BPS Sebut Produksi Beras Surplus, Pengamat dan Praktisi Minta Bulog Lakukan Penyerapan
BPS memperkirakan Indonesia akan mengalami surplus beras akibat panen raya petani yang terjadi sejak Januari hingga April 2024.
BPS memperkirakan Indonesia akan mengalami surplus beras akibat panen raya petani yang terjadi sejak Januari hingga April 2024.
BPS Sebut Produksi Beras Surplus, Pengamat dan Praktisi Minta Bulog Lakukan Penyerapan
Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan Indonesia akan mengalami banjir produksi alias surplus beras akibat panen raya petani yang terjadi sejak Januari hingga April 2024. Dengan demikian, Indonesia tidak perlu impor mengingat produksi dalam negeri masih mencukupi.
Plt. Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah Tahun 2024, mengatakan bahwa pada Januari-April 2024, Indonesia berpotensi surplus beras sebanyak 850 ribu ton dan di bulan Mei 2024 mencapai 620 ribu ton.
"Terkait potensi surplus beras, terlihat bahwa Januari-April 2024, kita akan mengalami surplus beras, bahkan juga di bulan Mei," kata Amalia, Senin, 29 April 2024.
Hanya saja, Menurut Amalia, catatan BPS memproyeksikan adanya potensi defisit sekitar 450.000 ton. Namun perhitungan ini belum memperhitungkan impor dam hanya mengacu pada data produksi dan konsumsi domestik yang dilakukan melalui Fase Standing Crops maupun amatan KSA Maret 2024.
Amalia mengatakan jika mengacu pada data BPS 2023 dan 2022 di bulan Maret, produksi saat itu masing-masing hanya 8,92 juta ton gabah kering giling (GKG) dan turun 954 juta ton GKG pada 2023.
Sementara untuk produksi bulan Maret tahun 2024 tercatat mencapai 5,87 juta ton GKG, dengan luas panen hanya 1,11 juta hektare. Amalia memastikan peningkatan produksi beras tahun ini sebabkan oleh pergeseran tanam dan panen akibat cuaca buruk el nino.
"Kalau kita bandingkan April tahun-tahun lalu memang terlihat ada pergeseran panen yang biasanya puncak panen ada di bulan Maret, tapi di tahun ini panen raya ada di bulan April. Panen raya April tahun ini terlihat relatif lebih tinggi dibandingkan panen raya tahun sebelumnya," jelasnya.
Mengenai hal ini, Pengamat Pangan dan Politik Universitas Al Azhar, Ujang Komarudin menyebut tingginya produksi Januari-April merupakan keberhasilan jajaran Kementan dalam menjalankan tugasnya sebagai leader pertanian. Diketahui, kementan sukses menambah alokasi pupuk hingga merancang solusi cepat el nino seperti pompanisasi.
Meski begitu, Ujang meminta agar Badan Urusan Logistik (Bulog) segera melakukan penyerapan beras dalam negri agar ke depan Indonesia tidak bergantung lagi pada kebijakan impor dan fokus mencapai swasembada.
"Saya kira produksi yang dijalankan Kementan sudah sangat baik, dan terbukti beras kita berdasarkan proyeksi BPS surplus. Tapi ingat, gabah yang melimpah ini kalau tidak diserap juga merupakan masalah. Karena itu Bulog harus segera menyerapnya," katanya.
Sebelumnya, Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), Yadi Sofyan Noor meminta Badan Urusan Logistik (Bulog) segera melakukan penyerapan gabah petani. Bukan sebaliknya, Bulog justru kalah bersaing dengan pedagang beras dalam membeli gabah petani, dan nampak mengandalkan impor dalam pengadaan cadangan beras.
"Ini kan lagi panen raya padi dan jagung, kenapa Bulog tidak bisa serap gabah dan jagung petani. Harga di petani jatuh tinggal Rp 4.000 per kilogram. Padahal Bulog sangat diharapkan menyerap optimal pada masa panen raya ini agar harga gabah tidak anjlok," katanya.
Yadi menambahkan sikap Bulog yang justru menyalahkan situasi untuk menutupi kinerja buruknya dalam menyerap gabah petani adalah sebuah keanehan dan cenderung menimbulkan berbagai pertanyaan publik seperti penerimaan fee.
"Ini kan menjadi aneh, bila gabah petani banyak syarat, kualitas, ribet. Lha bila hasil panen petani tidak diserap, petani tidak semangat tanam padi, terus gimana tiga hingga enam bulan ke depan. Nanti Bulog akan bilang tidak ada panen dan tidak ada gabah petani, sehingga tidak serap. Jangan salahkan petani," jelasnya.