuk merekonstruksi NEPIO ini seperti apa," imbuh dia.
Sementara Kepala Balai Survei dan Pengujian Ketenagalistrikan EBTKE, Harris Yahya mengkonfirmasi pembangunan PLTN butuh waktu hingga 9-10 tahun. Namun pelaksanaan pembangunannya membutuhkan national statement terlebih dulu.
"Makanya kalau kita katakan nanti di pemerintahan baru, katakanlah pemerintahan yang sekarang tinggal 2 bulan ya, jadi itu pasti masuk ke sana. Tapi bahwa nanti pembangunannya itu berapa lama, yang jelas kita targetkan 2033 itu sudah ada komersial pertama. Jadi pembangunannya sebelum itu, harusnya," ungkap Harris.
Setelahnya, prosesnya pengadaan nuklir pun harus masuk ke dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) dan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN). Di samping telah masuk ke dalam RPP KEN yang perlu dilakukan sosialisasi lebih lanjut, meskipun sudah mendapat persetujuan.
"Mungkin dalam 2 bulan ini kalau bisa selesai, the next presiden sudah bisa menyampaikan national statement, itu baru bisa berjalan. Tapi kalau pak Jokowi bisa menyampaikan national statement sekarang, alangkah lebih baiknya lagi," ujar Harris.